top of page
Search

Narasi Perjuangan - Yudhistira Dhyandra Haryono

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 15, 2022
  • 8 min read

Perkenalkan, nama saya Yudhistira Dhyandra Haryono, biasa di panggil Yudhis, Yud, atau Dis. Saya berasal dari sekolah SMA Highscope Indonesia yang berlokasi di Jakarta Selatan, SIMAK UI adalah jalur dimana saya diterima saya di terima dan program masuk yang saya pilih saat ke UI adalah program reguler.


Universitas Indonesia, merupakan salah satu Universitas terbaik dari yang terbaik di Indonesia dengan perasaingan masuk yang ketat yang terdapat berbagai siswa dan siswi dari berbagai daerah, provinsi atau pun pulau. Kualitas Fakultas Kedokteran nya pun sudah tidak di ragukan lagi. Saya baru tahu hal itu saat sudah menginjak bangku kelas 3 SMA sementara kebanyakan orang-orang sudah tahu dan mengincar Universitas bergengsi tersebut dari awal menginjak Sekolah Menengah Akhir dan bahkan saat masih Sekolah Menengah Pertama. 


“Aku ingin jadi polisi!”


“Aku ingin jadi guru!”


“Aku ingin menjadi pemain bola!”


“Aku ingin menjadi atlet profesional!”


“Aku mau jadi dokter/dokter anak!”


Berbagai cita-cita yang saya dengar dari teman-teman saya ketika masih mmenginjak Sekolah Dasar. Bercerita tentang Sekolah Dasar, pada saat itu saya masih bingung dan bertanya-tanya apa sebenarnya makna dari kata cita-cita itu? Tanpa mengetahui maknanya, saya hanya mengikuti alur dan mengatakan cita-cita saya yang selalu berubah-ubah saat di tanya orang yang berbeda. Pada awalnya yang ingin menjadi polisi, pemain bola sampai menjadi pemadam kebakaran dan lain lain. Saat itu, saya tidak begitu memikirkan cita cita dan terus hidup mengikuti alur. Namun, menjelang pindahan saya ke kota kelahiran saya yaitu Jambi dan bersekolah kelas 5 dan 6 disana, saya lumayan menikmati masa masa tersebut dikarenakan oleh teman teman dan lingkungan baru. Walau butuh adaptasi, namun saya melakukan nya dengan cepat. Pada saat awal awal masuk saya sangat kebingungan dengan agenda di pagi hari sebelum memasuki jam pelajaran pertama. Tiba-tiba seorang Ustadz memasuki ruangan dan hanya mengatakan hal yang sangat abstrak bagi saya. Namun seisi kelas mengerti maksudnya dan mulai membaca surah dari Al-Qur’an yang tidak saya ketahui. Saya ingin segera keluar dari kelas segera adalah apa yang hati saya pikirkan namun hal tersebut tidak mungkin. Ditambah lagi, mereka semua melakukannya tanpa melihat apa apa, sesaat dibutuhkan utnuk menyadarinya bahwa mereka semua hafal. Beberapa saat kemudian saya juga ingat bahwa hampir semua dari mereka bersekolah disini dari kelas 1 dan karena itulah mereka sudah diajarkan untuk menghafalkan Juz 30 semenjak itu karena hal tersebut merupakan salah satu syarat kelulusan di Sekolah Dasar Islam Terpadu/ SDIT Ahmad Dahlan ini.  Awalnya, saya memilliki kesusahan untuk beradaptasi pada salah satu aspek itu berasal dari lingkungan yang sangat berbeda dan tidak memiliki perbekalan apapun. Namun, saya memiliki niat untuk melakukannya agar tidak hanya diam dan menatap dari belakang seperti yang pernah saya lakukan. Selang beberapa bulan, para guru dan Ustadz menyukai saya dikarenakan saya menghafall berbagai surah yang panjang dengan sangat cepat. Mereka tersenyum dan antusias  saat giliran saya menyetor hafalan datang dan terus mengapresiasi saya yang selalu bisa melanjutkan ayat-ayat dari Juz 30 saat melakukan quiz dengan seisi kelas. Pada akhirnya, menjelang kenaikan kelas 6, saya menjadi murid pertama yang berhasil menghafalkan Juz 30 pada saat itu. Tidak banyak yang terjadi saat kelas 6, hanya saja yang saya ingat sampai saat ini adalah bahwa saat ujian menengah, teman teman saya sedang ribut di grup kelas karena panik besok adalah gilirannya ujian Matematika yang datang. Mereka sibuk belajar, bercerita sedikit, pada malam itu saya lapar dan memutuskan untuk membuat hidangan yang simpel yaitu telur dadar dan dimakan bersamaan dengan nasi, saya juga menambahkan boncabe yang sangat terkenal pada saat itu untuk rasa. Nenek yang merawat saya sewaktu saya tinggal dan bersekolah disana bertanya sembari kaget “Lah, kau ndak belajar? besok ujian matematika kan? Dah malam loh” saya menjawab, “Nanti”. Seusainya makan, saya membuka buku, melihat rumus, dan sedikit menghafalkannya karena beberapa saat setelahnya saya terlelap karena kenyang. Pada esok harinya, saya mengerjakan ujian tersebut seperti biasanya para murid pada umumnya mengerjakannya. Namun pada soal terakhir, saya sedikit ragu dan mengumpulkannya pada guru. Saya hendak mengambil lembar ujian saya kembali karena ingin melakukan beberapa perbaikan disoall tersebut namun guru saya mencegahnya. Keesokan harinya mmerupakan pengumumman nilai hasil ujian matematika kemarin. Seisi kellas sudah sangat penasaran dan beberapa murid yang tergolong pintar melakukan basa basi dengan guru saya. Ibu guru yang sedang merapikan kertas ujiannya dengan sengaja membesarkan suaranya dan mengatakan “Ada satu dari kalian yang dapet nilai 100” sembari senyum nakal. Seisi kelas bereaksi kaget dan tidak percaya, Saya yang tidak sengaja mendengarnya hanya diam dan kembali melakukan urusan saya kembali. Namun ada siswi yang mengatakan dengan lantang karena kaget, “SIAPA BU?” Menurut saya, pertanyaan seperti itu tidak perlu di tanyakan karena besar kemungkinannya untuk tidak di jawab dan sebentar lagi juga kertas ujian akan di bagikan dan kita semua akan tahu hasilnya. Namun, guru tersebut merespon dan menyebutkan sebuah nama, “Yudhis.”


“Kau makan apasih dis?”, adalah hal pertama yang seorang siswi katakan pada saya saat jam istirahat ketika kami berpapasan di koridor, saya pun menjawab apa adanya dan lanjut berjalan.


Masa-masa SMP adalah masa yang sangat membuat saya benar benar bingung dan saya merasa sangat buntu walau pada awalnya saya merasa sedikit bersemangat. Lulus dari SD dan mendapat beberapa piagam penghargaan, saya berhasil diterima di SMPN Negeri 1 yang dimana menduduki peringkat pertama dalam daftar SMP terbaik di Kota Jambi. Walaupun begitu, adalah masih tidak tahu sebenarnya ingin menjadi apa merupakan hal yang saya pikirkan saat itu. Saat orang orang mengatakan cita cita mereka dengan enteng dan percaya dirinya sewaktu ditanyakan, jujur saya merasa terkucilkan atau iri karena saya merasa bahwa hanya saya sendiri yang tidak memiliki cita cita dan tidak tahu ingin menjadi orang seperti apa pada saat besar nanti, walaupun begitu, saat itu terdapat lomba tahfidz Al-Qur’an yang di adakan di Sekolah Menengah Pertama saya. Seiring berjalannya waktu, saat saya menginjak kelas 8, saya memutuskan untuk berkontribusi lebih pada sekolah dan melakukan aktivitas aktivitas yang dapat menjadi sumber motivasi maupun semangat untuk kehidupan pelajar yang saya jalani. Amplifikasi besar-besaran terjadi kepada saya waktu itu. Saya memutuskan untuk tes dan masuk organisasi OSIS, bersamaaan dengan dua teman saya. Kami melalui berbagai tes, baris-berbaris, fisik, suara, tes tertulis dan lain lain. Sampai pada akhirnya kami bertiga diterima dan kehidupan sebagai seorang pelajar yang saya jalani semenjak saat itu menjadi dipenuhi dengan kesibukan yang selalu ada dikarenakan OSIS  sebagai penyelenggara berbagai lomba, acara, ataupun berbagai agenda. saya terkagum dengan kesuksesan dan perjuangan yang kedua orang tua saya raih di bidang mereka yaitu kepolisian. Mereka terlihat sangat lebih baik sekarang. Walau masih sangat sangat labil, pada saat itulah saya merasa bahwa saya ingin mengikuti pekerjaan ayah saya yaitu menjadi polisi. Pada saat kelas 9, hampir di setiap saat, saya tidak memiliki semangat atau niat untuk belajar maupun beraktivitas yang berlebihan, saya selalu merasa sangat malas dan hanya ingin diam, kembali dilanda oleh kelabilan dan bingung karena jati diri yang terus menerus berubah dan suasana hati maupun pikiran yang tidak pernah menentu. Kemuktlakan mungkin jarang terjadi di hidup namun, saya yakin akan satu hal, tahun ketiga di sekolah tersebut merupakan tahun yang menyenangkan dan terbaik di seumur hidup saya. Pernah menemukan seseorang yang senantiasa mendukung dan menemani saya apapun situasinya serta menjadi motivasi yang nyata, orang tersebut sangat berharga. Orang orang disekitar dan teman teman disekitar saya tidak mempermasalahkan hal tersebut dan mengatakan kepada saya untuk tenang dan bersantai saja dahulu, ia juga mengatakan bahwa suatu saat nanti akan terbesit di pikiran saya bahwa saya ingin menjadi itu. “Santai terus ikutin aja alurnya dis, karena kalo lu udah niat, ga ada yang ga bisa lu raih” spesifik nya itulah yang salah satu teman saya katakan di ikuti dengan approval atau tanda setuju yang antusias dari beberapa teman saya yang di sekitar pada saat itu.


Orang tua saya memutuskan untuk menyekolahkan saya kembali di Jakarta agar bisa berkumpul kembali sekaligus bisa diawasi. Bersekolah di sekolah swasta dan sama dengan adik-adik saya. Singkat cerita, masa-masa SMA seharusnya juga menjadi masa-masa yang sangat menyenangkan bagi para remaja. Namun, itu tidak terlalu berlaku bagi saya. Dengan adanya pandemi, saya menemukan bahwa sangat sulit untuk fokus. Saya juga kesusahan untuk berinteraksi dan perlahan-lahan, teman yang saya dapatkan saat awal masuk sekolah menghilang dikarenakan sistem belajar secara daring atau online selama 2 tahun lebih. Saya ingat bahwa ibu saya pernah mengatakan bahwa ia ingin menjadi dokter saat masih muda, namun di karenakan kondisi dan ada peluang atau kesempatan yang lebih meyakinkan didepan mata, ibu saya membuang impian itu dan sukses di bidangnya sekarang. Ibu saya juga pernah bilang bahwa beliau menginginkan saya meneruskan impian tersebut. Pada saat itu saya tidak yakin. Namun seiring berjalannya waktu, pemicu yang membuat tekad saya berkembang adalah sebuah film yang berjudul Doctor Strange. Saya menemukan bahwa yang dia lakukan saat indah dan menarik. Setelah itu saya mulai tertarik dengan berbagai film yang mengandung unsur dokter yang sangat berbakat seperti serial yang berjudul The Good Doctor dan lain lain. Saat melakukan program magang kedua, saya memilih untuk mencoba mendalami sedikit pengetahuan saya dengan mendengarkan mentor saya mmenjelaskan ilmu ilmu kesehatan dan kedokteran serta memintanya untuk menceritakan masa masanya selama menjadi dokter. Orang tua saya mulai mendesak untuk segera belajar dengan giat karena sebentar lagi tamat. Setelah melakukan beberapa penelitian, saya memutuskan untuk mencoba mengikuti SBMPTN dan mengincar FK UI. Dikarenakan saya terlalu telat mendaftar, saya mendapat tempat untuk melakukan UTBK di Bandung. Saya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna. Pada akhirnya, saya hanya sempat mendaftarkan bimbel dengan kurun waktu seminggu sebelum waktu UTBK. Saat sampai di bandung, saya belajar dengan giat sampai larut malam, mempersiapkan berbagai kemungkinan yang terjadi dan mengabaikan tidur serta telat makan. Namun, setelah pengumuman UTBK keluar, saya tahu seperti apa hasilnya nanti sehingga saya tidak bereskpetasi terlalu tinggi dan ya, saya tidak lolos. Hal tersebut tak lain dari kelalaian akan kewajiban saya. Tidak ada waktu untuk merenung dan kecewa, saya berniat untuk bersungguh-sungguh pada kesempatan kedua saya yaitu jalur SIMAK. Benar saja, berkat dukungan orang sekitar dan Allah, saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 


Saya berkomitmen untuk merubah sisi diri saya yang buruk. Seperti yang kita semua tahu bahwa Universitas Indonesia dipenuhi oleh orang-orang yang pintar, terbaik dari yang terbaik. Oleh karena itu, disiplin bukanlah sebuah opsi, melainkan keharusan. Harapan kedepannya juga adalah semoga saya dapat berkembang menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan semakin berwawasan dari aspek akademik maupun pengalaman. Walaupun kamu berhasil masuk FKUI, kesuksesan dan kecerdasan bukanlah jaminan yang mutlak. Jika diri sendiri tidak siap menerima dengan adanya lingkungan tersebut, maka semuanya akan sia sia. Oleh karena itu, menjadi pribadi yang lebih baik dan disiplin merupakan keutamaan atau prioritas bagi kita semua. Saya juga berharap bahwa kita bisa bersaing dengan sehat dan saling menghormati dan menghargai satu sama lain sebagai kawan. Menjadi seorang dokter bukanlah sekedar menjadi seseorang yang bertugas menyembuhkan pasiennya. Dokter lebih dari sekedar itu, karena menyelamatkan berbeda dengan menyembuhkan. Secara operasional, istilah "Dokter" mengacu pada tenaga kesehatan yang bertindak sebagai kontak pertama pasien dengan dokternya untuk mengatasi semua masalah kesehatan, tanpa memandang penyakit, organologi, kelompok usia, atau jenis kelamin, sesegera mungkin. dan sepenuhnya. Orang ini juga bekerja terus menerus dalam koordinasi dan kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya dengan tetap berpegang pada standar profesional, hukum, etika, dan moral. Layanan yang ditawarkan serupa dengan keterampilan dasar yang dipelajari selama sekolah kedokteran. Memiliki motivasi dan keinginan serta kemauan yang kuat, konsisten, dan amplifikasi yang berdasar adalah keharusan bagi saya. Saya berharap bahwa saya tidak sekedar sukses, namun berguna bagi masyarakat ataupun orang orang di sekitar saya. Saya ingin mereka membutuhkan saya, membutuhkan uluran tangan dan membutuhkan bantuan. Pesan untuk adik-adik yang beniat masuk Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia ini, seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, kesuksesan, kecerdasan, wawasan bukanlah jaminan yang mutlak walau kalian berhasil datang kesini. Jika diri sendiri tidak siap akan hal tersebut, maka ilmu berharga tersebut akan ditolak secara tidak langsung mentah mentah. Ingat kembali tujuan awal kalian datang kesini dan jangan menghabiskan terllalu banyak waktu bermain-main karena kita bukanlah anak kecil lagi. Maka dari itu, memeiliki keinginan dan kemauan yang kuat, serta tekad ataupun niat adalah keharusan di lingkungan ini. Saya harap kalian bisa masuk ke FK UI juga, maka dari itu, semangatlah dan kelak hari nanti, semoga kita dapat bertemu di tempat ini.

 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page