top of page

Narasi Perjuangan - Vindasya Almeira

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 11 min read

Untaian Kata Merangkum Asa


Di tengah banyaknya aral melintang dalam kehidupan, seringkali manusia diuji akan seberapa kokoh pertahanan dirinya. Hal ini tak jarang menjadi ujian dalam kehidupan. Ujian yang entah datang sebagai batu loncatan. Atau justru menjadi alasan sesorang untuk berbalik arah. Dalam beberapa paragraf ke depan, izinkan saya menyampaikan kisah tentang sosok insan yang hampir berbalik arah ini. Kisah tentang perjalanan menemukan makna terdalam dari sebuah kepercayaan kepada Sang Pencipta. Tentang bagaimana sulitnya menghadapi pergolakan batin hingga cerita tentang ribuan makna dibalik upaya untuk bertahan ditengah ribuan opsi. Berbekal dari secercah asa dan harap, saya bersyukur bisa bernapas lega. Bahagia karena mencapai suatu masa yang diibaratkan sebagai sebuah kapal yang baru saja bertemu pelabuhannya. Namun, ternyata saya lebih menyukai kalimat : pembelajaran tentang menemukan cara untuk selalu percaya akan pertolongan Allah, sebagai definisi perjalanan ini. Dengan bangga, saya Vindasya Almeira, memperkenalkan diri sebagai bagian dari mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2022.


Sejak memulai perjalanan sebagai seorang siswi, kecintaan saya akan dunia sains dan matematika bukanlah suatu hal yang perlu diragukan. Menjadi bagian dari komunitas olimpiade matematika dan mengikuti berbagai perlombaan tingkat nasional maupun internasional merupakan langkah yang saya ambil sejak duduk dibangku sekolah dasar. Seringkali teman-teman memanggil saya dengan julukan “dasyat” karena masih mengikuti beberapa les di akhir pekan. Kala itu saya hanya tertawa. Ternyata nama panggilan saya, Dasya, bisa menghasilkan panggilan baru. Namun, nyatanya saya amat bersyukur akan hal itu. Les setiap akhir pekan ini kian menghasilkan beberapa prestasi yang mengantarkan saya diterima di salah satu Sekolah Menengah Atas terfavorit di Kota Depok. Ya, SMAN 1 Depok dengan batik merah kebanggaannya menjadi tempat saya mendaratkan pilihan untuk menamatkan 12 tahun wajib belajar. Sekolah ini dipercaya telah menyumbang lulusan-lulusan terbaiknya diterima di Universitas Indonesia, universitas idaman saya dan tentunya jutaan siswa sekolah menengah atas lainnya di seluruh Indonesia. Alhamdulillah ternyata saya menjadi bagian dari lulusan beruntung itu. Diterima di program Reguler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui Jalur SBMPTN adalah sebuah perjalanan panjang penuh lika-liku dan pengorbanan besar yang akan menjadi salah satu topik paling menyenangkan untuk saya ulas kepada orang sekitar.


Sejujurnya, saya bukan penggemar profesi dokter sejak awal. Di saat anak kecil banyak mengidolakan dokter sebagai pahlawan yang menyembuhkan penyakit, saya justru mengidolakan ibu saya yang menjadi seorang aktris pada zamannya. Namun, siapa sangka pengalaman pertama dirawat di rumah sakit ternyata menggugah hati paling dalam saya tentang profesi dokter ini. Ketika mengamati lingkungan rumah sakit, ternyata ada ritme tersendiri dalam pergerakannya. Saya memperhatikan bagaimana dokter utama yang selalu tersenyum dengan semangat setiap paginya saat melakukan kontrol di ruang inap. Dokter tersebut amat sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan orangtua saya, padahal terlihat jelas kantung mata di wajah si Dokter. Tidak hanya itu, kekaguman saya tidak berhenti ketika melihat para dokter muda, yang belakangan saya ketahui sebagai koas dan residen, berlarian di koridor utama rumah sakit setiap mendengar panggilan darurat. Terlihat jelas tanggung jawab dan semangat membara di wajah mereka. Tanpa sadar, saya ingin menjadi salah satunya. Ingin mempunyai perasaan yang sama untuk memenuhi panggilan menyelamatkan sesama manusia dengan keilmuan yang dimiliki, mendedikasikan hidup demi kepentingan umat manusia, dan disaat yang sama, belajar untuk dewasa dalam menyikapi dan menjaga profesionalisme sebagai seorang dokter di hadapan pasien. Sebuah proses yang saya sadari penuh perjuangan besar dan waktu yang tidak singkat, tetapi terlihat indah untuk dimaknai dan diarungi. Singkat cerita, mungkin sejak saat itu, saya sebagai siswi SMP kelas 9, memantapkan hati untuk mengejar jurusan Pendidikan Dokter.


Awalnya, saya hanya mengidamkan Pendidikan Dokter dan Universitas Indonesia secara terpisah. Universitas Indonesia yang merupakan cinta pertama saya dan Pendidikan Dokter sebagai jurusan idaman yang kini menjadi tujuan saya. Namun, saya tidak ingin gegabah untuk menggabungkan keduanya. Saya memutuskan untuk mencari informasi dari berbagai media sosial mengenai latar belakang program Pendidikan Dokter di berbagai universitas. Ternyata, lagi-lagi saya tidak bisa berpaling dari Universitas Indonesia yang menyediakan program Pendidikan Dokter tertua sekaligus terbaik di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan perhitungan peringkat dari lembaga tepercaya, QS World University Ranking (WUR) dimana FK UI menempati peringkat terbaik se-Indonesia dan selalu mengalami peningkatan secara signifikan. Akreditasi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang juga menjadi pertimbangan saya, dijawab pula dengan akurat oleh FK UI sebagai penyedia program PPDS terbaik di Indonesia. Sejarah perkembangan dunia kedokteran Indonesia pun berkali-kali mencatat FK UI sebagai pengambil peran terbesar dalam memajukan pengembangan ilmu dan pelayanan kesehatan Indonesia. Beberapa keistimewaan tersebut membuat saya yakin bahwa tidak ada alasan bagi saya untuk tidak memilih FK UI sebagai pendidikan lanjutan.


Setelah memantapkan hati, ada suatu saat ketika saya kembali bertanya-tanya dalam diri. Apakah kecintaan saya tentang dunia kedokteran ini sudah cukup besar? Apa saya yakin ini bukan tentang sisi prestisius dari jurusan ini? Dan apakah benar memilih Fakultas Kedokteran bukan hanya sekedar upaya saya memuaskan ego pribadi? Saat itu, ada banyak pertanyaan di kepala, dan saya juga bukan orang yang senang berlarut-larut di dalamnya. Saya merasa harus menemukan jawabannya. Kira-kira apa yang membuat saya yakin dengan profesi yang memerlukan effort besar serta waktu pendidikan yang cukup lama ini?


Frustasi kian melanda saya, karena ternyata menemukan jawabannya bukan semudah membalikkan telapak tangan. Pada akhirnya, Ibu saya mengingatkan bahwa tidak semua hal harus punya jawabannya saat itu juga. Impian dan cita-cita mulia sebagai seorang dokter bisa tetap dipersiapkan sembari mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan itu. Punya tujuan dan langkah yang jelas juga menjadi tuntutan saya saat sudah berstatus sebagai siswi SMA. Hingga suatu saat, menduduki bangku akhir SMA di kelas 12 amat mengubah persepsi saya. Menjawab satu per satu pertanyaan yang meragukan hati akan Fakultas Kedokteran. Saya baru menyadari bahwa peran menyelamatkan jiwa dan nyawa seseorang adalah sebuah pekerjaan yang memerlukan tanggung jawab besar. Luasnya keilmuan terkait tubuh manusia yang saya kenal melalui pelajaran Biologi di sekolah, menyadarkan saya akan pentingnya perjuangan belajar yang perlu saya hadapi bila ingin menjadi seorang dokter. Satu demi satu pertanyaan yang saya miliki mendapatkan pencerahan.


Sebetulnya, saya malah semakin disadarkan bahwa kehidupan menjadi seorang dokter tidaklah mudah. Mengikuti beberapa bedah kampus kedokteran di berbagai universitas turut menyadarkan saya akan beratnya profesi ini. Namun, akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan bahwa apapun itu profesinya, kebahagiaan tertinggi dalam hidup seseorang adalah ketika kita dapat selalu bermanfaat untuk lingkungan, bahkan bagi bangsa dan negara. Saat itu, saya juga menyadari bahwa profesi dokterlah, yang di setiap nafas hidupnya, tidak berhenti belajar untuk bermanfaat bagi umat manusia. Dari belajar fungsi tubuh, penyakit, obat, hingga cara menghadapi sikap pasien yang sedang sakit maupun keluarganya. Bahkan, dokter juga belajar untuk bersikap profesional memahami pasien, terutama saat menanyakan segala hal terkait penyakit mereka. Seketika saya kembali jatuh cinta dengan profesi ini. Saya akhirnya tahu secara pasti motivasi saya sesungguhnya, bukan tentang seberapa prestisius profesinya, tapi tentang seberapa besar upaya untuk bermanfaat bagi umat manusia sepanjang hayatnya. Lamanya waktu pendidikan, bagi saya amat sebanding untuk melakukan pekerjaan tersebut.


Saya kira proses memantapkan hati yang cukup panjang itu merupakan cobaan terakhir dalam meraih FK UI. Saya tentunya telah melalui perjalanan panjang dalam mempersiapkan nilai rapor serta memegang bekal sertifikat prestasi. Sekali lagi, saya kira hal ini sudah cukup untuk menggapai jalur undangan yang menjadi jalur terfavorit bagi siswa siswi SMA tingkat akhir. Namun, saya harus dihadapkan pada dua pilihan. Memilih Universitas Indonesia tetapi bukan sebagai peringkat pertama Kedokteran. Atau memilih universitas lain asal merasa aman untuk menjadi peringkat pertama di jurusan Kedokteran. Pilihan yang amat berat buat saya mengingat meraih peringkat 5 paralel SMAN 1 Depok bukan perjalanan mudah. Berdoa memohon petunjuk Allah tak henti-hentinya saya panjatkan. Berbekal doa orangtua dan petunjuk Allah, saya tetap meyakini Universitas Indonesia sebagai pilihan saya. Dengan penuh kebimbangan luar biasa, saya memutuskan bertahan dengan tujuan awal.


Sekali lagi saya harus dihadapkan pada kenyataan yang amat sulit tentang SNMPTN. Jalur undangan ternyata bukan jadi jalan terbaik bagi saya untuk meraih FK UI. Saat itu saya merasakan titik terendah dalam hidup saya. Ekspektasi dan harapan besar banyak orang sekitar agaknya menjadi salah satu beban terbesar. Tidak sedikit yang mengatakan saya kurang realistis dalam memilih universitas pada saat itu. Ada banyak universitas lain selain Universitas Indonesia yang dinilai memiliki program Pendidikan Dokter yang sama baiknya. Namun, saat itu saya masih mengidolakan Universitas Indonesia. Hal itu sempat menimbulkan banyak penyesalan dan kesedihan yang melanda. Tapi satu hal yang saya ingat, saya tidak punya banyak waktu untuk meratap. Saya mencoba bangkit dan tetap optimis menghadapi UTBK, walau terkadang harus menyembunyikan isak tangis. Melalui bimbingan belajar setiap hari hingga larut malam, tidak jarang menimbulkan rasa stres berkepanjangan. Teringat saat saya dan teman-teman harus selalu saling menguatkan diri hingga menamatkan satu per satu buku wangsit sebagai salah satu buku wajib kami dalam mempersiapkan UTBK. Tertidur di antara tumpukan soal rasanya sudah jadi agenda sehari-hari. Awalnya ini perjalanan yang sangat berat, tetapi ternyata selalu ada banyak hal yang bisa saya petik dari pedihnya perjuangan. Saya belajar untuk merelakan segala sesuatu yang terjadi. Belajar untuk selalu menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Serta yang tak kalah penting, belajar tentang memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, walaupun saya belum tahu akan ditempatkan di jurusan dan universitas mana. Saat itu, saya menemukan arti keimanan yang sesungguhnya. Saya juga belajar untuk meyakini sekian persen keputusan yang Allah miliki, bahwa di tengah rencana yang telah tersusun rapi, selalu ada kemungkinan lain yang akan terjadi. Hingga akhirnya saya mencapai titik berserah akan apapun yang nantinya Allah pilihkan. Alhamdulillah, setelah diberi banyak pembelajaran oleh Yang Mahakuasa, saya mendapat kejutan saat membuka laman penerimaan LTMPT untuk kedua kalinya. Kali ini bukan ucapan semangat, melainkan kata selamat tertera di tautan pengumuman SBMPTN. Kebahagiaan yang sampai saat ini masih sulit saya definisikan. Satu hal yang saya ingat, kedua orangtua saya tersenyum bangga melihat anaknya. Bukan tentang mendapatkan jurusan impiannya saja, tapi juga ketika melihat seberapa kuat anaknya bertahan.


Terlepas dari itu semua, kebahagiaan tentang diterimanya saya di FK UI yang saya impikan sejak lama memang sebuah hal yang patut saya rayakan. Bersama keluarga dan teman terdekat, saya menikmati semua euforianya. Namun, saya juga menyadari bahwa euforia tersebut alangkah baiknya tidak berlangsung lama karena ada begitu banyak persiapan yang menanti. Sebagai seorang siswa SMA yang akan pertama kali menjejakkan kaki di ranah perguruan tinggi, akan ada banyak adaptasi yang saya perlukan. Terlebih FK UI punya beberapa peraturan tersendiri yang saya harus pahami dengan lebih jeli. Setelah melalui masa penyambutan mahasiswa baru, saya menyadari ada beberapa peraturan mengenai kedisiplinan berpakaian, tata cara bersosialisasi, hingga tata cara berdiskusi dengan baik yang baru saya pelajari di FK UI. Saya mempelajari bahwa profesionalitas dan kedisiplinan kami ternyata harus dibentuk sedari kami menjalankan perkuliahan. Tentunya, setelah menjadi mahasiswa aktif FK UI ada banyak hal yang ingin saya tingkatkan dari diri saya. Saya ingin terus belajar untuk lebih meningkatkan kedisiplinan, terutama dari segi berpakaian dan penghargaan terhadap waktu. Saya menyadari bahwa setiap detik amat sangat penting bagi pasien kami kelak ketika menjadi seorang dokter, dan sebelum menjadi mahasiswi kedokteran saya belum terlalu mementingkan arti penting waktu dalam setiap aktivitas saya. Selain itu, saya juga ingin belajar untuk bisa lebih menghargai pendapat orang sekitar serta belajar berdiskusi dan berargumen dengan lebih baik sebagai bekal menjalankan berbagai kegiatan sosial di lingkungan perkuliahan FK UI, seperti berorganisasi maupun keikutsertaan dalam forum formal. Selain itu, sebagai mahasiswi FK UI kelak, saya juga berharap bisa membangun manajemen waktu yang lebih baik dalam berkuliah maupun melakukan kegiatan-kegiatan di luar belajar mengajar. Hal ini tentunya memerlukan banyak adaptasi dari cara yang saya terapkan selama belajar di bangku SMA. Saya pun berkomitmen untuk terus mempelajari ritme kehidupan dan beradaptasi sebagai mahasiswi FK maupun ketika menghadapi tahapan-tahapan dalam dunia pendidikan dokter.


Sebagai seorang mahasiswi baru, tentunya saya juga punya beberapa ekspektasi dalam menjalani kehidupan saya ke depannya dalam mengarungi perjalanan menjadi seorang calon dokter. Saya berharap dapat selalu hidup sebagai pembelajar dan lebih peka terhadap lingkungan, terutama dari segi kemanusiaan. Saya juga berharap dapat saling bersinergi dengan teman-teman angkatan FK UI 2022 untuk saling menguatkan dan beriringan dalam menggapai asa, mengingat penuhnya jadwal perkuliahan dengan segala tantangan dan rintangan yang menanti, saya amat berharap dapat menemukan teman-teman yang dapat menyemangati dan mengiringi perjalanan saya. Beradaptasi dengan sesama memang mungkin bukan suatu hal yang mudah bagi semua orang. Namun, saya berharap angkatan saya, FK UI 2022 dapat saling beradaptasi dengan baik dan selalu menyadari untuk punya rasa saling memiliki satu sama lain. Dengan ini, menjadi menjalani dunia perkuliahan akan terasa lebih mudah.


Mengawali kisah sebagai calon dokter tentunya juga tidak terlepas dari pengetahuan akan pendidikan yang ditempuh. Pendidikan dokter memiliki dua jenjang yang paling umum, yakni masa preklinik dan klinik. Masa preklinik selama kurang lebih 3,5 tahun menjadi langkah awal bagi kami semua mempelajari sistem tubuh, penyakit, obat, dan segala pengetahuan mengenai tubuh manusia. Selain itu, ada masa klinik yang menjadi wadah pengaplikasian pengetahuan yang dipelajari selama masa preklinik. Butuh sekitar 2,5 tahun melalui masa koas dan internship, bahkan beberapa tahun tambahan untuk gelar spesialis. Seorang calon dokter tentu memerlukan persiapan yang matang mengenai apa yang ingin diraih. Saya perlahan menyadari arti penting mempersiapkan definisi terbaik dari diri saya dan ekspektasi diri untuk menjadi dokter yang seperti apa. Kalian ingin menjadi dokter yang seperti apa? Pertanyaan yang diajukan oleh pemateri open house FK UI saat saya mengikuti open house tersebut. Pertanyaan yang tanpa saya sadari harus segera saya persiapkan jawabannya. Jawaban yang akan mengawal langkah dan tujuan saya selama di FK UI. Untuk itu, saya membaginya menjadi rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang.


Rencana jangka pendek saya yang paling utama yaitu ingin memaksimalkan potensi terbaik diri selama masa preklinik. Beradaptasi dengan sistem akademik fakultas mungkin menjadi pekerjaan awal sekaligus tantangan terbesar. Saya mempercayai salah satu kalimat tentang hal yang paling sulit untuk dilakukan adalah memulai kebiasaan baru. Maka saya menempatkan adaptasi dengan sistem akademik fakultas sekaligus budaya menjalani kehidupan sosial di FK UI sebagai agenda pertama saya dalam menjalankan preklinik. Saya akan mencoba menapaki jalur-jalur dan kesempatan-kesempatan yang saya punya dan memilah potensi yang ingin saya kembangkan dari dalam diri saya. Sebagai seorang mahasiswi yang telah mencari dan memilah beberapa informasi, saya tertarik untuk mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan FK UI demi mengembangkan soft skills, mengasah potensi diri, membuka kesempatan dan memperluas networking dengan sesama IKM aktif, dan tentunya mengembangkan jiwa kepemimpinan saya. Saya juga berkomitmen untuk membangun relasi, baik dengan sesama keluarga besar FK UI maupun FK seluruh Indonesia sebagai langkah memperluas pergerakan saya di dunia kedokteran ini. Saya juga memiliki keinginan untuk belajar mengenai cara pembuatan jurnal dan riset kedokteran dengan lebih baik, mengingat seberapa pentingnya menulis jurnal dalam pengembangan ilmu kedokteran yang sangat dinamis ini. Sebagai seorang mahasiswi, saya juga memiliki tekad untuk dapat mengikuti setiap pembelajaran dengan baik, lulus dalam setiap ujian modul, serta dapat memaksimalkan pengerjaan tugas-tugas sebagai seorang mahasiswi. Bukan tentang nilai baik yang ingin dicapai, melainkan pencapaian keilmuan yang ingin diraih dengan upaya maksimal.


Sedangkan dalam menghadapi kehidupan sebagai seorang dokter kelak, saya akan berupaya untuk meningkatkan antusiasme dan pemahaman lebih dalam terkait berbagai penyakit yang dihadapi oleh pasien dengan cara mempelajari secara aktif berbagai skills lab, memperhatikan dan mengikuti operasi-operasi dokter utama, maupun terlibat dalam operasi tersebut. Saya mempercayai bahwa pengalaman merupakan guru terbaik, maka saya akan berupaya untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya di rumah sakit selama menghadapi tahap koas, internship, maupun residensi. Saya percaya bahwa dalam setiap tahapan ini akan ada banyak tantangan dan rintangan, bahkan perasaan bersalah tak menentu konon dapat menghinggapi ketika kondisi pasien yang justru memburuk. Namun, saya percaya setiap pengalaman tersebut mampu mengajarkan saya untuk menghadapi kehidupan sebagai seorang dokter sesungguhnya. Di tahap klinik, saya juga ingin mempelajari lebih dalam terkait berbagai keperluan yang harus saya penuhi sebagai seorang dokter di rumah sakit. Selain itu, membina hubungan baik dengan sesama sejawat dan dokter utama serta meneladani keilmuan yang beliau miliki juga menjadi komitmen besar bagi diri saya. Tidak hanya mengenai pengembangan diri, saya juga berkomitmen untuk memperbanyak interaksi dengan pasien sebagai bentuk upaya pemahaman terhadap nilai-nilai profesi yang saya tekuni ini. Terakhir, tentunya saya berencana melanjutkan pendidikan ke jenjang subspesialis dan menjadi seorang dokter spesialis. Bila ada kesempatan, saya juga menginginkan pengalaman mengenyam pendidikan dalam bidang Public Health di luar negeri.

Saya juga berharap bahwa sebagai seor

ang dokter saya bisa berperan sebagai salah satu dokter yang punya andil dalam pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia maupun dunia, sebagaimana para pendahulu saya di FK UI. Saya harap, masyarakat Indonesia mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan melakukan pencegahan penyakit, misalnya dengan melakukan medical check-up rutin maupun pemeriksaan sejak awal apabila ada gejala yang dialami oleh tubuh dan tidak sesuai dengan fungsi normal tubuh.


Sejak awal, saya selalu diingatkan bahwa perjalanan ini bukan perjalanan mudah. Akan ada banyak suka duka, tawa dan air mata, waktu tidur yang berubah, serta kesibukkan yang lebih padat dari sebelum saya menjadi mahasiswi FK. Namun, itu semua bukan penghalang untuk berhenti atau bahkan berbalik arah dari tujuan menjadi seorang dokter. Panggilan dari dalam hati dan komitmen yang bsear merupakan dua hal penting yang harus dimiliki. Bagi siapapun di luar sana yang menargetkan dokter sebagai cita-citanya, mungkin saya belum bisa berpesan banyak karena belum mencapai langsung tahapan menjadi seorang dokter. Namun, pesan saya sebagai orang beruntung yang mendapat kesempatan belajar menjadi mahasiswi Fakultas Kedokteran, saya ingin membagikan satu motto. Kejarlah impian untuk menjadi dokter sampai akhir! Kejarlah walau terasa rumit, sulit, dan bahkan rasanya duniamu menjadi tidak baik-baik saja. Bekerja keraslah karena tidak ada proses yang mudah. Fakultas Kedokteran dan Universitas Indonesia bukanlah momok yang harus ditakutkan, selama proses yang dilakukan untuk mencapainya benar dan tepat sasaran. Carilah cara belajar terbaik, bentuklah agenda belajar yang bisa kita patuhi, pelajarilah konsep materi yang diperlukan, bentuk strategi otak dalam menjawab soal ujian, dan jangan lupa untuk tetap persiapkan nilai-nilai terbaik untuk jalur undangan. Ketahuilah bahwa tidak ada kata berhenti sebelum kata “selamat” muncul di laman pengumuman PTN. Kita tidak pernah tahu kapan doa kita akan diijabah oleh Allah dan kapan rezeki akan diberikan untuk impian dan cita-cita kita. Jangan lupakan jalur langitmu, perbanyaklah doa dan curilah perhatian Tuhan, serta jangan lupa mengutamakan doa orangtua dan orang sekitar. Entah doa siapa yang akan menembus langit, mintalah doa siapapun bahkan tukanb ojek langgananmu sekalipun. Terakhir, berjuanglah dengan maksimal dan jangan takut untuk menaruh target tinggi dalam perjalananmu. Ingatlah pepatah yang mengatakan apabila mimpimu tidak membuatmu takut, maka bersiaplah untuk mengetahui bahwa mimpimu tidak cukup tinggi. Dalam prosesnya, kita memang tidak harus jadi yang paling hebat. Namun, tetaplah jadi istimewa dengan keahlian terbaik yang kita punya.


 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page