Narasi Perjuangan - Reynaldo Alifiandro Marcelino
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 13 min read
Sebelum lanjut membaca kisah perjuangan saya, alangkah baiknya para pembaca sekalian terlebih dahulu berkenalan dengan diri saya selaku penulis. Nama saya adalah Reynaldo Alifiandro Marcelino dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2022. Rey, itulah nama yang disebut oleh orang-orang ketika memanggil diri saya. Saya merupakan alumnus dari salah satu SMA di Pulau Dewata, yaitu SMA Negeri 4 Denpasar yang berlokasi di Kota Denpasar, Bali. Adapun saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) melalui jalur SIMAK UI 2022 pada program studi S1 Reguler Pendidikan Dokter.
Apabila kita berbicara tentang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tentu saya yakin betul bahwa hampir seluruh calon dokter di penjuru negeri ini sangat mendambakan dapat mengenyam pendidikan di institusi pendidikan dokter terbaik sekaligus tertua yang merupakan pelopor pendidikan dokter di Indonesia. Selain itu, hal menarik bagi saya mengenai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sehingga menjadi motivasi saya untuk memperjuangkannya adalah rumah sakit pendidikannya, yakni RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang merupakan salah satu rumah sakit tertua sekaligus rumah sakit rujukan utama di Indonesia sehingga tentunya akan terdapat beragam kasus kesehatan yang sulit ditemui di rumah sakit lain dan hal ini menjadi keunggulan tersendiri karena mampu memperkenalkan lebih banyak kasus kesehatan secara riil kepada mahasiswa. Kemudian hal lainnya yang tak kalah menarik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai bagian dari Universitas Indonesia adalah namanya yang menyandang nama besar bangsa dan negara sehingga tentu institusi tersebut juga merupakan miniatur dari Indonesia itu sendiri yang ditunjukkan dengan keberagaman latar belakang mahasiswanya yang berasal dari berbagai penjuru nusantara sehingga hal ini menjadi keunggulan tersendiri karena akan menghasilkan berbagai perspektif baru yang memperkaya wawasan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Adapun jika ditanyakan sejak kapan saya berkeinginan menjadi dokter, maka sejauh ingatan yang dapat saya telusuri ke memori masa lalu, dokter adalah cita-cita yang selalu saya sebutkan apabila ditanya oleh orang lain. Mungkin hal yang melatarbelakanginya adalah sebuah pesan yang saya baca dari buku dongeng masa kecil saya yang berbunyi, “Hati kita akan menjadi lebih bahagia apabila berdetak untuk orang lain”. Pesan tersebut sangat mendalam dan bagi saya profesi dokter adalah suatu profesi yang erat kaitannya dengan peristiwa suka maupun duka dalam kehidupan tiap insani di dunia ini, entah itu sukacita atas kehadiran anggota baru dalam suatu keluarga maupun duka yang mendalam akibat ditinggalkan oleh orang terdekat yang sangat dicintai. Selain itu, dengan menjadi seorang dokter artinya saya akan belajar banyak hal mengenai tubuh saya sendiri maupun orang lain sehingga diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap diri sendiri dan juga penghargaan atas martabat orang lain. Sekiranya itulah yang semakin menguatkan motivasi saya menjadi seorang dokter disamping juga faktor dukungan orang tua saya yang berpesan bahwa profesi dokter adalah pekerjaan yang mulia. Namun, saya menyadari betul bahwa bukan hanya saya yang bercita-cita sebagai seorang dokter, kurang lebih dua per tiga teman sekelas saya ketika SD juga berkeinginan sama dan juga demikian ketika SMP hingga SMA yang bahkan SMA saya seringkali dijuluki sebagai “SMA-nya para dokter” karena entah berapa banyak alumni sekolah saya yang menjadi dokter dan juga siswanya yang bercita-cita menjadi dokter. Akan tetapi, hal tersebut tidak memadamkan impian saya, tetapi justru menyadarkan bahwa untuk menjadi seorang dokter, maka saya harus menempuh jalan yang berat, bahkan sejak awal persiapan seleksi masuk mengingat persaingan yang ketat akibat sangat timpangnya jumlah antara peminat kedokteran dengan kuota yang tersedia, terlebih lagi untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang tentu diincar oleh seluruh siswa terbaik dari penjuru negeri. Oleh karena sangat ketatnya persaingan memperebutkan bangku mahasiswa kedokteran, saya sampai menjadi seorang “veteran”. Ya, betul saya adalah seorang semi-gap year yang sudah pernah “bertempur” di “medan perang” berupa ujian seleksi masuk selama setahun sebelum akhirnya berhasil menggapai asa menjadi mahasiswa kedokteran yang kisah perjuangannya akan saya sampaikan dalam narasi berikut.
Kembali kemasa ketika saya masih duduk di bangku SD, saat itu saya adalah siswa di SD Tegaljaya. Pada mulanya saya adalah siswa yang cukup pemalu, tetapi seiring berjalannya waktu teman-teman sekelas saya yang seru serta menyenangkan mampu membantu saya untuk menjadi lebih aktif, baik dalam pembelajaran maupun bersosialisasi. Berkaitan dengan minat dan bakat, sebenarnya saat SD saya cukup bingung dalam memilih ekstrakulikuler apa yang sebenarnya cocok dengan bakat saya sehingga saya seringkali berganti ekstrakurikuler setiap kenaikan kelas, mulai dari menggambar, wushu, basket, paskibra, pramuka, tetapi semuanya kurang cocok dengan diri saya sehingga pada akhirnya, mungkin karena melihat nilai saya yang cukup bagus serta konsisten di peringkat sepuluh besar dan bahkan menjadi peringkat umum ketika kelas enam, guru saya memasukkan saya pada ekstra MIPA club yang berfokus dalam melatih para siswa untuk mengikuti perlombaan IPA maupun matematika tingkat SD walaupun saya kurang serius dalam menjalaninya. Melalui ekstra tersebut, saya pernah mengikuti beberapa perlombaan di bidang matematika maupun IPA dengan prestasi di tingkat kecamatan maupun kabupaten/ kota. Kisah perjuangan saya pun berlanjut ke bangku SMP yang sebenarnya juga diwarnai lika-liku ketika proses masuk. Awalnya saya hendak melanjutkan pendidikan di salah satu SMP negeri favorit di Bali yang memiliki program akselerasi dengan harapan mampu mengejar ketertinggalan umur saat lulus kuliah mengingat cita-cita saya menjadi dokter yang tentu akan menempuh proses pendidikan jauh lebih lama dibanding pekerjaan lainnya. Namun karena nilai UN saya tidak mencukupi, maka saya memilih SMP Negeri 4 Denpasar sebagai tempat saya menghabiskan tiga tahun berikutnya untuk tumbuh dan berkembang. Pada mulanya saya cukup kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sekolah negeri. Namun, berkat kegigihan dan tekad membanggakan orang tua, saya beberapa kali mendapat peringkat satu dan konsisten di peringkat tiga besar hingga lulus. Disamping kehidupan akademis, masa SMP dapat dikatakan sebagai masa ketika saya berusaha meninggalkan diri saya yang pemalu melalui ekstrakurikuler pramuka karena anggota ekstra tersebut dipercaya untuk mengajar ratusan siswa lainnya dalam kegiatan pramuka wajib di setiap penghujung semester. Selain itu, saya juga mulai berkenalan dengan dunia penelitian melalui ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan melalui ekstra ini juga saya berkenalan dengan seorang teman yang mengenalkan saya kepada SMA terfavorit di Provinsi Bali, yakni SMA Negeri 4 Denpasar. Lambat laun saya mulai menemukan minat dan bakat saya dalam bidang penelitian dan karena penuturan teman saya mengenai bagusnya kualitas ekstrakurikuler KIR di SMA Negeri 4 Denpasar serta impian saya untuk menjadi seorang dokter, maka berkobarlah semangat saya untuk melanjutkan pendidikan di SMA tersebut. Oleh karena semasa SMP saya kurang aktif dalam mengikuti perlombaan akademis, maka jalur masuk yang perlu saya perjuangkan adalah melalui nilai UN SMP sehingga saya belajar dengan tekun untuk memperoleh nilai semaksimal mungkin. Singkat cerita, saya pun berhasil diterima sebagai siswa di SMA Negeri 4 Denpasar sehingga dimulailah masa-masa kehidupan SMA saya.
Takut, itulah yang perasaan yang saya alami ketika pertama kali menginjakkan kaki di SMA tersebut mengingat banyaknya prestasi yang ditorehkan serta beratnya proses pembelajaran sehingga SMA saya sering disebut “belajarnya enam tahun”. Namun, saya menanamkan rasa percaya diri dengan berkata kepada diri sendiri bahwa dengan berhasil lolos seleksi, artinya saya dinilai mampu mengikuti standar pembelajaran yang ditetapkan sekolah. Selain itu, saya juga semakin menguatkan tekad untuk mencapai impian menjadi seorang dokter karena telah diterima di SMA “pencetak dokter”. Pada momen tersebut saya berharap mampu diterima sebagai mahasiswa kedokteran di perguruan tinggi negeri agar tidak membebani orang tua saya dari segi biaya sehingga diterima Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK UNUD) melalui jalur SNMPTN adalah satu-satunya hal yang dapat saya impikan kala itu, tidak terlintas sedikitpun di benak saya untuk mampu diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Selanjutnya, saya memutuskan untuk bergabung dengan organisasi Karya Ilmiah Remaja SMA Negeri 4 Denpasar (KIRS-4 Denpasar) guna mengasah minat dan bakat saya di bidang penelitian dan penulisan ilmiah. Melalui ekstra tersebut, mampu menghantarkan saya dan tim sebagai Grand Champion serta Best Paper pada bidang Economic Research Paper dalam ajang Kompetisi Ekonomi ke-21 tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Ajang tersebut yang kemudian memperkenalkan saya pada Universitas Indonesia karena babak final diadakan secara langsung di Kampus UI Depok dan pada momen itulah terbesit dalam benak saya untuk berkuliah di UI karena melihat lingkungannya yang asri, fasilitas lengkap, dan tentunya jaket kuningnya yang sangat khas.
Hingga di titik ini, mungkin terlintas di benak pembaca sekalian mengapa saya tidak mengikuti perlombaan di bidang kimia atau biologi maupun ilmu kedokteran untuk memuluskan langkah diterima kedokteran melalui jalur SNMPTN, hal tersebut karena sejak awal saya kurang tertarik hanya sekedar belajar sesuatu yang telah ada. Selain itu, saya juga merasa bahwa saya bukanlah orang yang sangat pintar. Di benak saya bidang penelitian jauh lebih menarik karena tidak hanya belajar hal yang sudah ada, tetapi juga mengimplementasikannya untuk menghasilkan berbagai penemuan baru yang diharapkan mampu memberi manfaat bagi masyarakat. Kembali ke alur utama kisah masa SMA saya, masa yang disebut orang-orang masa paling indah dan hal tersebut juga berlaku pada diri saya karena pada saat itu saya sering aktif dalam kegiatan organisasi KIRS-4 Denpasar guna melatih diri dalam mengorganisir kegiatan disamping juga terus mempertahankan nilai sehingga konsisten memperoleh peringkat tiga besar serta menorehkan prestasi di bidang penelitian untuk memuluskan langkah diterima kedokteran Universitas Udayana melalui jalur SNMPTN sebagaimana tujuan awal saya ketika masuk SMA. Prestasi lain di bidang keilmiahan yang saya peroleh semasa SMA adalah saya beserta tim berhasil memperoleh Gold Medal serta penghargaan Top of I.C.T dalam ajang Kaohsiung International Invention & Design Expo 2019 yang diselenggarakan di Kota Kaohsiung, Taiwan. Pengalaman tersebut adalah salah satu yang paling berkesan dalam hidup saya karena untuk pertama kalinya pergi ke luar negeri bersama teman. Namun sayangnya, masa-masa indah tersebut kemudian terhenti dengan munculnya virus korona di Kota Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun 2019 yang kemudian berkembang menjadi pandemi COVID-19 yang dampaknya masih kita rasakan hingga saat tulisan ini dibuat pada tahun 2022. Singkat cerita, saya harus menyesuaikan diri dengan sistem pembelajaran daring yang menurut saya jauh lebih mengedepankan tugas dan belajar mandiri dibanding pemberian materi. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghalangi saya dalam belajar dan mempertahankan nilai sehingga mampu berada di peringkat sepuluh besar paralel jurusan MIPA di SMA saya dengan nilai rata-rata di atas 90. Berbekal dengan hasil tersebut dan juga prestasi yang saya torehkan selama di bangku SMA serta banyaknya alumni yang diterima, menjadikan saya cukup percaya diri diterima SNMPTN apabila memilih pendidikan dokter Universitas Udayana. Sebagai informasi, saya sama sekali tidak pernah ikut bimbingan belajar karena menurut saya belajar sendiri sudah cukup selain juga alasan untuk tidak terlalu membebani orang tua sehingga saya mempersiapkan UTBK-SBMPTN secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai materi yang tersedia secara daring serta membeli buku Wangsit dan try out gratis yang diadakan oleh beberapa bimbingan belajar daring sebagai bahan latihan soal dan mengasah kemampuan. Kisah pun berlanjut dengan gagalnya saya diterima SNMPTN. Hal tersebut cukup wajar mengingat saya tidak memilih FK UNUD melainkan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada pilihan pertama. Mengapa saya tiba-tiba berubah haluan? Tentu jawaban terbaik yang saya berikan adalah bahwa saya ingin merantau. Menurut saya, sangat disayangkan apabila masa muda saya hanya dihabiskan di satu tempat saja dan hal ini juga didorong dengan keinginan orang tua saya agar anak laki-laki merantau. Selain itu, teman-teman di sekitar saya yang juga berkeinginan untuk merantau semakin memotivasi saya untuk hidup merantau sehingga saya memutuskan memilih UGM mengingat biaya hidup di Yogyakarta yang cukup murah. Setelah kegagalan saya dalam SNMPTN, saya pun mulai belajar untuk mempersiapkan UTBK-SBMPTN dan dapat dikatakan bahwa inilah kesalahan terbesar saya di tahun pertama karena tidak mempersiapkan diri sedini mungkin sehingga ketika hari pengumuman, saya kembali gagal. Kecewa, itulah perasaan yang meliputi diri saya kala itu tetapi bayangan kekecewaan dari orang tua kembali meningkatkan semangat saya untuk mempersiapkan ujian SIMAK UI yang hanya tersisa lima hari setelah pengumuman SBMPTN. Namun, persiapan ujian SIMAK tidak saya lakukan hanya dalam kurun waktu tersebut. Mengingat persiapan UTBK yang saya rasa kurang, saya selama menunggu pengumuman mencari informasi ujian mandiri dengan biaya yang tidak memberatkan kedua orang tua saya dan saat inilah Universitas Indonesia menjadi harapan saya karena ujiannya yang daring sehingga tidak memberatkan biaya perjalanan disamping juga biaya pendidikannya yang tidak ditentukan berdasarkan jalur masuk tetapi program pendidikan yang dipilih. Selain Universitas Indonesia, saya juga mendaftar Seleksi Mandiri Institut Teknologi Bandung (SM-ITB) dengan dasar rekam jejak SMA saya yang cukup baik di ITB dan juga sebagai cadangan seandainya ditolak kembali pada SIMAK UI. Singkat cerita, saya pun mengerjakan ujian SIMAK semaksimal mungkin walaupun dengan kekhawatiran akan adanya kecurangan karena ujiannya yang bersifat daring. Kemudian tibalah hari pengumuman SM-ITB dan seperti yang sudah saya prediksi, kali ini saya berhasil lolos seleksi di program studi teknik pertambangan. Rasa syukur dan lega meliputi diri saya karena akhirnya masih bisa berkuliah. Namun, dalam hati kecil saya yang terdalam, saya masih berharap bisa diterima kedokteran pada SIMAK UI yang pengumumannya berlangsung keesokan harinya. Seperti yang telah diduga, saya pun kembali gagal diterima sebagai mahasiswa kedokteran pada ujian SIMAK, tetapi saya berhasil diterima pada pilihan kedua, yaitu program studi teknik komputer reguler. Atas saran kedua orangtua, saya kemudian mengambil Universitas Indonesia mengingat biayanya yang lebih murah sehingga apabila saya mengulang ujian seleksi masuk pada tahun depan, maka biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
Sebagaimana yang saya telah paparkan sebelumnya, saya adalah seorang semi-gap year karena setelah menjalani perkuliahan di teknik komputer. Walaupun orang-orang di sekitar saya mengatakan bahwa jurusan tersebut sangat bagus dan memiliki prospek karir yang cemerlang, tetapi dalam hati kecil saya justru muncul dorongan yang menguat untuk kembali berjuang menggapai cita-cita sebagai dokter sehingga saya bertekad untuk kembali mempersiapkan diri untuk “pertempuran” pada tahun berikutnya. Namun, saya tetap berusaha secara maksimal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di teknik komputer guna berjaga-jaga apabila tahun depan saya kembali gagal, setidaknya IP dan IPK di jurusan tersebut tidak jatuh. Pada semester pertama perkuliahan, saya berfokus dalam menyesuaikan diri dengan sistem akademik perkuliahan di Universitas Indonesia, khususnya fakultas teknik, sembari mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan guna meningkatkan pengalaman. Berlanjut pada semester dua, saya mulai fokus belajar persiapan ujian masuk kedokteran PTN dan saat inilah muncul harapan agar dapat tetap lanjut di Universitas Indonesia dengan diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Oleh karena saya mengambil SKS maksimum pada semester dua dengan dasar yang sudah saya paparkan di atas, maka saya belajar dengan menggunakan strategi yaitu untuk matematika dan fisika dengan menyimak materi yang diberikan dosen selama perkuliahan. Selain itu, saya juga bertekad untuk setidaknya menyempatkan waktu satu jam tiap harinya untuk belajar persiapan ujian serta menyelesaikan seluruh tugas perkuliahan sebelum akhir pekan sehingga kedua hari tersebut dapat saya gunakan untuk memantapkan materi kimia dan biologi mengingat saya akan mengambil program studi kedokteran. Tentu praktiknya tidak semudah teori, bukan hal yang mudah untuk belajar ujian sembari mempertahankan IP agar tetap tinggi. Akibatnya, selama empat bulan persiapan, saya hanya dapat tidur sekitar dua sampai tiga jam tiap harinya. Selain itu, saya juga sama sekali tidak liburan dalam kurun waktu tersebut dan juga tidak mengikuti organisasi dengan alasan tidak ingin meninggalkan tanggung jawab apabila seandainya saya pindah jurusan. Jujur saja, apabila mental dan tekad saya tidak kuat, pastilah saya sudah menyerah pada saat itu karena saya benar-benar berjuang sendirian, berbeda dengan tahun lalu karena masih dapat belajar dengan teman. Jangankan berpikir untuk mengikuti bimbingan belajar, waktu untuk sekedar menjalankan hobi dan merawat diri saja saya tidak punya akibat sangat padatnya jadwal dan tugas perkuliahan serta belum lagi belajar persiapan ujian. Akan tetapi, berkat doa dan dukungan keluarga, wallpaper gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Salemba, lagu Genderang Universitas Indonesia dan Mars Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menjadi bahan bakar semangat saya tiap harinya guna menggapai harapan menjadi seorang dokter.
Mungkin para pembaca bertanya-tanya mengapa saya tidak full gap-year. Alasannya adalah untuk memberi dukungan mental karena dengan berkuliah setidaknya saya menjadi lebih tenang dan maksimal dalam mengerjakan ujian karena tidak lagi diliputi kekhawatiran tidak dapat kuliah. Toh, aku sudah kuliah, itulah yang ada di benak saya kala itu. Hal ini terbukti ketika hari ujian UTBK-SBMPTN tiba, walaupun soal-soal yang muncul saat itu jauh lebih banyak dan sulit menurut saya dibanding tahun lalu, tetapi karena secara mental dan moral sudah sangat siap, saya mampu mengerjakannya dengan sebaik mungkin sehingga setidaknya saya yakin pasti diterima pada pilihan kedua, yakni pendidikan dokter Universitas Udayana. Singkat cerita, hari pengumuman SBMPTN tahun 2022 tiba dan seperti yang sudah saya duga, saya berhasil diterima diterima pilihan kedua. Rasa syukur dan lega saya rasakan karena berhasil diterima di program studi impian. Namun, ada perasaan yang mengganjal di dalam hati saya bahwa rasanya sangat berat meninggalkan Universitas Indonesia terlebih lagi perolehan IP dan IPK saya selama dua semester sebelumnya cukup bagus mengingat jurusan tersebut tidaklah sejalan dengan minat saya sehingga harapannya beberapa mata kuliah dapat dialihkan kreditnya. Oleh karena itu, dengan sisa waktu sepuluh hari sejak pengumuman SBMPTN hingga pelaksanaan ujian SIMAK, saya langsung mendaftar dan mempersiapkan diri menghadapi ujian SIMAK UI 2022 dengan mantap satu pilihan saja, yaitu program studi pendidikan dokter reguler. Dalam rentang waktu tersebut, saya fokus latihan soal SIMAK UI dari tahun-tahun sebelumnya sehingga ketika tiba saatnya ujian, saya mampu mengerjakan soal SIMAK dengan baik dan sangat tenang secara mental karena sudah berkuliah dan juga diterima kedokteran. Lalu, masalah timbul ketika mengetahui bahwa pengumuman hasil SIMAK lebih belakangan daripada batas akhir registrasi Universitas Udayana, yaitu 10 Juli sedangkan pengumuman adalah 14 Juli. Akhirnya dengan pemikiran matang dan bulat, saya memutuskan melepas kedokteran Universitas Udayana dan menunggu hasil SIMAK UI. Optimisme saya didasari insting yang dengan sangat kuat mengatakan bahwa saya pasti dapat diterima sebagai mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2022. Hal tersebut cukup beralasan mengingat faktor kondisi saya yang sangat prima ketika mengerjakan ujian; lalu nilai UTBK saya, khususnya kimia dan biologi, yang cukup tinggi; dan keyakinan bahwa para panitia seleksi pastilah orang-orang yang sangat kompeten dalam menilai kecurangan peserta. Selanjutnya sampailah tiba momen pengumuman SIMAK UI pada tanggal 14 Juli 2022 pukul 15.00 WIB, dengan rasa tidak percaya saya membaca tulisan, “Selamat, Anda dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru Universitas Indonesia”. Saya berulang kali me-refresh laman pengumuman tersebut dan memastikan bahwa laman itu bukanlah pengumuman tahun lalu. Barulah saya benar-benar percaya ketika teman saya yang saya berikan nomor pendaftaran sesaat sebelum waktu pengumuman mengucapkan selamat kepada saya. Seketika saat itu juga saya mengucapkan segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat-Nya, perjuangan dan penantian saya selama setahun terakhir akhirnya terbayarkan. Tidak lupa juga saya memberi kabar kepada kedua orang tua dan mungkin saat itu adalah salah satu momen terbaik dalam hidup saya dengan melihat senyuman terukir di kedua wajah mereka.
Bersama dengan diterimanya saya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, maka komitmen saya bergeser dari yang sebelumnya berfokus memperjuangkan kedokteran, kini menjadi mahasiswa kedokteran yang mampu bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan studi dengan sebaik mungkin sehingga pada akhirnya menjadi seorang dokter yang berkomitmen secara nyata dalam memajukan kualitas kesehatan masyarakat secara luas. Berkaitan dengan hal tersebut, harapan saya pribadi adalah mampu menyelesaikan studi saya tepat waktu dan dengan hasil yang maksimal. Selain itu, saya juga berharap mampu mempergunakan kesempatan ini untuk mengembangkan kualitas diri, baik secara akademis maupun non-akademis, melalui berbagai kegiatan kompetisi, organisasi/ kepanitiaan, dan fasilitas penunjang dalam lingkup Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Universitas Indonesia secara keseluruhan. Sedangkan harapan saya bagi angkatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2022 adalah supaya Brilian selalu bersatu, gigih, dan saling menguatkan satu sama lain selama masa studi sehingga nantinya bersama-sama mampu lulus menjadi dokter yang unggul dan dapat memberi makna dan manfaat bagi masyarakat luas dan turut serta berkontribusi dalam memajukan kesehatan bangsa dan negara.
Tentunya untuk menggapai seluruh harapan tersebut diperlukan perencanaan, baik ketika masa preklinik maupun klinik atau ketika telah menjadi dokter. Rencana saya ketika masa preklinik adalah pada tahun pertama, saya berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan berusaha memperoleh IP yang baik dan juga mencari teman dengan ketertarikan yang sama di bidang penelitian dan keilmiahan. Selain itu, saya juga berencana turut terlibat dalam kegiatan maupun organisasi yang berkaitan dengan bakti sosial/ pengabdian masyarakat guna meningkatkan pengalaman dan menumbuhkan rasa kemanusiaan. Selanjutnya, pada tahun kedua saya berencana semakin terlibat aktif dalam kegiatan bakti sosial dan organisasi serta kompetisi disamping juga terus meningkatkan nilai. Kemudian pada tahun ketiga, tentunya saya akan lebih fokus dalam menuntaskan studi preklinik saya sembari mempersiapkan diri memasuki masa klinik. Adapun rencana masa klinik dimulai ketika masa koas dengan sebaik mungkin mempelajari berbagai stase yang ada sehingga nantinya dapat lulus menjadi dokter yang berkualitas. Kemudian saya berencana internship di daerah yang cukup minim fasilitas kesehatannya guna menambah pengalaman sekaligus menuntaskan janji saya kepada diri sendiri untuk dapat berkontribusi secara nyata bagi masyarakat dengan fasilitas kesehatan yang kurang memadai. Selanjutnya, seperti ungkapan bahwa menjadi dokter artinya siap menjadi pembelajar seumur hidup, maka kedepannya apabila segalanya berlangsung lancar, saya berencana melanjutkan spesialis di bidang ilmu bedah atau forensik jika saya memutuskan masuk dokter polisi dan terus meningkatkan kompetensi diri melalui seminar maupun fellowship sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu kedokteran dan dapat terus memberi penanganan yang terbaik bagi pasien.
Harapan saya bagi masyarakat kedepannya agar meningkatkan kesadaran hidup sehat dan juga peduli pada kondisi tubuh sehingga tidak sampai mengalami komplikasi serius baru kemudian memeriksakan dirinya maupun orang di sekitarnya. Selain itu, saya juga berharap dari segi administrasi semakin dipermudah sehingga akses kesehatan lebih mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang disertai dengan pemerataan kualitas fasilitas kesehatan di berbagai penjuru negeri sehingga akhirnya dapat meningkatkan kualitas kesehatan bangsa.
Akhir kata, saya sendiri bukanlah orang yang paling pintar dan saya yakin ada banyak orang di luar sana yang lebih pandai dibanding saya. Namun, pintar saja tidak cukup karena diperlukan ketekunan, kesabaran, sikap pantang menyerah, dan keberuntungan untuk berhasil. Oleh karena itu, saya berpesan kepada adik-adik yang hendak masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia agar selalu ingat bahwa ketekunan dalam berdoa dan berusaha adalah kunci yang utama. Bersabarlah dan yakinkanlah diri kalian bahwa segala sesuatu akan indah pada waktunya.
Mantappp