Narasi Perjuangan - Raka Aditya Putra Nugroho
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 11 min read
“Mengenal diri sendiri jauh lebih sukar daripada ingin mengetahui kepribadian orang lain. Sebab itu, kenalilah dirimu sebelum mengenal pribadi orang lain,” kata Buya Hamka. Sosok ulama besar yang terkenal akan ketegasannya menegakan akidah islam serta kegigihannya membela islam. Salah satu fatwa terkenal yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini adalah perayaan Natal bersama merupakan hal yang haram bagi Umat Islam. Fatwa tersebut memancing perdebatan dari berbagai golongan. Bahkan, Buya Hamka mundur dari jabatannya karena merasa ditekan oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara. Buya Hamka yang lebih baik mundur dari jabatan sebagai Ketua MUI daripada menganulir fatwa yang beliau keluarkan. Dibalik ketegasan Buya Hamka, Hamka merupakan seorang modernis. Terbukti dari buku Pelajaran Agama Islam yang beliau tulis menggunakan banyak pemikiran serta teori yang berasal dari barat. Mulai teori Psikologis, sains, serta sosial digunakan Hamka untuk menambah argumen tentang keimanan. Konsep tersebutlah yang membawa saya sampai saat ini. Konsep akan kegigihan, ketegasan, serta kemodernan dalam menerima hal baru.
Sebelum memulai, mari ucapkan salam terlebih dahulu. Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barokatuh. Halo, perkenalkan, saya Raka Aditya Putra Nugroho, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2022. Ibu saya memberi nama tersebut supaya saya dapat menjadi kakak laki-laki yang berguna dan bersinar untuk orang di sekitar saya. Ibu saya memanggil saya dengan sebutan Raka. Saya merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Tentu, banyak ekspektasi orang tua kepada saya, terutama bidang akademik. Maka dari itu, saya membuktikannya dengan masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan jalur SIMAK reguler. Berasal dari daerah merupakan tantangan tersendiri bagi saya dalam berjuang. Mungkin untuk sebagian besar orang di UI tidak begitu mengenal sekolah saya. Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Surakarta. SMA yang mungkin favorit bagi sebagian besar orang di Kota Surakarta. SMA yang mengeluarkan alumni terbaiknya seperti Bapak Perry Warjiyo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Bapak Wahyu Sardono yang kita kenal dalam televisi tanah air era sembilan puluhan sekaligus juga pernah menjadi bagian sivitas akademika Universitas Indonesia di Fisip UI.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Fakultas Kedokteran tertua dan terbaik di Indonesia. Sudah banyak sejarah yang terukir di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Terkenal dengan sebutan ‘FK UI’. Masyarakat Indonesia pun sudah mengerti. Kualitas FK UI tidak diragukan kembali. Tidak heran, hampir setiap tahunnya ribuan bahkan puluhan ribu peserta bersaing saling berebut kursi di FK UI. Yang dapat menimba ilmu di Fakultas Kedokteran UI merupakan putra-putri terbaik dari penjuru seluruh negeri. Sudah ribuan lulusan FK UI yang kini sudah berkarier di dalam negeri maupun di internasional. Salah satunya Ibu Siti Nadia Tarmidzi yang menjadi Juru Bicara Program Vaksinasi Covid-19 yang diselenggarakan Pemerintah Indonesia. Terlepas dari banyaknya lulusan FK UI yang kini sukses dalam berkarier, FK UI memberikan wadah yang berkualitas sebagai salah satu fasilitas dalam menunjang minat mahasiswa yang ingin mengembangkan karier di dunia kesehatan. Tidak hanya itu, FK UI juga turut aktif dalam kemajuan kulatitas kesehatan di indonesia baik dengan mengeluarkan lulusan yang berkualitas juga dengan memberikan dukungan berupa kegiatan kemanusiaan.
Sedari kecil, saya merupakan salah satu andalan keluarga saya untuk mengejar akademik. Rumah yang cukup jauh tidak menghambat hati dan semangat saya untuk bersekolah di kota. Mungkin untuk sebagian orang merasa rumah saya cukup jauh di desa. Jalan yang rusak, ramai akan kendaraan besar yang berlalulalang tidak satupun menyiutkan niat saya untuk terus berkembang. Mungkin setiap orang pernah mengalami dengan pertanyaan ingin bercita-cita menjadi apa. Ketidaktahuan bercita-cita menjadi apa menjadi salah satu omongan pada diri saya saat duduk dibangku sekolah dasar. Mungkin sebagian besar anak sudah memiliki impian juga jalan yang ingin ditempuh kedepannya. Namun, saya belum bisa mendapatkannya. Saya cukup sulit untuk menambatkan hati saya pada sebuah pilihan. Saya selalu berpikir bahwa pilihan ini akan menjadi tombak awal dari segala langkah yang saya ambil kedepannya. Pilihan saat itu hanya untuk mengisi kekosongan impian saya yang belum ditemukan. Banyak dari teman sebaya saya saat itu ingin menjadi dokter. Namun, hal tersebut lantas tidak membuat saya ingin menjadi dokter. Kala itu, saya berpikir untuk menjadi dokter itu saja cukup sulit. Memang profesi dokter merupakan salah satu profesi yang menjanjikan karena dibutuhkan di segala perkembangan serjta kemajuan zaman di masa yang akan datang. Lantas saat itu saya mulai melantangkan impian palsu saya dengan ingin menjadi dokter. Teman sebaya saya hanya tertawa lantas meneriaki saya dengan nada yang cukup keras. Saya teringat betul kejadian itu. Kejadian itu merupakan langkah awal saya untuk selalu mendapatkan sekolah lanjutan yang faovorit juga bergengsi di bidang akademik dan nonakademik. Mungkin teman sebaya saya kala itu hanya menyaksikan saya tertatih-tatih belajar seharian untuk menyiaapkan Ujian Nasional untuk siswa sekolah dasar. Ratusan atau mungkin ribuan soal saya habiskan dengan sisa waktu empat bulan. Mungkin hal tersebut juga yang menyebabkan saya jarang bersosialisasi di lingkungan rumah tempat tinggal milik orang tua saya. Tetangga saya pun sampai bertanya kemana perginya saya saa itu. Sampailah ketika Ujian Nasional SD dilaksanakan. Semangat untuk mengerjakan ujian kala itu menghantarkan saya sebagai lima peraih nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolah saya. Dengan nilai itu juga sukses menghantarkan saya ke sekolah lanjutan impian saya.
SMP Negeri 1 Surakarta. Sekolah menengah pertama yang cukup bergengsi di kota solo. Siswa dan siswinya berprestasi baik bidang akademik dan nonakademik. Hal itu membuat saya berkecil hati, karena merasa tidak sepandai juga seaktif teman sebaya saya. Mungkin saat itu terlintas dibenak saya ingin membantu masyarakat di sekitar saya dengan menjadi penolong. Akhirnya saya memilih untuk masuk ekstrakulikuler Palang Merah Remaja. Mulailah saya belajar dari belajar golongan darah sampai cara menolong orang saat pertama kali kecelakaan. Namun masih belum terlintas bahwa saya ingin menjadi dokter sesungguhnya. Di sisi lain, saya menyukai pelajaran fisika. Pelajaran yang mungkin menjadi momok bagi sebagian besar siswa. Dengan ketelatenan dan kebisaan saya membuat saya ingin untuk berkuliah teknik mesin. Karya serta kekaguman saya dari bapak Habibie kala itu membuat saya termotivasi untuk belajar masuk di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Kota Bandung. Tidak hanya sekali dua kali saya menjawab keyakinan saya saat itu untuk menempuh pendidikan lanjutan setelah SMA di PTN tersebut. Suatu ketika seorang guru IPS datang dan mengajar di kelas saya. Beliau berkata kepada siswa kelas saya pada saat itu bahwa ada wajah-wajah dokter. Mungkin hal tersebut tidak membuat saya goyah keyakinan. Saya tidak tahu orang yang dimaksud Bapak Guru tersebut. Namun yang dibenak saya, yang dimaksud bapak itu teman saya yang selalu rangking pertama sejak awal masuk SMP. Teman saya tersebut memang pribadi yang pintar akademik dan andal dalam bersosialisasi. Tibalah saat sebelum Ujian Nasional tingkat SMP sederajat. Mungkin banyak dari mereka menyiapkan ujian tersebut seperti saya pada awalnya. Mulai dari bimbingan belajar sampai berlatih soal ujian. Mungkin banyak dari angkatan 2022 merasakan ketidakadilan akan sistem zonasi di sekolah. Zonasi, ajang para murid saling beradu jarak rumah ke sekolah. Mungkin prioritas saat ini telah berubah. Mungkin dengan jarak yang lebih dekat ke sekolah memudahkan para siswa untuk masuk ke sekolah lanjutan tanpa harus lelah belajar. Sisanya, rumah yang jauh dari sekolah harus bersaing dengan nilai yang tinggi. Bahkan, tidak ada harapan untuk bisa sekolah di kota karena sulitnya sistem penerimaan perserta didik baru pada tahun itu. Salah satunya saya. Rumah yang jauh dari kota membuat saya hampir tidak bisa bersekolah kembali di kota solo. Untuk sekolah di kota kabupaten pun juga tidak bisa karena juga sama menempuh puluhan kilometer. Mungkin benar, karunia dan rezeki Tuhan memang benar adanya. Ternyata saya tetap bisa bersekolah di kota dengan menggunakan nilai. Meskipun, saya harus menelan pil pahit bahwa tidak diterima di sekolah pilihan pertama, namun untuk dapat kembali sekolah di kota juga merupakan anugrah.
SMA Negeri 3 Surakarta. Mungkin banyak dari warga Solo yang mengenal sekolah tersebut. Sekolah yang terkenal akan muridnya yang berbagai macam latar belakang, agama, juga suku. Daerah SMA Negeri 3 Surakarta memang di dekat perkampungan etnis tionghoa juga arab. Disinilah saya mulai menemukan jati diri saya untuk menjadi seorang dokter. Banyak lulusan sekolah itu yang berkarier di dunia kesehatan. Mungkin itu salah satu latar belakang saya bisa memilih kedokteran saat ini. Mungkin puncak dari tekat bulat adalah Edu Expo. Acara tahunan yang diadakan alumni untuk mengenalkan perguruan tinggi negeri dengan berbagai macam jurusan. Saat itu ada seorang teman yang mengajak saya ke salah satu ruangan yang berisikan Mahasiswa Universitas Indonesia. Saat itu jurusan yang paling menarik adalah kedokteran. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari sekian banyak impian dan cita-cita yang saya pikirkan. Disinilah saya mulai jatuh hati untuk mengejar kedokteran, terutama kedokteran UI. Saking senangnya, saya banyak menghubungi banyak orang, salah satunya ibu saya. Namun, secara gamblang ibu saya menyadarkan bahwa saya sulit untuk mendapatkannya. Melihat peluang di Universitas Indonesia saja tidak berani, apalagi kedokterannya. Ibu saya pernah berkata kepada saya bahwa saya lebih baik mengejar kedokteran di salah satu perguruan tinggi di Kota Pelajar, yaitu Kota Yogyakarta. Mungkin itu yang menjadi semangat saya untuk mengejar impian saya untuk masuk dokter. Mungkin setiap orang yang bertanya akan merasa terheran, bahkan ada yang mencemooh serta meremehkan saya. Hal tersebut sudah biasa saya dengarkan sedari kecil. Mungkin itu adalah pelecut cambuk bagi saya. Pernah di suatu hari, hujan mengguyur deras, namun saya tetap bergegas untuk bimbingan belajar. Jalan yang sudah tidak memadai, penerangan yang kurang, menjadi tantangan tersendiri bagi pengendara yang lewat. Tidak terkecuali saya dan ibu saya. Saat itu saya pulang dengan kondisi cuaca yang sedang hujan deras. Bahkan untuk melihat jalan saja sulit. Kendala itu menyebabkan sepeda motor yang ibu dan saya tumpangi masuk kedalam kubangan yang dalam. Ibu saya disitu hanya berteriak. Ibu saya berdoa dibawah rintihan hujan memohon agar kerja keras saya terbayar lunas dengan menjadi seorang yang besar. Sampai disuatu ketika saya mendaftar SNMPTN. Saya lolos ke tahap siswa yang eligible. Namun, satu persatu kegagalan muncul kembali. Gambar dengan tulisan semangat serta latar belakang merah yang saya dapatkan. Mungkin ini adalah sebuah awal langkah saya untuk mendapatkan yang terbaik. Kegagalan demi kegagalan saya lewati. Mungkin yang paling membekas adalah doa saya selama bertahun-tahun untuk masuk ke perguran tinggi yang ada di Kota Yogyakarta itu tidak ada yang terjadi. Namun, SIMAK adalah jalan saya. Berusaha meyakinkan Orang Tua yang tidak ingin anaknya pergi mengadu nasib di ibukota adalah hal mustahil. Namun ibu saya hanya bilang untuk mencoba saja. Benar saja, saya mendaftarkan SIMAK reguler. Mungkin langkah awal saya untuk mulai belajar kembali dengan mengesampingkan berbagai macam hal. Kefokusan saya berpusat di SIMAK. Sampailah ketika saat saya ujian. Hanya saat ujian SIMAK saya merasa mantap untuk menjawab. Mungkin masih banyak di antara orang di sekitar saya masih meragukan kemampuan saya. Apalagi setelah saya tidak dapat lolos dalam program kedokteran di perguruan tinggi di daerah tempat saya tinggal. “Rasayanya tidak mungkin, mustahil,” perkataan beliau yang paling membekas. Namun tetap tertanam rasa ingin membuktikan. Rasa yang mungkin sulit untuk diraih. Otak yang dirasa dangkal juga sebuah penghalang. Siapa yang tidak heran. Anak daerah yang bercita-cita menjadi dokter. Latar belakang di bidang kesehatan pun tidak ada, apalagi untuk menjadi dokter. Berbagai macam hal saat itu di otak saya. Tentu saya merasa kecil hati, tidak percaya diri. Namun, saya teringat. Tiap tetes keringat, tiap tetes air mata, dan tiap jam yang detak sudah saya habiskan cukup banyak. Apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Saya yang sudah terlanjur mengidam-idamkan fakultas kedokteran juga harus mulai melangkah lagi. Mungkin tolak hidup perjuangan saya adalah pengumuman SIMAK UI. Besar harapan memang, tatkala juga merasa mustahil. Kembali guru bimbingan saya meraih kertas nomor ujian saya. Beliau mulai memasukkan angka demi angka ke dalam forum pengumuman. Saya tidak berani melihat. Takut kekecewaan itu akan kembali. Saya keluar, mengambil wudhu, serta beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak terasa, air mata mengalir jatuh. Perasaan gundah kini mulai menghantui. Saya berpasrah pada saat itu. Setelah selesai, saya kembali. Saya tidak berani menatap wajah Guru Bimbel saya. Terkejut, Guru saya mengabarkan berita itu. Saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ibu saya yang menunggu kabar dari saya, lantas saya telepon. “Mama, alhamdulillah diterima saya diterima’” ucap saya penuh haru. Air mata jatuh tidak terbendung. Mungkin itu adalah pembuktian dari salah satu doa ibu saya.
Jalan tidaklah mudah, banyak tantangan juga rintangan yang mulai berdatangan. Berubah menjadi lebih baik adalah sebuah solusi. Saya mulai kembali mencoba menjadi pribadi yang kembali terbuka. Mungkin seperti Buya Yahya. Beliau sangat terbuka dengan bidang keilmuan apapun. Bidang keilmuan itu hanya bisa diraih dengan kegigihan saya. Saya ingin mengubah pola belajar saya dengan mulai belajar dari hal yang kecil. Hal yang kecil bisa jadi sangat krusial. Mungkin seperti kembali belajar dari awal, mulai menyicil tugas, dan hal-hal yang lain akan saya mulai. Saat bersekolah mungkin saya adalah pribadi yang tidak terencana. Penilaian harian saja kadang belajar hanya satu malam. Perencaanan waktu mungkin juga akan saya kembali perbaiki. Waktu juga hal yang sangat krusial. Salah satu bentuk profesionalitas dalam menghargai rekan sejawat, guru, maupun pasien yang akan ditolong. Ketidaktepatan waktu bisa melayangkan nyawa seseorang. Hal itu jangan sampai terjadi. Selain waktu, ada hal yang lain yaitu berkomunikasi. Komunikasi akan menjadi penghubung antara rekan sejawar, dosen, bahkan dalam penyampaian kepada pasien. Pentingnya komunikasi akan sangat berdampak pada nilai profesionalitas kita dalam melakukan sebuah pekerjaan.
Sebuah harapan, sebuah impian, sebuah cita harus diraih. Mungkin langkah besar sudah diambil. Diterima di fakultas kedokteran haruslah berkembang. Sebuah harapan perlu diambil. Salah satunya dengan mengembangkan komitmen yang ingin saya ubah. Pengubahannya pun tidak dari hal besar tetapi mulai dari hal yang kecil. Mungkin dengan pengembangan softskill. Salah satunya cara berkomunikasi juga profesionalitas. Salah satu caranya dengan mengikuti pengembangan softskill dengan mengikuti webinar dan seminar baik skala kecil maupun besar. Dari acara tersebut, bisa diambil berbagai macam bidang keilmuan. Bidang keilmuan tersebut bisa menambah wawasan kita juga mengembangkan sosftskill kita. Selain pengembangan di bidang kecil, juga saya akan terfokus dalam bidang keakademikan. Mulai dari mengikuti kuliah, aktif di kelas, sampai aktif kegiatan baik di kampus maupun di luar kampus. Selain itu juga dengan menambah kefokusan untuk meraih nilai yang tinggi adalah sebuah harapan yang paling besar.
Sebagai yang kita tahu, kedokteran memiliki masa preklinik juga klinik. Perjalanan preklinik mungkin baru akan dimulai. Namun, tidak ada salahnya untuk merencanakan hal yang dimpikan selama masa preklinik. Rencananya mungkin beragam apabila dilihat dari jangkanya. Saya melihat jangka pendek terlebih dahulu. Banyak yang harus dikembangkan. Salah satunya dengan beradaptasi dengan sistem di dunia perkuliahan. Beradaptasi juga dapat dimulai dari hal kecil. Salah satunya mengubah metode belajar. Mungkin bagi sebagian orang, belajar dengan sistem kebut semalam saat di bangku sekolah merupakan hal yang lumrah untuk dilakukan. Saya melihat dari materi kuliah yang cukup banyak serta kompleks, metode belajar tersebut sudah tidak efektif dilakukan. Selain dengan kompleksnya materi kuliah, materi yang lebih terjadwal membuat kita bisa mengatur jadwal secara terpadu. Jadwal terpadu di dalamnya memuat jadwal untuk belajar, berorganisasi, bermain, juga untuk beristirahat. Dengan demikian jadwal terpadu sangat membantu kehidupan kita di masa preklinik.
Selain jangka pendek, terdapat juga jangka panjang. Mungkin setiap orang akan menggambarkan rencananya secara berbeda. Saya menggambarkan rencananya saya secara panjang dengan mendapatkan nilai yang bagus dalam mata perkuliahan. Dengan nilai tersebut, saya bisa meraih transkrip nilai yang baik untuk mendapatkan predikat cumlaude dalam menyelesaikan dunia perkuliahan preklinik. Selain itu dengan nilai yang bagus, rencana kedepannya dengan mempersiapkan skripsi juga yang lain sebagai tolak ukur kelulusan mahasiswa selama masa preklinik.
Setelah menempuh tiga hingga empat tahun perjalanan selama masa preklinik, mahasiswa yang telah lulus akan menjalani masa klinik atau yang biasa disebut dengan koas. Mungkin kehidupan di masa koas akan sedikit berbeda dengan masa preklinik. Disini koas dituntut turut aktif terjun langsung di lapangan dibawah konsulen juga residen. Saya merencanakan selama koas menjadi koas yang aktif, turut memberikan layanan terbaik, serta mengedukasi pasien dengan komunikasi yang baik. Koas yang aktif dapat diiringi dengan belajar melalui kasus yang diobservasi nantinya. Dengan kasus yang diobservasi secara baik, koas yjuga bisa memberikan layanan yang baik juga kepada pasien, sekaligus memberikan edukasi dengan komunikasi terhadap pasien.
Koas akan menjadi dokter. Setelah melewati perjalanan yang panjang dan berat. Sampailah dititik waktu sudah menjadi dokter. Menjadi dokter bukan perkara yang mudah. Maka, disini saya berharap pada diri saya di masa yang akan datang. Saya berharap bahwa diri saya akan mengedepankan asas tolong-menolong. Saya juga ingin membantu masyarakat di daerah terpencil untuk mendapatkan fasilitas kesehatan lebih layak. Saya juga ingin mengedukasi masyarakat dengan membuka pandangan mereka mengenai dunia kesehatan yang lebih modern. Dengan memberikan edukasi mengenai dunia kesehatan juga membantu masyarakat terutama di daerah terpencil akan sedikit membantu bangsa indonesia untuk memeratakan kesehatan.
Masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah sebuah harapan bagi setiap orang, Maka saya ingin berpesan terhadap adik kelas saya ataupun teman seangkatan saya yang tahun ini belum masuk ke Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Saya berpesan tetaplah teguh pada pendirian kalian untuk tetap masuk dunia kedokteran dibarengi dengan kepercayaan kepada Tuhan. Pasti, Tuhan memiliki jalan yang terbaik, waktu yang terbaik, juga takdir yang terbaik untuk mempersiapkan kalian masuk ke FK UI. Tidak lupa tetap berusaha, karena usaha itulah yang juga membantu kalian sampai ke langkah selanjutnya. Semangat selalu.
Comentários