Narasi Perjuangan - Patricensia Metha Daeng Dandi Hutajulu
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 9 min read
Halo! Perkenalkan nama saya Patricensia Metha Daeng Dandi Hutajulu, biasanya dipanggil Patri. Saya dulunya bersekolah di SMA Unggul Del dan tahun ini saya lulus SBMPTN dan resmi menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FK UI tahun 2022. Pada tulisan ini saya akan bercerita sedikit mengenai kilas balik perjalanan saya hingga sampai ke titik ini.
Setiap kali ada guru yang bertanya siapa yang mau jadi dokter, saya pasti mengangkat tangan, tinggi dan bangga. Saya tidak ingat kapan pertama kali keinginan untuk menjadi dokter muncul, kapan pertama kali saya terpikir untuk menjadi seorang dokter, tetapi kalau diingat-ingat sedari kecil saya selalu ingin menjadi dokter. Tidak ada alasan khusus, motivasi saya untuk menjadi dokter sewaktu kecil hanya karena merasa kalau profesi dokter itu keren dan memang sangat populer di kalangan anak kecil bersama profesi seperti polisi, guru, dan pengacara. Pada akhirnya cita-cita untuk menjadi dokter terbawa hingga bangku SD, SMP, dan SMA.
Ketika saat saya duduk di kelas 11 SMA, untuk pertama kalinya, saya benar-benar memikirkan cita-cita yang sudah saya miliki sejak kecil ini dengan serius. Dengan bayang-bayang UTBK dan SBMPTN di depan mata, saya saat itu dituntut untuk benar-benar mempertimbangkan cita-cita saya. Apalagi jurusan kedokteran selalu menjadi jurusan dengan keketatan dan persaingan tertinggi, saya menjadi berpikir ulang dan mempertanyakan kembali cita-cita saya sebagai seorang dokter. Dulunya setiap kali ditanya, “Kenapa sih mau jadi dokter?”, jawaban yang paling sering saya beri adalah, “Ingin membantu orang banyak”. Akan tetapim dalam fase ini rasanya jawaban saya selama ini terdengar sangat pretentious dan idealis. Apalagi setelah menggali lebih dalam dan tahu apa yang harus dikorbankan untuk menjadi seorang dokter, saya semakin ragu. “Apakah hanya profesi dokter yang bisa membantu banyak orang? Yakin bisa rela dan commit sekolah selama itu? Yakin bisa bersaing dengan ribuan orang lainnya dan lulus UTBK? Yakin bisa benar-benar tekun belajar kalau nanti jadi mahasiswa kedokteran?”, saya kembali bertanya pada diri saya sendiri. Di titik ini saya baru menyadari seberapa panjang jalan untuk menjadi seorang dokter dan seberapa besar komitmen yang harus diberikan. Apalagi sedari dulu saya bukan tipe siswa yang bisa tekun belajar berjam-jam lamanya dengan persiapan ujian jauh-jauh hari. Hampir setiap ujian saya belajar sehari sebelum; mengandalkan sistem kebut semalam. Padahal kalau mau menjadi dokter nantinya, saya harus bisa tekun, harus bisa menjadi long life learner. Hingga akhirnya, ada satu momen yang saya alami saat itu, yang membuat saya rasanya seperti tercerahkan dan tersadar dan pada akhirnya membuat saya bertekad dan yakin akan cita-cita saya untuk menjadi seorang dokter.
Meskipun saya sudah berkomitmen untuk menjadi seorang dokter dan tahu betapa kerasnya persaingan untuk mendapatkan satu bangku untuk menjadi mahasiswa kedokteran, saya belum bisa tekun belajar untuk persiapan UTBK. “Old habits die hard”, katanya. Ditambah kondisi belajar online, rasanya semakin sulit untuk memulai ambis UTBK. Pada akhirnya saya baru tersadar kalau UTBK sudah semakin dekat setelah kelas 12 semester 2, barulah disitu ngebut untuk belajar UTBK.
Saya belajar setekun yang saya bisa, tetapi ternyata usaha saya belum cukup untuk mendapatkan hasil yang saya inginkan. Saat itu saya cukup percaya diri dengan hasil SBMPTN, soal-soalnya masih bisa dijawab, yang membuat saya juga tidak belajar untuk ujian mandiri. Sehingga ketika saya hanya diterima di pilihan kedua di SBMPTN, saya tidak ada rencana cadangan apapun. Sekarang saya menyadari betapa bodoh dan sombongnya saya saat itu. Pada akhirnya saya mengambil pilihan dua di SBMPTN saat itu. Setidaknya walaupun bukan di universitas yang saya inginkan, mimpi saya untuk menjadi seorang dokter masih bisa terwujud. Ketika akhirnya mendaftar ulang, saya sudah berkomitmen untuk menyelesaikan pendidikan saya di sana. Mimpi saya untuk berkuliah di universitas yang saya mau masih bisa diwujudkan nanti.
Hingga suatu hari di bulan Februari, saya melihat postingan mengenai pendaftaran akun LTMPT. Saya otomatis teringat dengan hasil UTBK tahun lalu. Alhasil hari-hari selanjutnya saya jadi terus terpikir untuk mencoba UTBK lagi. Saya masih belum puas. Sebulan lamanya saya bergumul, setelah mempertimbangkan segala pro kontra dan meminta saran dari orang tua serta teman-teman hingga sampai pada keputusan untuk mencoba lagi tahun ini. Saya masih ingat persis tanggal ketika saya benar-benar memutuskannya, 1 Maret 2022.
Berbeda dengan tahun lalu, kali ini saya memilih FK UI sebagai pilihan pertama. Sebagai salah satu fakultas kedokteran tertua dan terbaik di Indonesia, saya pikir FK UI menawarkan kesempatan yang sangat luas bagi saya untuk belajar dan berkembang. Banyaknya penelitian di bidang kesehatan yang dilakukan disini serta berbagai prestasi yang dicapai setiap tahunnya juga membuat saya semakin bertekad untuk menjadi bagian dari FK UI.
Belajar dan mengulang kembali semua materi SMA setelah ditinggalkan setahun lamanya rasanya sangat sulit, saya tidak tahu harus memulai darimana dan bagaimana. Belajar untuk UTBK saja sudah sulit bahkan ketika saya masih baru lulus SMA tahun lalu. Apalagi di tengah waktu yang sempit dan materi yang harus dipelajari lebih banyak, rasanya mustahil untuk berhasil. Belum lagi saya tidak bisa benar-benar mendedikasikan waktu saya untuk belajar UTBK 100 persen, masih ada kuliah yang harus dipikirkan. Tidak hanya kelas dari pagi sampai sore yang harus saya ikuti, saya juga harus belajar untuk ujian, belajar untuk praktikum, dan mengerjakan berbagai tugas-tugas kuliah. Di saat yang sama, saya juga tidak berani untuk meninggalkan kuliah, risikonya terlalu besar mengingat kemungkinan saya berhasil di UTBK juga kecil.
Ada masa-masa saya ingin menyerah karena sulit sekali untuk membagi waktu dan stress yang saya alami rasanya sudah di puncak. Saya pikir, “Ya sudahlah, ngapain sih harus kali ke UI. Bersyukur ajalah sama kondisi sekarang.” Namun di saat yang sama saya juga takut untuk menyerah, takut akan menyesal di kemudian hari karena tidak mencoba karena pada akhirnya saya tidak akan tahu hasilnya bagaimana kalau tidak mencoba. Dengan begitu keesokan harinya saya bisa bangkit lagi dan belajar lagi. Ada juga masa-masa saya sangat pesimis dengan hasilnya nanti walaupun belum ujian kalau mengingat masa belajar saya yang sangat singkat, hanya 2,5 bulan setelah tidak mempelajari materi ini setahun lebih dan harus diselingi juga dengan kuliah. “Tahun lalu saja yang benar-benar fokus untuk belajar UTBK hasilnya tidak maksimal, apalagi sekarang”, pikir saya saat itu. Rasanya impian saya untuk bisa menjadi bagian dari FK UI itu mustahil.
Sehari sebelum saya mengikuti UTBK, saya tidak bisa tidur sama sekali. Gelisah, cemas, dan takut rasanya saat itu. Alhasil saya hanya tidur selama 3,5 jam untuk ujian yang sangat penting ini. Keesokan harinya saya tidak selera makan dan mual karena gugup. Setelah keluar dari ruangan ujian saja rasanya sudah hopeless, di detik itu juga saya sudah membuat rencana belajar untuk ujian mandiri nantinya. Saya langsung mendaftar UTUL dan SIMAK begitu pendaftaran dibuka. Ya, saya mendaftar SIMAK bahkan sebelum pengumuman UTBK karena saya sudah sangat yakin tidak akan lulus.
Di hari pengumuman, saya menjalani hari seperti biasa. Saya bangun pagi seperti biasa, sangat tenang dan tidak gelisah sama sekali karena memang tidak ada ekspektasi apa-apa untuk hasil UTBK, penasaran pun tidak. Saya bahkan menghabiskan hari itu untuk membahas soal-soal SIMAK tahun-tahun sebelumnya. Namun, saya terdistraksi juga, terlihat jam menunjukkan pukul 15.01. Rasa penasaran pun muncul. Saya berusaha untuk tetap fokus belajar, tetapi saya menyerah dan membuka website LTMPT juga pada akhirnya. Saya ketik nomor peserta dan tanggal lahir, sebelum menekan tanda “Lihat Hasil”, saya menarik nafas panjang dan berkata pada diri saya sendiri, “Udah ya, habis ini belajar langsung, jangan sedih-sedih ga jelas”. Saya sudah bersiap untuk melihat tulisan “Jangan putus asa dan tetap semangat” dari LTMPT, mata saya sudah melihat ke bagian atas layar. Tiba-tiba di layar saya muncul barcode dan tulisan “Selamat! Anda dinyatakan lulus seleksi SBMPTN LTMPT 2022”. Melihat itu tangan saya seketika langsung tremor. Bermenit-menit lamanya saya diam mematung, tidak bisa memproses apa yang saya lihat sekarang. Rasanya seperti mimpi, too good to be true. Dari kemarin saya sudah mempersiapkan untuk melihat saya tidak lulus, tetapi ketika yang terjadi adalah sebaliknya, saya jadi tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Setelah tersadar saya langsung check ulang empat link mirror yang berbeda untuk memastikan, ternyata hasilnya masih sama. Selanjutnya, saya meminta teman saya untuk check, siapa tahu perangkat saya yang salah, ternyata hasilnya juga sama: saya lulus di FK UI. Barulah saya memberitahu kedua orang tua saya yang saat itu masih bekerja. Rasa senang, bangga, dan terharu campur aduk saat itu. Ucapan selamat membanjiri kotak pesan saya. Teman, guru, keluarga, semuanya ikut gembira dengan hasil ini. Hari itu rasanya saya ada di langit kesembilan.
Jujur saja, setelah pengumuman SBMPTN kemarin hingga saat ini, ada saat-saat saya meragukan diri sendiri. Apakah saya benar-benar pantas menjadi bagian dari FK UI? Kayaknya masih banyak yang belajarnya lebih keras, lebih tekun, lebih giat. Rasanya masih tidak percaya bahwa saya diberi kesempatan seperti ini. Namun, pada akhirnya dengan menulis tulisan panjang ini, saya diajak untuk melihat kembali perjuangan saya untuk sampai ke titik ini. Saya masih belum bisa bilang kalau saya pantas, tetapi saya sekarang tahu bahwa salah satu cara mengetahuinya adalah dengan berusaha memberikan yang terbaik yang saya bisa selama menjadi mahasiswa FK UI. Pada akhirnya mungkin saya bisa membuktikan dan meyakinkan diri saya sendiri kalau ternyata saya pantas mendapat kesempatan ini.
Bagi saya bisa menjadi bagian dari FK UI, salah satu institusi terbaik di negeri ini, adalah sebuah kesempatan sekaligus tanggung jawab. Kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru, kesempatan untuk bertemu orang-orang baru, dan kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang lebih baik dan menjadi seorang calon dokter yang baik pula. Di saat yang sama ada beban dan tanggung jawab baru. Menyandang predikat sebagai mahasiswa FK UI, menjadi bagian dari orang-orang yang katanya terpilih dan salah satu yang terbaik di negeri ini membuat adanya ekspektasi lebih di pundak saya. Namun, saya tidak ingin memandang hal tersebut sebagai kekurangan atau halangan untuk berkembang, saya pikir ekspektasi seperti itu bisa dijadikan motivasi saja untuk tetap berusaha melakukan yang terbaik dan berusaha untuk bisa dan tetap pantas menyandang status tersebut.
Kedepannya sebagai bagian dari FK UI saya berharap bisa belajar sebanyak-banyaknya. Tidak hanya belajar ilmu tentang cara mengobati pasien, tetapi saya juga ingin belajar menjadi dokter yang baik. Tidak hanya belajar untuk menjadi seorang dokter, saya harap saya juga bisa belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik juga. Saya berharap saya bisa menggunakan segala kesempatan yang ada dan menikmati setiap proses yang akan saya jalani disini kedepannya. Proses yang tidak hanya terdiri dari kelas-kelas kuliah saja, tetapi saya juga ingin terlibat kegiatan-kegiatan di luar kelas seperti organisasi, kepanitiaan, penelitian, lomba atau kegiatan sukarelawan. Untuk itu melakukan semua ini, saya harus bisa benar-benar membagi waktu dan berani keluar dari zona nyaman.
Saya memiliki mimpi besar kalau ditanya mau jadi dokter seperti apa nantinya. Saya ingin menjadi dokter yang bisa membawa perubahan dan dampak bagi orang-orang di sekitar saya, bisa membantu mereka yang membutuhkan sehingga kedepannya akses kesehatan tidak lagi terbatas bagi mereka di tempat yang terpencil dan jauh, bisa melakukan penelitian untuk menemukan pengobatan bagi penyakit-penyakit yang belum ditemukan obatnya hingga saat ini, dan masih banyak lagi. Namun, sebelum semua itu bisa terjadi, saya harus memulai dengan berusaha menjadi dokter yang baik, seorang dokter yang bisa melayani dan mengabdi. Tidak hanya sekadar menjadi dokter yang tahu tatalaksana setiap penyakit untuk mengobati pasien, tetapi juga dokter yang bisa berkomunikasi dan melayani pasien dengan baik. Untuk bisa menjadi demikian saya harus berlatih dan belajar dari sekarang. Dengan aktif di berbagai kegiatan dan berusaha mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya, saya berharap saya bisa mengembangkan skill-skill untuk menjadi dokter yang dibutuhkan oleh pasien saya nantinya.
Untuk teman-teman saya dari FK UI angkatan 2022, saya sangat bangga dan bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang hebat seperti kalian. Semoga kedepannya angkatan kita semakin solid, saling membantu, dan tumbuh menjadi teman sejawat yang peduli satu sama lain. Saya tidak sabar untuk memulai petualangan baru bersama kalian semua. Semoga kelak kita bisa menjadi perwujudan nama angkatan yang sudah kita pilih bersama, Brilian.
Bagi pembaca yang memiliki mimpi untuk menjadi bagian dari FK UI atau mimpi besar apapun yang kamu miliki saat ini, jangan takut untuk mencoba. Meskipun rasanya mustahil untuk terjadi, pada akhirnya kita tidak akan tahu bagaimana hasilnya kalau tidak dicoba. Setelah melewati masa-masa berat dan pahitnya kegagalan tahun lalu, saya mau bilang, “Jangan takut untuk gagal”. Manusia mana sih yang tidak pernah gagal? Bagi saya kegagalan adalah bagian dari proses. Dari kegagalan saya tahun lalu, saya belajar banyak hal dan pada akhirnya saya bisa memperbaiki banyak hal juga. Saya bahkan bersyukur karena melalui kegagalan itu jugalah saya bisa lebih mengenal diri saya sendiri, dari situ saya bisa bertumbuh menjadi lebih baik lagi. Hal-hal apapun yang kita impikan entah itu lulus SBMPTN, memenangkan lomba, atau apapun itu, kita harus menyadari bahwa pada akhirnya outcome tersebut adalah hal yang tidak bisa kita kontrol, banyak faktor-faktor yang bekerja. Akan tetapi yang bisa kita kontrol adalah seberapa keras kita berusaha. Meskipun pada akhirnya mungkin hasilnya tidak sesuai harapan, kita bisa berbangga dan tidak menyesal sedikit pun karena sudah mencoba, karena melakukan yang terbaik pada hal-hal yang memang bisa kita kontrol.
Sebagai penutup, saya ingin berterima kasih sebanyak-banyaknya. Terima kasih pada Tuhan yang menemani, menuntun, dan menguatkan setiap langkah saya hingga sampai ke titik ini. Terima kasih untuk kedua orang tua saya yang selalu mendukung semua keinginan dan keputusan yang saya buat. Terima kasih untuk keluarga, guru, teman, dan semua orang-orang di sekitar saya yang selalu membantu saya hingga sekarang ini. Terima kasih untuk semua oppa-oppa Korea yang sudah menjadi sumber hiburan saat stress melanda. Terima kasih juga buat pembaca yang sudah membaca esai ini hingga akhir. Yang terakhir dan terutama adalah terima kasih untuk diri saya sendiri yang sudah berani untuk mencoba lagi, untuk tidak menyerah di saat-saat sulit dan ketika impian saya rasanya mustahil, terima kasih banyak untuk tidak takut gagal. You did great, Pat!
Pat aku nangis bahagia km di fkui! Selamat berkembang di tempat baru <3