top of page

Narasi Perjuangan - Pangredana Raka Kabinawa

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 10 min read

Halo perkenalan, nama saya Pangredana Raka Kabinawa teman-teman dan kenalan saya biasa memanggil saya Rere. Sebelumnya saya menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Surakarta. Domisili saya sebelumnya adalah di kota Surakarta, tetapi saya tidak dilahirkan di Surakarta melainkan di Jakarta. Saya memiliki hobi melakukan jogging, mendengarkan cerita horror, dan bermain game. Alhamdulillah tahun ini, saya dapat bergabung ke dalam keluarga mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur simak reguler. Meskipun pada saat SMA saya masih belum mengikuti kompetisi dalam bidang akademik saya mengikuti berbagai organisasi dan kepanitiaan untuk melatih softskill saya. Perjuangan saya untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memang tidak bisa dianggap singkat jadi akan ada beberapa hal yang menarik dalam cerita ini.


Ketika terdengar kata FKUI pikiran saya langsung membayangkan fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Hal ini tentu saja wajar dan hampir semua orang akan setuju dengan pernyataan ini karena FKUI selain menjadi salah satu dari banyak fakultas di Universitas Indonesia, universitas terbaik di Indonesia, dengan fasilitas dan tenaga pengajar yang sangat baik, FKUI juga telah meraih banyak sekali pencapaian ataupun prestasi, FKUI telah mencetak banyak dokter yang telah berperan banyak untuk Indonesia. Dengan demikian, untuk menjadi bagian dari FKUI diperlukan usaha dan motivasi belajar yang sangat luar biasa karena passing grade dan ketetatannya yang tinggi dalam SNMPTN, SBMPTN, talent scounting, simak reguler, maupun simak KKI.


Pada saat saya masih kecil saya sering diceritakan mengenai bagaimana kampus UI itu oleh ayah saya yang kebetulan merupakan alumni UI. Pada saat itu saya langsung membayangkan betapa besarnya kampus UI dengan berbagai fasilitas yang disediakan untuk menunjang pembelajaran mahasiswa. Spontan saya langsung mengatakan kepada ayah saya kalau saya ingin menjadi mahasiswa UI kelak walaupun jujur saja pada saat itu saya masih belum tahu usaha dan tekad yang diperlukan untuk menjadi seorang mahasiswa UI apalagi mahasiswa FKUI.


Sejak dahulu, tepatnya pada masa SMP, saya sudah bercita cita menjadi dokter. Saya ingin menjadi dokter untuk membantu orang yang memerlukan bantuan medis. Alasan saya menjadi dokter mungkin bisa dibilang klise, generik, biasa, atau klasik, tetapi saya menjadi terpanggil menjadi dokter karena suatu peristiwa yang lumayan penting didalam hidup saya. Saat itu, saya masih duduk pada bangku SMP kelas 7 pada suatu hari saya mendapat kabar bahwa almarhumah nenek saya dibawa ke rumah sakit karena komplikasi dari penyait diabetes melitus tipe dua. Hati saya terasa seperti teriris karena sosok yang paling dekat dengan ibu bagi saya semenjak ibu saya meninggal harus menderita karena penyakit itu. Saya sekeluarga merasa putus asa karena pengobatan berbulan-bulan yang tak kunjung usai, tetapi karena usaha kerja keras dari tenaga medis rumah sakit alhamdulillah almarhumah nenek saya dapat dipulangkan. Setelah itu saya terkagum dengan betapa mulianya menjadi dokter bisa membantu orang yang membutuhkan dan dapat menyembuhkan orang yang sedang sakit secara langsung. Setelah itu, saya pun iseng bertanya bagaimana pendapat almarhumah kalau saya menjadi dokter beliaupun menjawab, “itu cita cita yang bagus kamu akan mendapat banyak pahala, bisa membantu banyak orang yang membutuhkan, dan syukur syukur bisa membantu nenek jika sakit”. Mungkin dari situlah mulai bertumpuknya bara yang akan membakar semangatku untuk menjadi dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Pada masa SMP sebenarnya saya sangat ingin bersekolah di SMA Pradita Dirgantara karena dijanjikan biaya pendidikan yang gratis sayangnya saya tidak diterima. Pada awalnya saya dengan berat hati melanjutkan pendidikan saya di SMA Negeri 1 Surakarta, tetapi saya berpikir kalau jika tanpa bimbingan dan support yang diberikan oleh teman-teman dan semua kenalan saya selama menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Surakarta mungkin saya tidak akan menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran dari Kampus Perjuangan. Sekarangpun saya sadar kalau diterimanya saya di SMA Negeri 1 Surakarta mungkin merupakan takdir terbaik yang diberikan oleh ALLAH SWT dan merupakan berkat yang patut disyukuri.


Sejak kelas 10 saya sudah mulai melakukan riset mengenai jalur pendaftaran universitas. Setelah melakukan riset saya langsung belajar dengan giat mempersiapkan nilai saya untuk memperbesar peluang saya diterima melalui jalur SNMPTN agar bisa mencapai cita cita saya yaitu menjadi dokter. Setiap malam belajar dan mengerjakan tugas itulah rutinitas saya selama menjadi freshmen dimasa SMA.


Berbagai rintangan dan cobaan saya alami semenjak saya menginjak kelas 11 SMA. Beberapa kakak kelas juga sudah berpesan kepada saya agar bijak mengatur waktu antara belajar dan berorganisasi kalau saya ingin menjaga nilai raport yang baik untuk SNMPTN. Kebetulan saya juga terpilih menjadi pengurus MMPK dan menjadi pengurus dalam berbagai organisasi ekstrakuriler yang saya ikuti. Pada awalnya jujur saja saya merasa kewalahan dalam mengatur waktu, tetapi perlahan-lahan saya mulai merasa santai dalam keseharian saya yang bisa dibilang hectic. Ketika akhir tahun ke dua ini saya juga mendaftar di bimbel persiapan SBMPTN, dapat melakukan serah terima jabatan kepada adik kelas penerus organisasi agar saya dapat mulai fokus menjaga dan meningkatkan nilai raport serta menyicil materi SBMPTN pada semester kedepan.


Kelas 12, kelas pertaruhan nasib, tiga tahun sudah saya jalani di SMA Negeri 1 Surakarta dan ini adalah babak final dalam bagian hidup itu tentu saja diperlukan semangat dan usaha ekstra pada masa-masa ini. Dengan pandemi Covid-19 yang belum reda sepenuhnya terpaksa dilakukan persiapan dibimbel dengan metode hybrid. Hal ini memang agak mengecewakan, tetapi tidak tidak memadamkan semangatku untuk menjadi dokter. Datanglah ujian akhir semester lima, ujian terakhir yang mempengaruhi raport untuk SNMPTN, sebenarnya saya sudah menyicil materi dari jauh hari, namun masih saja ada perasaan ragu dan ketakutan ketika mengerjakan ujian akhir semester itu. Mungkin saja terasa seperti itu karena memang ini ujian terakhir di sekolah yang benar benar saya anggap penting karena memengaruhi kesempatan SNMPTN. Setelah keluarnya raport semester lima saya dan teman-teman sekelas saya mulai sering konsultasi pada guru BK sekolah saya. Pada minggu minggu setelahnya guru BK di sekolah saya sudah merekap nilai-nilai siswa dan alhamdulillah saya diperkirakan termasuk salah satu siswa yang eligible untuk SNMPTN, tetapi memang pada saat itu nilai saya diperkirakan tidak cukup untuk diterima di FKUI serta belum ada alumni dari SMA saya yang diterima di FKUI melalui SNMPTN jadi saya mengurungkan niat saya. Saya dan ayah sayapun berunding untuk menentukan universitas yang akan dipilih untuk SNMPTN. Kami mencapai kesimpulan untuk mengambil pilihan “aman” agar saya bisa mencapai cita-cita sebagai dokter.


Sampailah pada semester terakhir periode waktu yang paling berat secara fisik maupun mental dalam waktu saya sebagai pelajar SMA. Setelah rehat sejenak pada akhir tahun mulai kembalilah rutinitasku, meskipun perjuangan untuk menjaga dan atau meningkatkan nilai sudah selesai masih saja ada pelajaran sekolah jadi masih harus membagi waktu antara les dan sekolah. Tak terasa pengumuman eligible sekolah diumumkan alhamdulillah saya masuk sebagai salah satu siswa eligible di sekolah saya. Saya langsung mendaftarkan diri ke pilihan “aman” yang telah saya diskusikan bersama ayah dan konsultasikan ke guru BK. Waktu jeda antara pengumuman eligible dan hasil SNMPTN lumayan lama, sekitar 1 bulan, sementara menunggu saya mengisi waktu dengan belajar sendiri saat malam dan siangnya belajar di bimbingan belajar. Pada hari H pengumuman SNMPTN, kebetulan pada saat itu saya mendapat giliran offline di sekolah suasana teman-teman kelasku sangat berbeda mereka yang tidak pernah terlihat solat sunnah dhuha berkumpul di masjid saat istirahat untuk solat dhuha ada beberapa yang berdoa dan mengaji di waktu luang. Sepulang dari sekolah hari itu anak anak eligible di kelasku saling mendoakan untuk kesuksesan satu sama lain. Dirumah, sayapun berpikir bagaimana jika saya diterima melalui SNMPTN betapa bahagianya saya jika hal seperti itu terjadi, meskipun begitu saya mengingat kalau terlalu banyak berharap bisa membuat kekecewaan yang besar sehingga saya memendam pikiran tersebut lagi pula peluangku diterima di pilihan “aman” ini sebenarnya tidak sampai 80% kalau dari perkataan guru BK sekolahku. Benar saja di pengumuman SNMPTN saya dinyatakan tidak lulus memang saya sudah mempersiapkan kemungkinan ini, tetapi tetap saja hati saya terasa seperti cermin yang akan pecah. Esok hari, sudah banyak teman-temanku yang merayakan dirinya diterima melalui SNMPTN dengan sebagian kecil siswa eligible yang tidak diterima dari sekolahku perasaan tidak percaya diri dan putus asa mulai membelenggu pikirku. Siang harinya saya berbincang dengan ayah saya beliau menyemangati saya, mengingatkan kalau masih banyak jalur untuk menjadi mahasiswa kedokteran, serta beliau akan mendukung saya sampai akhir.


Beberapa hari setelah pengumuman SNMPTN dan ujian sekolah jadwal bimbel saya mulai bertambah padat setiap hari les dari pagi sampai sore serasa sekolah. Meskipun begitu, semangat di kelas lesku makin tinggi kita makin rajin latihan dan makin paham akan materi yang akan diujikan pada SBMPTN. Dengan setiap hari rasanya sama kecuali hari Jumat ternyata sudah seminggu sebelum UTBK suasana di tempat bimbingan belajar lumayan santai agar kita tidak stress ketika mengerjakan UTBK. Banyak anak yang bersikap pasrah, masih berharap untuk yang terbaik, ataupun mencoba drill soal sebelum ujian. Saya sendiri mencoba menenangkan diri dengan review materi dan juga detoxing dari gawai dan media sosial sampai saya selesai UTBK. Kebetulan saya mendapat jadwal UTBK hari pertama bulu kudukku berdiri ketika tiba di tempat tes, meskipun telah merasa siap seperti saat SNMPTN masih saja terbayang bayang akan kegagalan SNMPTNku.


Hari tes, hari pertaruhan utama usahaku les setiap hari dari pagi sampai sore, tiba di tempat tunggu ujian saya bertemu teman les yang juga memilih pilihan pertama pendidikan dokter di universitas dekat tempat tinggalku. Akupun diceritakan kalau soal UTBK tahun ini kelihatannya akan sulit dan jumlah soalnya bertambah yang menambah kecemasanku, tetapi saya mengingatkan kalau usaha sudah kita lakukan usaha yang tidak bisa di anggap remeh jadi kita hanya harus melakukan yang terbaik dan berdoa kepada tuhan. Benar saja saat mengerjakan soal UTBK dapat terlihat soal yang makin banyak dan sulit. Saya mencoba tidak berfokus pada soal yang sulit dan mengerjakan apa yang masih bisa dikerjakan hingga bertemu dengan musuh bebuyutanku fisika. Langsung pusing kepalaku, terasa keringat dingin bercucuran, dan gugupnya saya sampai perutku terasa sakit. Kucoba kerjakan soal yang sederhana dan berharap dengan soal yang aku jawab secara acak. Keluar dari ruang ujian terasa penat yang luar biasa, kecemasan kalau saya tidak diterima pada PTN, kekecewaan, dan sedikit keputusasaan. Pada malam harinya hatiku masih merasa tidak tenang jadi aku mencoba berbicara dengan teman dekatku mengenai aku yang harusnya bisa melakukan lebih baik di UTBK meskipun hasilnya belum keluar. Dia mengatakan kalau wajar jika soal UTBK hanya sedikit dari peserta yang bisa mengerjakan semua soal dengan baik, selain itu saya sudah berusaha dengan keras jadi tentu saja usahaku akan terbalas jika UTBK saya gagal kembalipun masih banyak jalur tes penerimaan PTN lain bisa saja saya beruntung lewat jalur itu juga. Tidak kusangka dia juga masih tidak yakin akan kemampuannya ya dia juga masih dapat jadwal tes pada hari-hari terakhir sayapun berkata kepada temanku,“Kamu pasti bisa lah kan kamu panutan masa SMA hahaha,” dia membalas,”Idiih ada ada aja deh kamu,” selang sebentar dia menambahkan, “tapi makasih lo jadi semangat aku wkwkw.”


Beberapa hari setelah UTBK meskipun rasa putus asa, kecewa, dan kecemasanku masih terasa tetapi sudah lumayan mereda kalau dibandingkan dengan sehabis mengerjakan UTBK. Saya langsung mencoba mengerjakan soal simak dan berbagai ujian mandiri lainnya sebari menunggu kelas ujian mandiri bimbel saya dan pengumuman SBMPTN. Hari pengumuman SBMPTN tiba pada hari itu saya sebenarnya ingin langsung melihat hasil saya, tetapi karena server yang ramai saya harus bersabar menunggu. Ketika ayah saya pulang, web dari LTMPT sudah bisa dibuka dan ternyata oh ternyata saya tidak diterima pada SBMPTN juga. Spontan ayah saya langsung berkata, “Gapapa ka gapapa bakal ayah support sampai ujian mandiri juga kok kalau sampai gap year juga gapapa” betapa remuknya diriku hatiku yang terasa seperti cermin yang akan pecah sekarang sudah hancur menjadi seribu bagian memang kata kata yang keluar dari mulut ayahku merupakan kata kata penyemangat, tetapi tetap saja nada kesedihan dapat saya dengar ketika ayah saya berbicara. Langsung saya berlari menuju ke kamar saya tidak ingin terlihat putus asa di depan orang tua saya satu satunya sejak berumur satu tahun ataupun membuatnya menangis. Disitu lah saya terdiam putus asa air mata mulai bercucuran dari mata saya tiba tiba saya mendengar gawai saya berdering ternyata ada telepon dari temanku. Langsung saya angkat telepon itu dan bertanya sembari menyembunyikan kesedihanku, “Haii bagaimana kamu keterima pilihan satu kan ?” “YALLAH kamu ini prioritas dulu dong gausah bahas aku dulu iya aku keterima, tetapi kamu sekarang gimana ?” balasnya selagi rintihan tangisku mulai terdengar kujawab, “Cape aku udah setahun lebih aku berjuang agar bisa menjadi mahasiswa kedokteran, tetapi buat apa hasilnya gagal semua impianku mungkin hanya jadi angan angan saja, mungkin aku memang tidak cocok menjadi dokter, mungkin impianku sebaiknya aku ikhlaskan saja” belum selang sedetik dijawabnya, “ Ka kamu udah berusaha keras mungkin lebih keras daripada yang aku tahu jadi mungkin saja ALLAH berkehendak lain mungkin saja kamu bisa jadi mahasiswa fakultas kedokteran di PTN yang lebih bagus sekarang juga ada kok PTN yang membuka ujian mandiri dengan UKT murah dan tidak memakai SPI,” percakapan kami berlanjut lumayan lama setelah itu. Keesokan harinya saya bangun dengan tekad baru entah karena keputusasaanku kemarin malam ataupun karena masih ada harapan untuk menjadi mahasiswa kedokteran dari PTN yang memberikan UKT murah tanpa SPI. Setelah melakukan riset ternyata memang ada PTN yang ujian mandirinya tidak memakai SPI salah satunya adalah UI langsung semangatku bertambah lagi ketika akan berangkat ke kelas tambahan simak untuk membahas soal-soal simak tahun lalu. Keseharian itu saya lanjutkan sampai datangnya hari tes simak ku. Kukerjakan dengan percaya diri soal simak yang dihadapkan kepadaku meskipun musuh bebuyutanku fisika masih menghadang saya masih bisa mengerjakan lumayan banyak dibandingkan sebelumnya. Ketika hari pengumuman simak saya ingin mengurangi kecemasan saya akan hasilnya sehingga sebelum membuka pengumuman itu saya tidur terlebih dahulu. Betapa kagetnya saya ketika bangun bangun karena tangis ayah saya. Saya langsung kebingungan dan bertanya pada ayah saya kenapa menangis ternyata saya diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia spontan saya langsung ikut menangis dan memeluk ayah saya tidak bisa kusangka bahwa saya diterima menjadi mahasiswa Kampus Perjuangan, bahkan mungkin kalau saya bisa mengatakan ini kepada diri saya 3 tahun lalu dia tidak akan percaya.


Perjuangan ini tidak lepas dari doa doa kepada ALLAH YME dan dukungan dari semua teman dan kenalan saya untuk itu saya berterima kasih karena tanpa kalian saya tidak mungkin sampai pada titik ini. Dalam waktu saya sebagai mahasiswa FKUI saya berkomitmen untuk menjadi mahasiswa yang tekun mengikuti program pembelajaran dan mengikuti tata tertib pada UI.


Saya berharap kalau diterimanya saya dan angkatan saya dalam UI dapat membawa perubahan positif dalam satu sama lain dan juga masyarakat Indonesia. Pada masa preklinik saya harap saya dapat mendapat pemahaman dasar ilmu kedokteran dan berbagai softskill dan pengalaman yang dapat berguna sebagai dokter serta dalam kehidupan bermasyarakat kelak. Untuk itu saya berkeinginan mengikuti berbagai organisasi, kepanitian, dan lomba.


Selama masa klinik atau setelah saya mendapat gelar S.Ked. nantinya saya berniat mengambil internship dan melanjutkan pendidikan profesi atau co-ass. Meskipun belum memiliki gambaran yang jelas akan kegiatan pada masa klinik saya yakin akan mendapat pelatihan mengenai hardskill yang akan berguna dalam berhadapan dengan pasien dan dunia kedokteran. Saya juga berharap agar saya dapat mendapat program pendidikan spesialis di kampus tercinta ini kelak. Saya harap masyarakat Indonesia juga dapat mendapat pelayanan Kesehatan yang baik murah sehingga masyarakat Indonesia tidak segan dalam berobat jika memerlukan bantuan medis.


Terakhir untuk adik-adik kelas yang berniat untuk bergabung dengan keluarga besar FKUI saya ingin membagikan sebuah kata mutiara dari Pablo Picasso yaitu “Everything you can imagine is real”. Tanamkan itu di pikiran kalian karena menurut pengalamanku yang membedakan hayalan dan kenyataan adalah usaha kalian untuk membuat hayalan itu nyata. Kejarlah terus mimpi kalian, kejarlah mimpi itu sampai ujung dunia, sampai ke dasar laut, sampai ke puncak tertinggi, sampai manapun kejarlah terus hingga mimpi itu menjadi kenyataan. Perjalanan kalian memang bukan perjalanan yang bisa dianggap mudah kalian akan menemui banyak sekali rintangan. Semua itu juga harus dibantu dengan semangat serta tekad yang kuat dan support system yang bagus sehingga carilah teman teman serta kenalan yang bisa menyemangati kalian serta membuat kalian menjadi orang yang lebih baik. Akhirnya kita tiba di penghujung essai ini. Saya mohon maaf jika ada suatu kesalahan apapun dalam penulisan essai ini. Semoga essai ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca.


 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page