top of page
Search

Narasi Perjuangan - Nourah Hanani

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 10 min read

Perjuangan Berbuah Manis


Aku, Nourah Hanani, seorang mahasiswi kedokteran tertua dan terbaik di Indonesia. Sebelum menjadi mahasiswi Universitas Indonesia, aku merupakan bagian dari keluarga besar SMA negeri 8 Jakarta. Bangga? Tentu saja. Walaupun kebahagiaan ini bersifat sementara, saat teman-teman memanggil namaku dengan embel-embel calon dokter rasanya bangga sekali karena biasanya mereka hanya memanggil namaku saja–Nourah. Bulan Juni, tepatnya tanggal 23, adalah hari paling membahagiakan sekaligus paling mengharukan yang pernah kualami. Aku resmi dinyatakan lolos Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau singkatnya SBMPTN. Dengan lolosnya aku melalui SBMPTN, aku termasuk salah satu mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia program reguler.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sebuah nama besar yang bisa dibilang semua orang tahu. Gaungnya besar sekali dimana-mana. Seperti yang saya katakan di awal, Universitas Indonesia memiliki Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kerap kali melahirkan dokter yang memegang peran penting dalam bidang kesehatan. Saya saja yang baru dinyatakan sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, bahkan mulai belajar saja belum, bangganya bukan main dan tidak selesai-selesai sampai sekarang, apalagi yang sudah lulus? Baik itu lulus Program Pendidikan Dokter Umum, Pendidikan Dokter Spesialis, Subspesialis, Magister, maupun Doktor. Orang-orang bilang menempuh pendidikan dokter butuh modal yang besar sekali, tidak terekecuali pendidikan dokter umum. Namun, yang aku lihat dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak begitu. Fakultas kedokteran paling merakyat yang saya tahu sejauh ini, ya, ada di Universitas Indonesia. Aku memang belum merasakan secara langsung bagaimana menempuh pendidikan sebenarnya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Namun, aku berharap pandangan baik mengenai Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak pernah berubah seiring aku menempuh pendidikan nantinya di sini.


Dokter adalah profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Menjadi dokter tidak semata-mata menolong orang yang sakit. Namun, seorang dokter bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pasiennya. Selain itu, bagi saya, seorang dokter dapat memengaruhi sistem perawatan kesehatan secara keseluruhan. Menurut saya, dokter merupakan profesi yang mulia. Ketidakberadaan anggota keluarga berprofesi dokter umum pun membuat hati saya tergerak untuk menjadi dokter. Hal-hal tersebut di atas merupakan beberapa motivasi dari sekian motivasi saya untuk menjadi dokter. Tapi, apa yang membuatku ingin sekali menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia?


Aku punya seorang kakak perempuan. Dia hebat dan adalah salah satu role model-ku. Saat ini, ia menempuh pendidikan dokter gigi di universitas yang sama. Perjuangannya untuk menjadi mahasiswa kedokteran gigi luar biasa. Kegigihannya untuk menjadi dokter gigi pun tidak kalah luar biasa. Ia adalah pendobrak keluarga kecilku untuk melahirkan seorang dokter. Ia sempat berbincang denganku soal keinginan sekilasku – waktu itu – ingin menjadi dokter. Katanya, kalau ingin sekolah kedokteran, harus di Universitas Indonesia. Apalagi rumahku di Jakarta, jadi tidak perlu repot-repot merantau dan meninggalkan Mama sendiri di rumah.


Ada juga Mama, role model yang tidak pernah lekang oleh waktu. Mamaku mungkin bukan seorang sarjana, alumni Universitas Indonesia pun bukan. Namun, kecerdasannya luar biasa. Cara ia berpikir dan menyelesaikan masalah selalu membuatku kagum. Tak hanya itu, dampingan yang ia berikan untuk anak-anaknya dari kecil hingga beranjak dewasa juga membuat aku terdorong untuk membawa perubahan bagi keluargaku. Anak yang hebat lahir dari ibu yang hebat. Masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak semata-mata membuktikan bahwa aku mampu. Namun, juga membuktikan bahwa Mama adalah seorang ibu yang hebat.


Di samping Mama dan Kakak, ada Abang, Papa, Nenek, Mami, dan semua kerabatku yang tidak bisa kusebut satu per satu memberikan peran besar atas motivasiku untuk masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tanpa mereka, semangatku mungkin akan mudah pudar berperang melawan sulitnya perjuangan masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Bicara soal perjuangan, tidak afdal rasanya jika tidak menceritakan gejolaknya. Mungkin aku tidak seperti calon dokter lainnya yang sedari sekolah dasar bercita-cita ingin menjadi dokter. Saat menduduki bangku sekolah dasar, aku ingin menjadi polisi karena aku tomboi sekali saat itu. Aku juga ikut ekstrakurikuler bela diri dan ikut pertandingan hingga tingkat provinsi. Mengingat keluargaku saat itu belum ada yang merupakan seorang dokter, tidak pernah terbesit di pikiranku untuk menjadi dokter. Akan tetapi, saat sekolah dasar, aku selalu menduduki peringkat teratas tiap tahun. Rasanya, mulus sekali jalanku ketika sekolah dasar. Senyum bangga selalu terukir di bibir Mama saat melihatku menaiki panggung karena dipanggil atas pencapaianku tiap tahun. Guru-guru di sekolah mengatakan aku cerdas, Mama pun bilang begitu. Katanya, aku multitalented. Ikut kegiatan sana-sini dan juara pula. Akademis, bela diri, tari tradisonal, baris-berbaris, pramuka, PMR, bahkan OSN. Ya, walaupun OSN tidak pernah tembus sampai tingkat provinsi, setidaknya aku yang terbaik saat itu di tingkat wilayah.


Seiring berjalannya waktu, aku lulus sekolah dasar dengan nilai yang memuaskan. Berkat hal itu, aku lolos seleksi PPDB 2016 di salah satu sekolah menengah favorit saat itu di Jakarta, SMP Negeri 115 Jakarta. Cukup bangga rasanya saat itu mengingat baik Abang maupun Kakak tidak ada yang bersekolah di sana. Aku ingat sekali, tanpa Kakak dan Abang pula, aku tidak akan tahu apa itu SMP Negeri 115 Jakarta. Aku dulu berpikir, semua sekolah sama saja. Namun, ternyata tidak. Berkat Kakak dan Abang, Mama memberikan dukungan penuh kepada anak-anaknya untuk menempuh pendidikan semaksimal mungkin. Nourah yang SD sudah tidak ada lagi. Dulu aku pemalas, jarang sekali menyentuh buku. Semenjak SMP aku menjadi sedikit lebih rajin belajar dan serius memerhatikan guru di sekolah. Hal ini juga berkat teman sebangkuku, Tita. Ia cerdas dan rajin sekali. Tulisan tangannya juga rapi sekali. Walaupun kami pisah kelas saat kelas 8 dan kelas 9, semangat belajarnya masih menular. Sama seperti saat aku SD, aku sering kali juara kelas di SMP. Walaupun tidak tiap tahun, setidaknya hampir tiap tahun aku peringkat teratas di kelas. Kepercayaan diriku meningkat seiring berjalannya waktu. Aku punya ambisi baru: masuk SMA favorit di Jakarta. Dengan begitu, aku belajar lebih giat agar memperoleh nilai ujian nasional yang memumpuni untuk masuk SMA favorit. Sekolah yang kumaksud adalah SMA Negeri 8 Jakarta, almamater Kakak. Aku merasa ujian saat itu sulit sekali, tapi ternyata aku memperoleh nilai cukup tinggi. Aku pun lolos seleksi PPDB di SMA Negeri 8 Jakarta.


Masuk SMA Negeri 8 Jakarta rasanya menjadi titik balik kehidupanku. Aku ingat kata Pak Wangsa, salah satu guru yang memberikan wejangan kepada seluruh siswa baru saat itu. Kata beliau, SMA Negeri 8 Jakarta adalah tempat berkumpulnya semua siswa peringkat teratas di sekolah terdahulunya. Aku pikir itu hanya kalimat yang disampaikan untuk menakut-takuti siswa barunya agar lebih semangat belajar, tetapi ternyata tidak. Hal itu terbukti adanya. Teman-teman sekolahku saat itu ambisius sekali. Orang tuanya tidak kalah ambisius daripada anaknya. Bahkan, lebih ambisius. Teman-temanku umumnya sudah tahu ingin berkuliah di mana dan jurusan apa. Mereka sudah mengatur strategi tertentu agar bagaimanapun lolos ke jurusan di universitas impian. Aku kerap kali mengalami culture shock saat memasuki SMA Negeri 8 Jakarta. Aku yang dulu tidak pernah memikirkan kuliah di mana pun mulai memutar otak. Saat itu pun keinginanku untuk menjadi polisi sudah tidak ada lagi.


Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan passion-ku terhadap pelajaran eksakta, terutama Fisika. Aku ingin menjadi mahasiswa teknik! Abang pandai sekali mengajarkanku belajar fisika dan matematika. Aku pun merasa senang mempelajarinya. Walaupun begitu, nilai fisika yang aku peroleh tidak pernah memuaskan. Beberapa materi yang kukira aku kuasai ternyata aku peroleh dengan nilai yang sangat mengecewakan. Saat itu aku belum sekali pun tersentuh dengan kimia atau biologi. Jangan harap nilai memuaskan, mempelajarinya saja tidak tertarik. Sekalinya aku mencoba belajar biologi, aku merasa biologi sangat sulit aku pahami karena terlalu banyak hafalan. Saat kelas 10 pun aku tidak dipertemukan dengan guru yang cocok mengajarkanku biologi juga kimia. Walaupun begitu, kelas 10 meninggalkan memori yang cukup baik, setidaknya tidak mengecewakan. Aku menempati peringkat 6 di kelasku. Hal itu memberikanku secercah harapan untuk tembus Seleksi Nasional Masuk perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Aku semakin bertekan untuk memfokuskan diri pada 6 mata pelajaran utama dan meningkatkan nilai-nilai raporku.


Kelas 11 menamparku untuk kembali pada realita. Nilai tertinggal jauh dari teman-temanku. Kegiatan belajar dan mengajar yang dilaksanakan secara daring rasanya semakin memperkeruh keadaan, sedangkan aku berusaha tetap berteguh pada pendirian untuk tidak melakukan kecurangan walaupun peluang terbuka sangat lebar. Hari-hari terasa semakin berat dan pahit. Peringkat memang tidak dirilis oleh pihak sekolah, tetapi aku bisa memprediksi bahwa peringkatku menurun berdasarkan nilai-nilai yang kudapat. Aku yang dahulu disebut-sebut cerdas dan multitalented mulai merasa kehilangan kepercayaan diri. Boro-boro ikut kegiatan sana-sini, belajar saja belum becus. Nilai juga seperti terjun bebas jika dibandingkan dengan yang lain. Mama juga mulai terlihat hilang kepercayaan dirinya, apalagi saat aku kelas 12.


Keadaan semakin runyam saat aku menduduki aku kelas 12. Nilaiku cenderung stagnan. Aku pun mulai berusaha mengikhlaskan tiket SNMPTN dan mulai berambisi untuk mengejar kesempatan di SBMPTN. Wabah Covid-19 membuat situasi semakin sulit. Semua orang mulai fokus terhadap dirinya masing-masing. Aku pun khawatir akan kesehatanku. Mama, support system utamaku, tiba-tiba terpapar Covid-19 tepat setelah pembagian rapor kelas 12. Papa terpapar, Abang juga ikut terpapar, tidak lama kemudian Kakak juga terpapar. Tinggal aku seorang diri. Kegiatan bimbingan belajar terus berjalan. Kegiatan ekstrakurikuler pun tetap berjalan. Aku drop. Seumur-umur aku tidak pernah sakit yang cukup serius, Mama bilang aku badak karena aku tidak mudah sakit. Namun, saat itu ternyata aku menunjukkan gejala tifus. Aku sempat tidak bisa beraktivitas selama beberapa hari. Aku sempat khawatir karena aku tidak bisa belajar. Aku takut aku tertinggal lagi dengan yang lain. Kesempatanku hanya sedikit.


Keterpurukan yang aku alami saat itu tidak menutup kemungkinan aku menemukan passion-ku sesungguhnya. Aku sangat suka biologi dan kimia! Aku mulai menemukan pola belajar yang tepat, nilai-nilai yang kudapat juga memuaskan. Biologi dan kimia menyenangkan sekali. Aku pun juga dipertemukan dengan guru-guru yang luar biasa. Mereka adalah Bu Yus dan Bu Amel. Tugasnya memang banyak, tetapi aku menikmati itu. Terbesitlah di pikiranku. Aku ingin jadi dokter!


Hasil yang kudapat pun berkata lain. Ternyata aku termasuk dalam jajaran siswa eligible SNMPTN di sekolahku. Aku lega sekali. Senyum Mama pun kembali terukir. Mama tidak pernah menuntut apapun dariku, tetapi aku merasa perlu membuat Mama bangga dan bahagia atas pencapaianku. Jadi, saat aku tahu Mama drop setelah mengambil rapor waktu itu aku merasa bersalah sekali. Padahal, tidak ada yang menyalahkanku, apalagi Mama.


Aku berada dalam peringkat eligible yang tidak cukup untuk mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Melihat Kakak yang sedang menempuh pendidikannya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pun mendorongku untuk menempuh pendidikan dengan jalur yang sama. Namun, restu keluarga dan kerabatku berkata lain. Mama terlihat berberat hati mengizinkanku mendaftar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia di SNMPTN. Papa, Kakak, Abang, dan Nenek pun terlihat menentang. Apalagi Nenek. Mereka percaya bahwa aku mampu masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Karena peringkatku terbilang cukup aman di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, aku pun cukup percaya diri dinyatakan lolos. Namun, realita kembali menamparku keras-keras. Aku ditolak oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Rasanya harapanku hilang begitu saja. Aku harus menghadapi UTBK atau aku tidak akan kuliah tahun ini?


UTBK terkenal sangat sulit. Tidak sedikit yang berkata bahwa perjuangan sesungguhnya ada di UTBK-SBMPTN. Malam saat aku ditolak aku merasa dipaksa mendaftarkan diri sebagai peserta UTBK-SBMPTN. Aku linglung. Aku ditolak menjadi mahasiswa kedokteran gigi, aku harus ke mana? Rasanya sangat tidak mungkin jika aku mendaftarkan diri kembali di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Perasaanku mengatakan aku memang tidak direstui untuk menjadi dokter gigi. Mama mencoba mendorongku untuk yakin daftar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai pilihan pertama dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran sebagai pilihan kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memiliki passing grade yang paling tinggi, sedangkan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran memiliki passing grade yang cukup tinggi pula. Pada akhirnya, aku nekat. Aku mengikuti saran Mamaku dan Almarhum Kak Ican yang saat itu ikut meyakinkanku mengambil risiko tinggi. Semenjak aku memutuskan hal itu, aku semakin pantang untuk mundur. Aku tidak mau kalah sebelum aku berperang.


Hari UTBK tiba. Malam sebelumnya aku sempat menghubungi Papa, Mami, Nenek, dan Ngkong untuk meminta doa dan restu. Aku berjalan melangkahkan kakiku ke IMERI FK UI lantai 5 dengan penuh percaya diri. Aku yakin aku bisa. Entah engapa, aku tenang sekali. Layar komputer aku tatap dengan pandangan setenang dan sepercaya diri mungkin. Namun, saat soal-soal muncul di layar, kepercayaan diriku runtuh seketika. Sulit sekali. Aku merasa aku tidak akan lolos SBMPTN. Hari-hari setelah SBMPTN terasa berat. Aku mulai mencoba mengembalikan semangat belajarku. Aku harus siap menghadapi ujian-ujian mandiri. Aku ingat kata Mama sebelum aku memutuskan untuk mengambil kedokteran. Aku harus berjuang sampai titik darah penghabisan. Aku tidak boleh menyerah dan mendaftar banyak sekali mandiri demi kuliah di tahun itu. Jika belum mampu, coba kembali tahun depan. Yang aku mau adalah kedokteran dan itu tidak mudah. Jadi, harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Aku juga hanya sanggup untuk mendaftar mandiri UI atau UGM, di samping itu, terlalu mahal. Semakin dekat dengan pengumuman SBMPTN, semakin yakin aku akan gapyear. Lolos SBMPTN tidak mungkin, apalagi ujian mandiri UI dan UGM yang notabenenya jauh lebih sulit daripada UTBK. Peluang untuk kuliah di UI tahun ini rasanya sudah tertutup rapat-rapat. Aku harus siap gapyear.


Namun, alhamdulillah Allah SWT memberikanku izin untuk menempuh pendidikan kedokteran di UI mulai tahun ini. Aku bersyukur sekali. Rasanya usaha, doa, dan dukungan banyak sekali orang terbayarkan. Keluargaku bangga sekali. Tangis banyak sekali orang pecah karena pencapaian ini.


Aku sadar, kebahagiaan tersebut juga harus dibayarkan dengan tanggung jawab yang sangat besar. Menjadi bagian FK UI bukan hal mudah. Beban tanggung jawab yang kupapah bertambah besar. Untuk menunjang diri agar bertahan di FK UI dan lulus dengan predikat yang memuaskan, aku memiliki beberapa komitmen yang ingin kujalani nantinya. Salah satunya adalah menghilangkan kebiasaan menunda-nunda pekerjaan agar hidup tetap berkualitas walaupun tugas-tugas semakin banyak. Selain itu, aku ingin keluar dari zona nyaman dengan mengikuti berbagai aktivitas nonakademik yang menantang demi menunjang prestasi di masa perkuliahan.


Sebagai mahasiswi FK UI aku berharap dapat mengukir prestasi, baik di bidang akademik maupun nonakademik. Aku berharap dapat menjalani kegiatan akademik dengan lancar diiringi dengan kegiatan nonakademik, seperti pengabdian/sukarelawan, organisasi, dan lain-lain. Selain itu, aku berharap dapat menjalin pergaulan dan kompetisi yang sehat dan positif dengan teman-teman sefakultas.


Untuk menunjang harapan-harapan tersebut, selama preklinik aku berencana untuk mengenal teman-teman sefakultas sebanyak dan seberkualitas mungkin juga berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membentuk musuh. Aku berencana selalu membagikan informasi penting yang kupunya terkait akademik dan nonakademik kepada teman-teman sefakultas agar kompetisi tetap terjalin dengan sehat. Untuk tingkat I, aku berencana belajar segiat mungkin agar IP yang kudapat mampu mendukung IPK nantinya. Semangat yang masih melekat sebagai mahasiswa baru harus aku manfaatkan sebaik mungkin pada tingkat I yang akan datang. Selain itu, aku berencana untuk meningkatkan semangatku untuk mengikuti berbagai aktivitas selama kuliah sehingga aku menjadi mahasiswa yang aktif dengan berbagai prestasi. Selain itu, aku berencana untuk bisa meningkatkan performa belajarku agar lulus tepat waktu dengan predikat sangat memuaskan.


Selama klinik, aku berencana melatih diriku menjadi dokter yang baik. Memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan pasien merupakan kesempatan emas bagi calon dokter untuk mengetahui bidang apa yang benar-benar kita inginkan. Selain itu, aku berencana menjalin hubungan baik dengan para calon dokter lain dan dokter-dokter yang turut memberikan aku ilmu selama menjalani fase klinik.


Harapanku adalah aku menjadi dokter yang mampu membawa perubahan bagi keluarga dan masyarakat luas di masa yang akan datang melalui berbagai aksi nyata yang mampu aku berikan nantinya, baik dengan menjadi klinisi, periset, pengajar, maupun pimpinan di institusi tertentu. Aku berharap ilmu yang kudapat nantinya selama aku mengenyam pendidikan di FK UI dapat aku gunakan sebaik mungkin untuk mengabdi kepada masyarakat luas.


Kepada teman-teman calon sejawat satu angkatanku, FK UI 2022, aku harap kita bisa menjadi angkatan yang unggul dan cerdas seperti jargon yang telah kita pilih: Brilian. Angkatan yang juga menjunjung solidaritas tinggi yang setiap individunya terus mengesampingkan egonya demi kepentingan pribadi.


Kepada adik-adik yang mungkin membaca tulisan ini, aku ingin berpesan, sedikit saja. Berjuanglah sebelum kamu menyesal. Take the risk or lose the chance. Apalagi jika kamu ingin masuk FK UI. Percayalah bahwa semua orang mampu, termasuk kamu. Untuk adik-adik yang sekarang merasa mampu, tetaplah merunduk. Tutup segala rencana baikmu dari orang banyak. Semangat terus, ya. Aku tunggu kamu di FK UI!


 
 
 

Recent Posts

See All

1 Comment


arijamhari1999
Aug 22, 2022

Keren banget perjuangan nourah hehe semoga dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Salam kenal nourah

Like

Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page