Narasi Perjuangan - Nadira Salma Hayati
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 8 min read
“Si Kecil Nadira Salma Hayati”
‘Si kecil Nadira Salma Hayati’ nama panggilan saya dari keluarga saya saat masih kecil yang telah diabadikan dalam skripsi ibu saya saat dia mengambil spesialis THT di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Hello, nama saya Nadira Salma Hayati, biasa dipanggil Dira. Saya berasal dari SMAN 7 Bekasi. Saya diterima UI melalui jalur Talent Scouting dan mulai sekarang saya akan belajar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran kelas KKI 2022.
Si kecil Nadira Salma Hayati lahir pada tanggal 22 September 2004 di rumah sakit sentra medika, sebagai anak ketiga dan terakhir dari pasangan suami-istri bernama Firdaus Artoni dan Inis Sumiati. Saya lahir dibantu oleh seorang dokter yang saya dambakan dan banggakan, yaitu dr. Firdaus Artoni ,sp.OG. Iya, ayah saya sendiri adalah dokter kandungan saya. Mulai dari sebelum lahir pun FKUI sudah menjadi bagian saya bahkan saat saya masih dalam kandungan. Suatu cerita singkat, Saat ibu saya mengandung saya, dia mengalami kontraksi saat dia sedang tugas berpresentasi di UI.
FKUI bagi saya bukan sekedar universitas biasa, melainkan adalah tempat bersejarah yang memulai perjalanan kedokteran bukan hanya untuk dokter pahlawan indonesia tetapi juga sebuah tempat bertumbuhnya para inspirasi saya. Tempat dengan janji dan bukti bahwa saya bisa berkembang seperti mereka yang saya mengagumi. Tempat dimana saya bisa belajar untuk menjadi sabar dan sepintar mereka.
Dari dulu, saya sering mendengar cerita tentang universitas kedua orang tua saya, saya juga sering diajak bertemu dengan teman-teman orang tua saya dari universitas itu. Iya, universitas itu adalah Universitas Indonesia. Berkenalan dan mendengarkan cerita keluarga lain orang tua saya membuat saya terkesima. Para orang-orang dewasa ini yang ikut membesarkan saya ternyata orang-orang yang sangat cerdas dan berwibawa.
Cerita perjuangan saya dimulai dari TK yang setelah menjemput saya pulang, saya sering diajak orang tua saya ikut ke tempat kerja mereka, dan salah satu tempat yang paling sering mereka membawa saya adalah ke rumah sakit. Saya melihat seberapa cerdasnya mereka, seberapa teliti dan tangguhnya mereka bekerja dan beroperasi berjam-jam tanpa dipengaruhi kelelahan. Dan dengan mata berbinar saya berpikir bahwa mereka mirip sekali seperti superhero.
Si kecil Nadira Salma Hayati sering diperbolehkan untuk mengikuti dan diajari berbagai macam hal seperti nama-nama alatnya, nama operasinya, bagaimana prosedurnya operasi berjalan, dari operasi Septoplasty yang dilakukan oleh ibu saya hingga kelahiran normal yang dibantu oleh ayah saya.
Saya ingat pertama kali saya menggendong bayi yang ayah saya telah bantu datangkan ke dunia ini. Saya juga ingat saat ibu saya sendiri yang mengoperasikan saya saat saya Tonsilektomi. Dan saya juga mengingat saat-saat saya mengintip di balik orang tua saya saat mereka mengunjungi pasien mereka.
Saya selalu merasa bahagia dan nyaman di dalam rumah sakit. Para pasien, suster dan dokter lain pun sangat penyayang kepada saya dan selalu mau menjawab pertanyaan-pertanyaan saya saat terkena rasa penasaran. Mereka selalu mendukung saya jika saya ingin mencoba membantu-bantu. Bahkan para petugas keamanan dan petugas kebersihan memiliki cerita yang menurut saya sangat unik. Sampai sekarang, semua orang dalam rumah sakit itu masih jadi inspirasi saya.
Maka pada masa SD saya sangat mengejar prestasi untuk bisa masuk SMP yang bagus agar bisa masuk SMA yang bagus. Saya mengikuti ekskul sebanyak mungkin seperti paduan suara, basket, dan bahkan dokter cilik, saya juga mendaftar olimpiade sesering mungkin, mengikuti berbagai lomba berbeda seperti membatik dan basket agar memiliki sertifikat lebih beragam. Tetapi bagi anak seumur itu, terlalu banyak beban tidak akan menghasilkan berlian tetapi hanya akan menghasilkan batu yang menopang beban berat. Setelah semua perjuangan itu saya tidak berhasil masuk SMP yang saya inginkan, dan saya berakhir masuk ke cabang sekolah swasta saya sebelumnya.
Masa SMP adalah bagian hidup saya yang paling berat. Terpuruk karena ekspektasi yang tidak terwujud, saya menjadi lebih emosional, nilai saya hanya standar, saya tidak memiliki energi untuk berprestasi lagi, bahkan sholat pun sering sekali tertinggal. Bangun, sekolah, ekskul, les, menangis, tidur, bangun, sekolah, ekskul, les, menangis, tidur. Setiap hari terasa seperti labirin yang selalu berulang-ulang. Bahkan saya sampai menyerah atas ekspektasi bisa masuk FKUI.
Dengan satu langkah walau sangat pelan-pelan, saya menguatkan diri dengan memberikan diri saya waktu untuk memproses apa yang telah, sedang dan yang akan saya inginkan terjadi. Saya tidak ingin tetap mengurung diri dalam ekspektasi mengejar teman sejawat maupun kehebatan orang tua dan kakak saya. Saya ingin menjadi diri saya yang seperti dulu, Nadira yang memiliki mata berbinar dan memancarkan rasa semangatnya. Dengan waktu yang terbatas saya bekerja sebaik mungkin dan akhirnya saya lulus berbekal nilai UN yang sangat standar dan kehidupan yang mungkin menyakiti jika di ingat. Saya masih bisa melanjutkan langkah dengan percaya diri. Walau secara pelan-pelan, saya selamat.
Saya memilih langkah yang sangat berbanding terbalik dari masa SMP, saya terpaksa memilih untuk masuk SMA Negeri yang berbeda sekali dengan sekolah swasta saya sebelumnya. Saya bertemu dengan orang-orang sangat berbeda, guru-guru yang mengajar dengan cara berbeda, bahkan kehidupan sekolah yang bertolak belakang dengan sekolah saya sebelumnya. Disinilah saya harus beradaptasi ulang. Awalnya saya sangat membencinya dan ingin berpindah saat kelas 11 tetapi seiring waktu, saya mulai menyukainya.
Membuka lembar bab baru dalam kehidupan dengan teman yang baru, guru dan cara belajar yang baru, lingkungan yang baru. Ini membuat saya semangat untuk menulis cerita yang lebih saya inginkan daripada harus mengikuti alur yang sudah ditetapkan.
Semangat saya untuk masuk FK universitas indonesia kembali lagi pada jam istirahat pertama di hari selasa, tanggal 24 September 2019. Saya melihat foto wisuda kakak saya. Dia berkuliah kedokteran juga di University of Adelaide. Saat melihat foto itu saya merasakan berbagai perasaan, bangga, terharu, bahagia, dan iri. Iri karena dia berhasil menggapai mimpi dia, mimpi yang sama seperti saya tetapi saya lupakan. Yang saya pikirkan saat melihat foto itu adalah "saya tidak mau kalah"
Mulailah perjuangan ku mendaki gunung yang kukira tidak akan ku panjat lagi. Dari semester pertama saya berjuang agar nilai rata-rata per semester saya tidak turun. Setiap hari minimal 4 jam belajar diluar sekolah. Bahkan saat dirawat dirumah sakit pun saya menyempatkan diri untuk belajar dengan bertanya-tanya kepada para dokter dan perawat yang membantu saya. Jika tidak mengerti mata pelajaran, saya berkumpul dengan teman-teman untuk berbagi catatan. Jika ada yang saya tidak bisa lakukan, saya mempelajari cara bagaimana melakukannya. Saya rajin mengikuti les hampir setiap hari agar membantu mengerti materi yang bingung diajarkan guru sekolah. Dan tidak melupakan untuk sholat tahajud dan berdoa setiap saat saya bisa. “Nadira Salma Hayati, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kelas Internasional” Selalu terucap jika saya dan teman-teman saya mengobrol tentang kuliah nanti. Saya terus mengejar dan mengejar agar mimpi saya dapat terwujudkan. Sejujurnya tanpa bantuan guru-guru dan teman-teman saya, saya tidak akan bisa sampai disini.
Kembali lagi hasrat saya untuk belajar, karena saya tidak ingin kalah dengan teman-teman saya yang sangat berbeda dengan saya. Bagi orang tua saya yang telah memberi saya kesempatan dan peluang yang lebih luas, saya tidak boleh dengan gampang dijatuhkan. Saya mulai kompetitif mengikuti lomba seperti lomba basket, biologi, inggris, dan kedokteran dasar dan aktif organisasi lagi seperti menjadi wakil ketua pagelaran angkatan dan sekretaris ekskul basket, dan saya juga mengikuti open house FKUI setiap sempat. Sekarang saya berjalan dengan tidak menyerah tetapi tidak melupakan bahwa sekarang saya sudah belajar untuk sadar atas batas saya dan menahan diri agar tidak berlebihan.
“Rayakan perasaanmu sebagai manusia” Jika ingin menangis, saya akan menangis, jika saya ingin curhat, saya akan curhat, jika ingin istirahat, saya akan istirahat. Sekarang saya sadar saya bukan batu yang dibebani. Saya adalah suatu biji pohon yang dulu baru berakar dan setelah sekian lama mulai tumbuh dengan bahagia dan kuat.
Setelah apa yang terasa seperti selamanya, datanglah semester yang ditunggu-tunggu sekaligus dibenci semua anak SMA, yaitu semester 6. Semester yang akan memperlihatkan bukti perjuangan kita. Dan pada tanggal 19 Januari 2022, bukti perjuangan saya terkabulkan dengan berita eligible SNM dan berperingkat 5 paralel.
Sesungguhnya ekspektasi saya untuk diterima lewat jalur SNMPTN sangat kecil, karena alumni SMA yang terakhir diterima di FKUI diterima sekitar 8 tahun yang lalu. Saya juga lumayan diragukan diterima dan sering dianjurkan untuk memilih kedokteran universitas lain karena peringkat 4 sudah mendaftar kedokteran juga di UNPAD. Maka itu saya memilih untuk mengikuti jalur Talent Scouting, agar saya bisa memiliki peluang yang lebih besar dengan nilai TOEFL dan IELTS saya yang lumayan bagus, walau tidak ada yang pernah mengikuti jalur Talent Scouting sama sekali dari sekolah saya. Banyak yang ragu atas pilihan saya, tetapi banyak juga yang mendukung saya dengan sepenuh hati. Sekali lagi, saya tidak akan sampai disini tanpa doa dari teman, guru, keluarga dan orang tua saya.
Setiap langkah saya dipaksa harus berjuang sendiri, tetapi perjuangan ini hanya salah satu bab dalam cerita saya yang saya harus tempuh. Dengan privilege dan mimpi yang saya punya, mana mungkin saya punya keberanian untuk berleha-leha.
Walau banyak masalah yang terjadi pada masa ini seperti sertifikat TOEFL dan IELTS saya baru keluar saat hari-H pengumpulan berkas dan revisi esai motivasi sebanyak 7 kali, saya tidak boleh tumbang.
Saya harus dan akan selalu berjuang, karena itu yang saya utangkan kepada pendukung saya seperti guru seni SMA saya yang selalu memanggil saya dengan panggilan dokter, teman-teman SMP dan SMA saya yang selalu menjadi tempat curhat, sahabat saya dari kelas satu SD yang sama-sama berjuang mengejar kedokteran, kakak tingkat fakultas kedokteran yang menyemangati saya saat berkenalan pertama kali pada tempat tes IELTS, kayak-kakak saya yang membantu saya mengerjakan esai motivasi walaupun mereka sendiri sibuk dengan kuliah mereka masing-masing, orang tua saya tercinta yang tidak pernah lupa mendoakan saya pada setiap langkah saya ambil, dan terakhir, diri saya dahulu yang saya rasa merasa bangga sekali dengan bagaimana diri saya sekarang. Saya berterima kasih kepada kalian semua.
Dan hari yang ditunggu datang, setelah dihias warna merah pada pengumuman SNMPTN, datanglah hari pengumuman Talent Scouting. Malamnya aku bertahajud dan berdoa sekuat-kuat mungkin. Pagi dimulai dengan doa dan dzikir pagi. Zuhur saya bersujud, berdoa agar perjuangang saya tidak sia-sia. “Nadira Salma Hayati, Mahasiswa FKUI kelas Internasional” itulah yang akan saya ucapkan nanti. Itulah saya. Berulang-ulang kali saya ucapkan kalimat itu bagaikan dzikir.
Semua yang saya bisa lakukan telah saya lakukan, saya sudah belajar semaksimal mungkin, melewati tahap-tahap penerimaan Talent Scouting dengan lancar dan percaya diri, dan saya sudah berdoa dan meminta doa sebanyak yang saya mungkin. Apapun yang terjadi, Allah tahu apa yang lebih baik untuk saya.
Pada jam 2 siang, ditemani teman-teman dekat saya, dengan nafas yang tercekat dan tangan yang bergetar saya membuka laman penerimaan UI. Setiap langkah ditemani dengan doa, berdoa agar perjuangan saya tidak sia-sia dan doa-doa akumulasi para pendukung saya terkabulkan.
“Congratulations, you have been accepted as a prospective new student1 at Universitas Indonesia.” Seperti ombak yang mengguyur, rasa lega dan bangga kepada diri saya sendiri membasahi diri saya. Suara teriak dan terharu saya dan teman-teman saya bisa didengar dari kamar saya dengan jelas.
Terima kasih untuk mama dan papa, karena si sekarang Nadira Salma Hayati telah mulai perjalanannya bukan lagi sebagai ‘si kecil Nadira Salma Hayati’, tetapi Nadira Salma Hayati, mahasiswa FKUI.
Tetapi perjuangan saya belum selesai, dan bahkan mungkin masih lama akan selesai. Dan masih banyak hal yang saya ingin wujudkan selama saya disini. Saya ingin kembali aktif dan berprestasi, menjadi dokter yang cerdas, penuh ilmu dan pengalaman dan menjadi dokter berbaik hati, dokter yang dibanggakan semua orang yang telah mendukung saya . Harapan saya untuk teman-teman angkatan FKUI 2022 adalah agar kita dapat bertumbuh bersama-sama dan menjadi keluarga yang bisa saling membangun angkatan yang solid dan berprestasi!
Untuk tahun pertama, saya ingin menyesuaikan diri dengan kehidupan FKUI agar saya bisa dengan percaya diri mengikuti organisasi dan meraih prestasi. Dan untuk 4 tahun mendatang, saya dapat berkontribusi pada bagian riset dan kesehatan dan saya bisa mendapat kesempatan untuk berkuliah di Newcastle University untuk double degree saya. Dan untuk selanjutnya saya akan mengejar untuk mendapat gelar spesialis SpKO, menjadi dosen di FKUI dan bisa menjadi kepala bidang medis. Terakhir saya ingin memperluas ilmu medis keolahragaan agar dapat membantu atlet-atlet indonesia, mau dari yang profesional sampai para siswa pecinta olahraganya.
Bagi adik kelas yang bermimpi sama seperti saya, pegang teguhlah mimpi kalian dan ingat mengapa kalian menginginkannya, dan beranilah untuk menggapainya. Ketahuilah kekuatan dan kekuranganmu, jangan arogan atas kekuatan kalian, dan jangan terpuruk karena kekurangan kalian. Jangan lupa untuk menjaga diri dan kesehatan kalian. Seringlah berdoa dan meminta didoakan, janganlah lupakan tuhan. Janganlah banyak alasan, karena satu riak dapat menciptakan gelombang. Dan setiap badai akan berlalu dan menghasilkan tanah yang subur.
Comments