Narasi Perjuangan - Muhammad Dzaky Fadhlullah Thaib
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 11 min read
Ini adalah kisah perjuangan saya, meski biasa saya berharap kisah ini dapat memotivasi semua yang membacanya. Nama saya Muhammad Dzaky Fadhlullah Thaib, sering dipanggil dengan nama Dzaky. Saya memasuki FK UI reguler melalui jalur simak UI. Saya lulus dari SMAN 28 Jakarta. Pandangan utama saya terhadap FK UI adalah sebuah lembaga pendidikan yang menghasilkan dokter-dokter terbaik di Indonesia.
Alasan utama saya memasuki FK UI adalah ketertarikan saya terhadap biologi dan kinerja tubuh manusia, namun tidak ada gunanya bila saya hanya memiliki ilmu yang tidak dapat diterapkan, untuk itu saya memilih jurusan kedokteran yang dapat memenuhi rasa penasaran saya sekaligus menolong orang lain.
Sekolah dasar pertama yang saya ikuti adalah SD Islam Al Azhar di Semarang, saya mengikuti pendidikan di sana bersama dengan kakak saya. Di sana saya belajar banyak mengenai cara bersosial ilmu-ilmu dasar dan ilmu komputer. Namun, pendidikan saya di SD tersebut tidak lama hanya sekitar 1 semester sebelum saya bersama dengan kakak saya dipindahkan ke SD Gayamsari yang lokasinya jauh lebih dekat dari rumah kami. Di SD tersebut saya merasa lebih senang akibat lokasinya yang sangat dekat dan juga rumah teman-teman saya yang lebih dekat dari SD saya sebelumnya. Karena itu, selama kelas satu dan dua saya sering kabur dari kelas untuk bersepeda atau jalan-jalan bersama teman saya. Salah satu destinasi favorit kami adalah rumah kosong di perkebunan yang lokasinya tidak jauh dari SD kami. Di sana kami sering melakukan uji nyali yang sering di akhiri dengan kami merusak, menjarah, dan memperparah kondisi rumah tersebut. Awalnya, kepala sekolah kami tidak begitu memperhatikan karena hanya kelompok-kelompok kecil sebanyak 3-5 siswa termasuk saya yang pergi bermain ke rumah tersebut. Namun, seiring waktu jumlah kelompok kami kian membesar hampir meliputi seluruh siswa laki-laki kelas kami dan beberapa siswa dari kelas lain yang tentu saja membuat orang dewasa di area tersebut menjadi khawatir bahwa rumah mereka akan mengalami kerusakan seperti rumah kosong tersebut dan kesal akibat keberisikan kami ketika berkumpul di rumah kosong itu, oleh karena itu banyak warga yang komplain kepada kepala sekolah untuk menangani tingkah laku kami. Kepala sekolah kami pun menghukum semua siswa yang ikut berpartisipasi dan memberikan peringatan kepada guru-guru untuk mencegah siswa-siswi spesifik termasuk saya untuk keluar dari kelas saat kegiatan belajar mengajar (kbm) berlangsung. Kepala sekolah juga mengundang orangtua saya untuk membahas mengenai kejadian tersebut dan juga nilai-nilai saya yang relatif rendah bila dibandingkan dengan teman-teman saya. Hal ini membuat saya dihukum dan tidak diperbolehkan untuk bermain video game dan bermain dengan teman-teman saya hingga nilai saya meningkat. Meski sedih saya tetap mengikuti perintah orang tua saya dan mulai fokus belajar untuk mendapatkan nilai terbaik, karena cara ini merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan saya lagi. Hukuman ini ternyata membuahkan hasil, selama beberapa bulan nilai saya mengalami peningkatan dari salah satu ranking terendah di kelas hingga menjadi salah satu rangking 5 teratas. Melihat perkembangan tersebut saya sendiri merasa bangga dan senang ketika menyadari bahwa ada keseruan sendiri dalam belajar dan berdiskusi bersama teman-teman saya. Namun sering dengan perkembangan nilai, kesombongan saya pun ikut bertambah.
Setelah mengikuti ulangan kenaikan kelas 4 saya terpaksa harus meninggalkan SD Gayamsari dan teman-teman akibat ayah saya ditugaskan di Jakarta. Sesampainya di Jakarta, saya langsung didaftarkan di SD Pengadegan. Di sekolah ini saya memiliki pengalaman yang jauh berbeda dari sekolah sebelumnya akibat siswa-siswinya yang relatif nakal. Meski sudah kelas 5, banyak siswa yang rajin keluar dari kelas ketika kbm berlangsung, berkelahi di dalam kelas, dan bahkan mengikuti semacam “tawuran bootcamp” yang diselenggarai oleh kakak kelas dan alumni. Dikarenakan pribadi saya yang sudah mengalami peningkatan sejak dahulu sehingga terkenal rajin, saya secara otomatis menjadi salah satu siswa favorit di sekolah tersebut. Hal ini tentu membuat saya dibenci oleh teman-teman saya. Karena tidak begitu peduli hubungan sesama teman, saya terbiasa untuk kerja sendiri dan fokus pada nilai bagus dibandingkan dengan persahabatan. Meski mengganggu kemampuan bersosialisasi saya, pemikiran ini terbukti bermanfaat dalam bidang akademis akibat nilai-nilai saya yang jauh meningkat dan hasil nilai ujian nasional yang memuaskan sehingga mempermudah saya untuk memasuki salah satu SMP favorit di Jakarta yakni SMPN 73.
Di sekolah ini saya mulai sadar bahwa siswa-siswi yang memasuki sekolah ini adalah siswa favorit dan terbaik dari SD mereka masing-masing. Kesadaran ini membuat rasa sombong saya hilang dan digantikan dengan rasa khawatir akibat pelajaran yang jauh lebih sulit dan teman-teman yang sangat pintar. Selain itu, saya juga sulit untuk bersosialisasi karena terbiasa bekerja sendiri sehingga tidak dapat berdiskusi dan berbincang secara efektif. Meski memiliki nilai yang bagus, rangking di kelas saya jauh di bawah rata-rata, hal ini membuat orang tua saya mempertanyakan pembelajaran saya di sekolah. Oleh karena itu, saya mulai mengganti mindset saya dan mulai memenuhi waktu saya untuk belajar. Kerja keras saya terbukti memberikan hasil yang memuaskan, karena saya berhasil memasuki salah satu dari kelas favorit saat kenaikan kelas 8. Dalam kelas ini jumlah jumlah laki-laki jauh lebih rendah dari perempuan, hanya 7 laki-laki termasuk saya dan sisanya diisi oleh perempuan. Akibat jumlah laki-laki yang sedikit, kami bertujuh menjadi sangat dekat satu dengan yang lain dan akhirnya menjadi sahabat yang baik dan menemani satu sama lain hingga kami lulus dari SMP dan SMA. Dalam kelas ini, semua siswa merupakan setengah dari siswa terbaik di SMPN 73 oleh karena itu, saya meyakinkan diri untuk belajar jauh lebih giat. Hal ini terbukti mudah karena mindset saya yang sudah menyadari betapa pentingnya belajar dan juga persahabatan saya yang menemani saya untuk belajar bersama sehingga saya mampu untuk menjadi siswa terbaik di kelas ini. Dalam kelas ini, saya juga mulai tertarik pada ekstrakurikuler basket, namun dengan cepat kehilangan ketertarikan karena tinggi tubuh saya yang rendah dan pengetahuan tentang basket yang kurang sehingga jarang diberikan bola ketika sparring. Hal ini membuat saya untuk makin tidak tertarik terhadap kegiatan lain selain akademis untuk ke depannya.
Pengalaman saya di kelas 8 dan 9 tidak begitu unik kecuali ketika pada kelas 8 terdapat acara pentas seni dalam rangka perpisahan kakak kelas dan setiap kelas termasuk kelas kami diperbolehkan untuk memberikan volunter untuk tampil di acara tersebut. Mendengar ini, saya bersama dengan 4 teman saya lainnya berencana untuk menampilkan lagu “Little Things” oleh One Directions yang saat itu masih sangat populer. Kami berlatih dengan percaya diri karena di antara siswa-siswi kelas kami hanya kami berlima yang sangat fasih dalam bahasa Inggris, sehingga sangat yakin bahwa kami akan mendapat penghargaan dan menjadi grup favorit acara ini. Kami berlatih setiap hari di ruang kosong sekolah setelah kelas berakhir dan mulai membagi-bagi bagian lagu yang akan dinyanyikan oleh masing-masing anggota. Ketika teman saya yang lain menyanyi secara duet, saya sendiri mendapat bagian solo sehingga akan menarik banyak perhatian ketika tampil. Pada saat itu, saya tidak begitu khawatir karena sangat yakin pada kemampuan menyanyi dan kepercayaan diri saya. Satu hari sebelum pentas seni, para panitia melaksanakan quality check peralatan panggung dan grup-grup yang akan tampil sehingga mewajibkan semua peserta untuk hadir di sekolah untuk tampil di atas panggung. Mendengar kabar ini, kepercayaan diri dan keyakinan kami pun menjadi pudar dan digantikan dengan rasa takut dan kecemasan. Saya sendiri merasa ketakutan karena mulai sadar akan pentingnya bagian solo yang akan saya nyanyikan. Grup kami sempat berdebat untuk tampil atau tidak dimana kebanyakan memilih untuk tidak tampil, sedangkan saya sendiri tidak ikut berdebat karena terlalu takut dan sibuk berlatih bagian yang akan saya tampilkan. Setelah setengah jam, grup kami pun dipanggil untuk turun ke lapangan, saya dapat mengingat dengan jelas wajah teman-teman saya yang berubah pucat sedangkan saya sendiri hampir pingsan. Di tengah kepanikan ini, salah satu teman saya menguatkan hati yang meyakinkan teman-teman yang lain bahwa lebih baik bagi kita untuk ditertawakan oleh penonton daripada dimarahi oleh guru seni budaya karena mengundurkan diri. Ter yakinkan, kami pun turun ke lapangan dan naik ke atas panggung untuk tampil. Kepercayaan diri dari latihan kami selama 5 hari sebelumnya membuahkan hasil, karena dapat tampil dengan sangat baik, saya sendiri berhasil menampilkan bagian solo dengan lancar dan dilanjutkan oleh tepuk tangan dari panitia dan guru seni budaya. Hal ini membuat saya sangat percaya diri dan semangat untuk tampil pada pentas seni besok. Keesokan harinya, lapangan sekolah kami dipenuhi oleh kakak-kakak kelas yang duduk di bawah tenda besar sebagai penonton. Banyak siswa-siswi dari kelas lain yang menampilkan beragam jenis penampilan seperti stand-up comedy, drama, dll. Setelah menunggu 1 jam, giliran grup kami maju ke atas panggung untuk menampilkan diri. Di atas panggung kami dapat tampil dengan penuh percaya diri, dimana salah satu dari teman saya bernyanyi dengan penuh gairah sehingga membuat banyak perempuan teriak dan bertepuk-tangan. Semangat teman saya tersebut membuat saya ingin menjadi lebih baik dan ketika giliran saya, saya mencoba untuk mengikuti gairah dari teman saya walau mendapat reaksi yang kurang, meski begitu bagian saya diikuti dengan sorakan dan dinyanyikan bersama-sama penonton dan diakhiri dengan tepuk tangan. Hal ini merupakan pengalaman berharga bagi saya, karena meningkatkan kepercayaan diri saya di depan publik yang tidak hanya bermanfaat untuk public speaking, pidato, dll. Namun juga meningkatkan nilai akademis saya ketika terdapat tugas presentasi, mengarang cerita, dan drama di mana saya dapat menarik perhatian kembali ke penampilan kelompok maupun diri saya sendiri. Ketika menuju akhir kelas 9, saya meniapkan diri secara matang untuk mengikuti UN agar mendapatkan nilai terbaik dan dapat memasuki sma terbaik di Jakarta. Perjuangan saya berupa diskusi bersama sahabat-sahabat saya, mengikuti try out daring, dan bimbingan belajar. Perjuangan ini membuahkan hasil yang sangat memuaskan karena saya lulus dengan nilai UN terbaik ke-8 di seluruh angkatan saya. Setelah pemberian penghargaan dan syukuran, saya bersama keluarga saya berdebat untuk memilih sekolah apa yang akan saya lanjutkan. Pada pilihan pertama terdapat SMAN 8 Jakarta yang pada saat itu merupakan sma terbaik di jakarta, namun memiliki jarak yang cukup jauh dari rumah dan terdapat kendala banjir. Pilihan kedua berupa SMAN 28 Jakarta yang termasuk sma terbaik kedua di Jakarta yang lokasinya lebih dekat dan ayah dan kakak saya adalah alumni dari sma tersebut. Melihat pilihan ini, saya cenderung untuk memilih SMAN 28 Jakarta karena lokasi dan sudah terdapat bukti kualitas pendidikannya bila melihat kakak saya yang merupakan mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia dan ayah saya yang bekerja sebagai polisi dan juga merupakan lulusan Universitas Indonesia.
Masa awal SMAN 28 Jakarta saya sangat berbeda dengan ketika di smp. Karena pada masa ini saya sudah memahami pentingnya sosialisasi dan mengumpulkan kepercayaan diri untuk berbincang dan memimpin teman-teman saya. Namun, pada hari-hari awal di sma saya mengalami demam sehingga harus izin selama 3 hari untuk istirahat di rumah. Ketika masuk, teman-teman saya sudah membuat kelompok berbincang masing-masing dan saya tertinggal sendiri tanpa kelompok. Meski begitu, salah satu sahabat smp saya yang berhasil masuk sma yang sama membantu saya untuk bersosialisasi dan membentuk kelompok sendiri. Kelompok ini membesar dan hingga saat ini masih menjadi sahabat-sahabat terdekat saya. Awal kehidupan saya di sma biasa-biasa saja tanpa terjadi hal yang sangat menarik. Di sma ini kami diwajibkan untuk mengikuti minimal 1 ekstrakurikuler. Saya, yang masih belum dapat mengetahui fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler tentu merasa terganggu akan keberadaan ekstrakurikuler yang berisiko untuk mengganggu aktivitas akademis. Namun, saya tetap mengikuti peraturan dan bergabung ke ekstrakurikuler Robotik bersama dengan sahabat saya. Ketika awal memasuki ekstrakurikuler ini saya mencoba untuk berpikir positif dan mengikuti seluruh rangkaian acara yang diberikan organisasi ini. Tanpa diduga, saya memiliki pengalaman yang sangat baik, karena dapat belajar mengenai coding, merakit robot, perlombaan robot, dll. Saat kelas 8, Robotik menyelenggarakan Asean Robotic Day 2019 yang akan menjadi pusat perlombaan mancanegara yang berlangsung selama 3 hari. Semua anggota Robotik diwajibkan untuk mendaftar sebagai panitia, dengan saya sendiri mendaftar pada divisi P3K3 sub-divisi P3K yang berperan dalam pertolongan pertama dan memastikan kesehatan panitia tidak mengalami penurunan saat acara berlangsung. Sejujurnya, saya memilih divisi ini karena dari yang teman-teman saya menyebutkan bahwa divisi ini adalah divisi yang bobot pekerjaannya terrendah. Pendapat teman saya ternyata benar, anggota sub-divisi P3K hanya bergerak ketika terjadi kendala, di mana kendala ini sangatlah langka sehingga saya kebanyakan menghabiskan waktu di dalam unit kesehatan siswa (UKS) untuk tidur. Namun, hal ini bukan berarti saya tidak mendapatkan pengalaman apapun dari acara ini, saya mendapatkan tugas untuk mengkoordinasi tim ambulans dari penyambutan, pemindahan alat-alat darurat dari ambulans menuju UKS maupun sebaliknya, pemberian makan, dan melaporkan kejadian urgensi yang pelru penanganan tim ambulans. Selain itu, saya juga mendapatkan tanggung jawab untuk mencatat dan mengisi ulang tas P3K yang dikenakan oleh tim patroli sub-divisi P3K. Dari pekerjaan saya ini, saya mulai paham akan sistem penanganan pasien dalam keadaan darurat, mengkoordinasi jalur ekstraksi pasien, dan ilmu pertolongan pertama yang diajarkan oleh tim ambulans ketika waktu kosong dan tidak terjadi suatu kejadian. Namun, kebanyakan keseharian saya sebagai anggota P3K hanya memberikan obat sakit kepala kepada panitia dan pelomba. Meski acara yang kami jalani tidak sempurna dan masih dapat diperbaiki, kami belajar bagaimana rasanya menjadi panitia acara mancanegara dan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Setelah acara ini selesai saya melanjutkan kbm saya secara normal hingga kasus-kasus covid 19 mulai meningkat dan menyebabkan terjadinya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membuat pendidikan kami berubah dari bertemu secara luring menjadi daring.
Di awal masa PPKM saya merasa senang karena akhirnya mendapatkan istirahat dari kegiatan-kegiatan sekolah yang melelahkan dan dapat bermain dan beristirahat kapan pun. Saat itu, saya yakin bahwa PPKM akan berlangsung selama 2 minggu sehingga saya ingin memanfaatkan waktu istirahat saya secara maksimal. Oleh karena itu, saya kurang memperhatikan pembelajaran, bermalas-malasan ketika diberi tugas, dan tidak berusaha untuk belajar secara maksimal sebelum ujian. Kebiasaan ini saya teruskan selama 2 minggu dan ketika saya sadar bahwa PPKM akan berlangsung lebih lama, saya merasa sangat senang dan melanjutkan kebiasaan saya. Saya hanya baru menyadari kesalahan saya setelah kelas 12 dimana saya baru menyadari bahwa pengetahuan saya sangatlah kurang bila dibandingkan dengan teman saya yang lain. Teman-teman diskusi saya mulai melakukan diskusi tanpa mengundang saya karena dipandang mengganggu jalannya diskusi dan teman yang sering bertanya kepada saya mulai jarang bertanya karena sudah tidak yakin apakah pengetahuan saya dapat menjawab pertanyaannya. Hal ini membuat saya sangat khawatir dan cemas sehingga mencoba untuk mengebut semua materi yang tertinggal dengan sia-sia. Tanpa saya sadari, kelas 12 pun selesai dan saya harus mempersiapkan diri untuk seleksi masuk perguruan tinggi.
Awalnya, saya yakin bahwa nilai saya cukup untuk mengikuti SNMPTN sehingga tidak begitu mempersiapkan diri untuk UTBK. Namun, mimpi buruk saya menjadi kenyataan ketika diumumkan bahwa saya gagal masuk FK UPNVJ melalui jalur SNMPTN dan diharuskan untuk mengikuti UTBK. Mendengar kabar ini saya menjadi pasrah dan menyerah, saya yakin bahwa semua kesalahan dan kelalaian yang telah saya lakukan terkumpul dan menyebabkan saya tidak dapat lulus UTBK ini sehingga membuat saya sangat takut untuk mengikuti UTBK. Ketika saya menyerah, ayah saya meyakinkan saya untuk tetap mengikuti UTBK karena lebih baik kalah berusaha dibandingkan dengan kalah karena tidak bertindak apa-apa. Meski ragu, saya tetap mengikuti saran ayah saya dan mengikuti UTBK. Saya mencoba untuk menghindari universitas-universitas ternama seperti UI dan memilih UPNVJ dan UIN Jakarta jurusan kedokteran. Setelah mengikuti ujian saya untungnya mendapatkan nilai yang cukup untuk memasuki FK UIN Jakarta.
Dalam FK UIN Jakarta saya mendapatkan pengalaman dan kenangan yang indah bersama teman-teman sebaya saya. Saya belajar mengenai pentingnya solidaritas, kekeluargaan, dan keberanian untuk membela teman dalam kebaikan. Selain itu, saya juga mendapatkan pendidikan kedokteran yang sangat bagus dari dosen-dosen di sana. Saya yakin bahwa saya akan menghabiskan semua pendidikan kedokteran saya di FK UIN Jakarta, namun biaya ukt yang sangat mahal selalu membuat saya untuk ingin mengikuti ujian simak UI agar bisa pindah universitas. Ketika teman saya mengetahui bahwa saya mendaftar simak UI, mereka memberikan semangat dan doa sehingga membuat saya menjadi lebih yakin. Keyakinan ini mendorong saya untuk terus belajar mempersiapkan ujian simak di tengah-tengah ujian, praktikum, kkd, dan tugas pendidikan kedokteran yang tidak mudah. Akibatnya, nilai saya di FK UIN Jakarta mengalami penurunan yang signifikan. Kebetulan saja, pengumuman simak UI dilakukan pada hari ujian praktikum sehingga saya merasa tidak yakin dan takut untuk mengecek pengumuman simak UI. Namun, dorongan dari teman-teman saya membuat saya untuk berani membuka pengumuman dan ketika melihat bahwa saya lolos simak UI dan masuk FK UI kami merayakannya bersama-sama dan langsung mengadakan perpisahan beberapa hari setelahnya.
Berhasil masuk FK UI tentu tidaklah mudah, untuk itu saya akan mencoba untuk mempertahankan posisi saya agar tidak mengecewakan kedua orangtua saya. Saya akan berkomitmen untuk aktif dalam organisasi, membiasakan rajin belajar, dan menghilangkan rasa sombong yang selalu mengganggu pemikiran dan penilaian saya.
Saya berharap bahwa diri saya sendiri dapat dan mampu berubah untuk lebih baik dan teman-teman angkatan 2022 juga dapat menjadi angkatan yang mengutamakan kecerdasan dan solidaritas antar teman sejawat.
Untuk meraih mimpi saya menjadi seorang dokter, saya memiliki rencana jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek saya akan semakin rajin belajar untuk mendapatkan ilmu dasar kedokteran dan mengikuti organisasi yang dapat meningkatkan kemampuan organisasi dan kedisiplinan diri saya sendiri. Untuk jangka panjang saya berencana ketika lulus akan melanjutkan pendidikan sebagai spesialis kulit atau meneruskan pendidikan di S2 MARS.
Saya juga berharap bahwa masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan dari penyakit degeneratif yang terjadi akibat genetik, gaya hidup yang buruk, dan lingkungan kerja yang tidak menyehatkan.
Pesan dari saya untuk adik-adik yang ingin masuk FK UI adalah untuk selalu mempersiapkan diri dan jangan pernah sekalipun kalah melawan rasa sombong. Rasa sombong ini akan mencegah perkembangan diri sebagaimana yang dialami oleh saya dan jangan lupa untuk tidak takut menerima saran dan kritik dari teman terdekat kalian. Jangan lupa untuk selalu menjaga hubungan antara sahabat dan keluarga, karena merekalah yang akan menemani kalian dalam waktu terendah kalian. Harus selalu berusaha, karena lebih baik kalah berusaha dibandingkan dengan kalah karena tidak bertindak apa-apa!
Comments