top of page
Search

Narasi Perjuangan - M. Ihsanul Kamil

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 9 min read

Isak Tangis Kejar Gelora


“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang telah melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku. Dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku” Ucapan Umar bin Khattab, salah satu tokoh inspiratif dalam hidup saya yang menjadi inspirasi dan prinsip saya agar tetap semangat berjuang menggapai mimpi saya menjadi seorang dokter.


Sebelumnya, perkenalkan nama saya M. Ihsanul Kamil. Teman-teman dan keluarga saya umumnya memanggil saya dengan sebutan Icang. Saya berasal dari daerah yang umumnya jarang dikenali oleh banyak orang, kota yang terkenal oleh dengan cuaca panas dan kondisi gersangnya, yaitu Kota Bima. Saat ini, saya adalah mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) yang diterima, tepatnya pada tanggal 29 Maret 2022. Saya diterima sebagai bagian dari keluarga besar Universitas Indonesia tepatnya pada Fakultas Kedokteran (FK) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi negeri) atau biasa dikenal oleh khalayak umum dengan jalur undangan. Di FKUI, terdapat dua program pendidikan yang ditawarkan, yakni program Reguler dan KKI (Kelas Khusus Internasional). Saya sendiri merupakan salah satu bagian yang beruntung menjadi mahasiswa pada program reguler.


Sebelum menjadi bagian dari 243 mahasiswa baru FKUI 2022, saya bersekolah di MAN Insan Cendekia Lombok Timur. Salah satu sekolah terbaik di Provinsi Nusa Tenggara barat (NTB) yang masuk dalam nominasi 1000 sekolah jenjang SMA/MA/SMK terbaik di Indonesia menurut LTMPT. Melanjutkan studi di sekolah tersebut sebetulnya didasarkan karena kemauan dari orang tua tetapi saya percaya bahwa di tempat tersebut. Sejak kecil saya sudah berkeinginan untuk menjadi dokter yang terlihat berwibawa dengan balutan jas putih (Snelli) sehingga saya mencoba untuk mencari informasi mengenai “FK mana, ya yang termasuk dalam jajaran FK terbaik di Indonesia?”. Hal yang pertama kali muncul pada laman pencarian pada saat itu ialah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sementara itu, saya memiliki minat di bidang Olimpiade Biologi dan Kedokteran yang mengharuskan diri saya untuk terbiasa membaca buku-buku berhalaman tebal, seperti Campbell, Biology of Cells by Alberts, Taiz anatomy and physiologi of plants, Sherwood, dan masih banyak lagi. Tentunya di antara beberapa buku yang telah saya baca terdapat beberapa penulis buku yang merupakan staf pengajar di FKUI, yaitu buku Parasitologi Kedokteran karya staf pengajar Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran UI. Melihat hal tersebut, saya merasa takjub dan semakin yakin bahwa dengan memilih FKUI sebagai batu loncatan masa depan adalah hal yang baik yang dapat mengasah kemampuan dan bakat yang saya miliki untuk menjadi soerang dokter yeng hebat dan berdedikasi tinggi. Semenjak itu, saya mencoba untuk menggali informasi lebih dalam lagi mengenai Jurusan Pendidikan Dokter dan bertekad bahwa saya akan menjadi dokter lulusan UI.


Mungkin bagi sebagian orang, memiliki pemikiran untuk menjadi dokter adalah hal yang terlihat biasa dan cenderung monoton. Kebanyakan dari mereka hanya melihat bahwa menjadi seorang dokter hanya akan bekerja hingga larut di rumah sakit, serta akan dapat mengantongi milyaran rupiah. Namun, saya bukanlah bagian dari mereka. Sejak bayi saya telah “dianugerahi” oleh beberapa penyakit yang membuat tubuh ini terlihat renta dan tak berdaya. Sampai-sampai rumah sakit saja terasa seperti rumah kedua. Rintihan sakit dan air mata sudah biasa saya lalui. Sering kali diri ini merasa tak berguna dan hanya menyusahkan orang tua saja. Sampai suatu ketika, ketika saya di titik di mana saya menjalani Beberapa terapi dan operasi. Saya melihat banyak sekali orang yang tidak seberuntung diri ini. Banyak dari mereka mengidap penyakit serius yang terdengar dapat berakibat lebih menyeramkan dari apa yang dapat mengenai saya tetapi mereka masih bisa untuk tetap semangat menjalani kehidupan yang mereka sendiri tidak tahu akan berakhir kapan. Hal tersebut, tentunya membuat hati kecil ini tersayat dan terasa seperti ada dorongan untuk bisa mengurangi rasa sakit dan penderitaan yang mereka alami agar mereka bisa tetap untuk menyebarkan senyuman indah mereka selagi memandangi keindahan dunia yang Tuhan ciptakan ini. Itulah motivasi terbesar saya bahwa mengapa saya merasa harus menjadi seorang dokter.


Lahir dari orang tua yang merupakan seorang tenaga kesehatan, membuat sedikit masa kecil saya terasa seperti sedikit kesepian karena padatnya jadwal tugas mereka yang mengharuskannya untuk jarang berada di rumah. Namun, seperti anak kecil pada umumnya saya tidak merasa bahwa hal tersebut perlu untuk saya pusingkan, yang ada dalam benak saya saat itu hanyalah bermain, bermain, dan bermain dan membuat saya memiliki bibit rasa malas untuk bersekolah di jenjang Taman Kanak-kanak (TK), walaupun kedua orang tua saya terdengar jarang memiliki waktu untuk anak kecilnya ini, mereka tetap mengajari hal-hal akademis dasar seperti, berhitung, menulis, dan membaca serta memastikan bahwa anaknya sudah dibekali dengan pengetahuan mendasar.


Untuk memastikan hal tersebut orang tua saya memasukkan saya pada TK dan SD (Sekolah Dasar) Islam swasta yang masih dalam satu lingkup yang sama dengan alasan bahwa saya tidak perlu susah untuk beradaptasi lagi dengan lingkungan yang baru. Masa-masa SD masih terasa seperti masa TK, bermain masih menjadi prioritas utama bagi saya. Belajar dan mengerjakan PR adalah hal yang paling saya benci saat itu sampai-sampai saya sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang saya buat-buat. Herannya, ketika masa ulangan akhir semester dilaksanakan saya selalu merasa senang untuk berlatih mengerjakannya dan meraih nilai yang selalu bagus. Rasa malas itu masih terus berlangsung hingga saya berada di kelas 3 SD sehingga saya hanya bisa puas dengan peringkat 4 saja. Saat kelas 4 SD, saya mulai memiliki jiwa kompetitif yang membuat saya lebih sering belajar dan mulai tertarik dengan Bidang IPA. Ketertarikan tersebut mendorong saya untuk mencoba mengikuti beberapa ajang olimpiade dari Tingkat Kecamatan hingga Tingkat Kota. Namun, tetap saja, hasil yang saya dapatkan hanyalah kegagalan, kegagalan, dan kegagalan. Lalu, melihat hal tersebut bagaimana kira-kira tanggapan dari orang tua saya? Hal yang tidak saya duga, orang tua saya tidak merasa kecewa sedikitpun bahkan terus mendukung anaknya dengan membelikannya beberapa buku bacaan sebagai referensi belajar. Hal tersebut membuat saya terus semangat dan mulai membuat saya merasa bahwa kegiatan belajar adalah suatu hal yang menyenangkan. Kelas 4 SD berlalu begitu saja, saat kelas 5, semangat belajar saya lebih menggebu-gebu dan menjadikan saya masuk ke dalam jajaran 10 siswa terbaik dalam olimpiade se-Kota Bima yang diselenggarakan oleh satu agen bimbingan belajar di Bima. Tidak sampai disitu, di sekolah pun saya menjadi lebih aktif dan hasilnya berbuah manis, saya mendapatkan peringkat pertama, mengalahkan teman saya yang telah mendapatkan ranking satu berturut-turut selama 4 tahun. Dengan beberapa prestasi yang saya raih membuat orang tua saya bangga dan mengapresiasi dengan memberikan gawai tablet yang bisa saya gunakan untuk mengisi waktu-waktu luang. Namun, tablet yang diberikan tidak membawa dampak positif, melainkan mendatangkan rasa adiktif yang membuat saya mengacuhkan pendidikan di sekolah dan berfokus pada game. Hal ini tentunya membuat prestasi saya menurun di saat kelas 6 dan saya harus puas dengan kenyataan bahwa saya hanya bisa mengantongi peringkat 2 dan terbaik ke-3 nilai Ujian Nasional (UN) di lingkup sekolah.


Memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya memilih untuk masuk menjadi bagian dari salah satu sekolah favorit di Bima. Sekolah itu adalah MTsN 1 Kota Bima. Mayoritas teman-teman saya memilih sekolah tersebut dengan alasan sering menjuarai lomba akademik atau pun non-akademik, agar bisa mempelajari agama lebih dalam lagi, dan ingin menjadi seseorang yang dianggap keren. Namun, berbeda dengan saya. Alasan saya ingin masuk ke dalam sekolah tersebut karena abang saya yang menjadi role model saya pada saat itu merupakan alumni dari MTsN 1 Kota Bima. Terdengar sedikit konyol tetapi itulah kenyataannya. Proses yang saya jalani untuk bisa masuk ke sana cukup lika-liku. Rasa malas dan sifat acuh masih menjadi prinsip utama saya. Dengan sifat seperti itu, saya bersyukur masih bisa lolos dengan peringkat 91. Tidak sampai disitu, saya masih diberikan kesempatan untuk mecoba tes untuk masuk ke dalam kelas BL (Bilinggual) karena peringkat saya masuk dalam jajaran 100 orang terbaik. Masih dengan sifat yang sama, saya harus puas dengan peringkat 12 yang saya dapatkan dan ditempatkan pada kelas BL-1. Di sana lah perjalanan akademik saya dimulai. Bertemu dengan orang-orang hebat yang memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata membuat persaingan di dalam kelas tersebut sangat ketat. Di kelas tersebut saya pertama kali merasakan culture shock. Teman-teman saya terlihat lebih “ambis” dan sering sekali mendapatkan nilai 100. Melihat hal tersebut, saya merasa tertinggal dan pertama kali mencoba untuk mengenali diri saya sendiri, serta cara belajar apa yang paling sesuai. Perlahan saya mulai menaiki anak tangga. Dari ranking 11 menuju 9, kemudian 7, 6, dan di semester 5, saya berhasil meraih juara 1. Tidak hanya juara kelas, saya juga aktif mengikuti lomba akademik, seperti olimpiade biologi, dan juga lomba non-akademik seperti, speech, spelling bee, story telling, serta poem. Di akhir kelas 9, performa saya kembali menurun. Saya kembali sakit-sakitan. Bahkan saya hanya bisa mengikuti Ujian Sekolah dari rumah. Tidak sampai disitu, dalam kondisi sakit, saya harus mengikuti ujian seleksi masuk MAN IC yang diadakan memang jauh sebelum PPDB SMA negeri dibuka. Ujian tersebut dilaksanakan secara nasional di Lombok, daerah yang notabenenya lumayan jauh dari Bima hingga dapat memakan waktu perjalanan darat selama 12 jam. Dengan tetap tegar dan semangat, saya coba untuk menjalaninya. Meskipun demikian, pada awalnya saya tidak ingin bersekolah di sana dikarenakan jaraknya yang jauh dan takut untuk hidup sendiri tetapi saya tetap untuk menuruti keinginan orang tua saya. Malam sebelum dilangsungkannya tes, saya mengalami muntah-muntah, dan kondisi saya saat itu terlihat sangat lemas. Hal tersebut tentunya membuat panik orang tua saya dan membuat saya hampir dilarikan menuju puskesmas tedekat. Namun, rencana allah berkata lain, saya tidak perlu untuk pergi ke puskesmas dan dapat tidur dengan nyenyak di penginapan. Pada saat ujian seleksi berlangsung saya tidak bisa berpikir dengan fokus dan merasa ingin cepat keluar dari ruangan tersebut. Akan tetapi, entah apa yang terjadi, saya merasa senang dan menikmati mengerjakan soal-soal yang disediakan. Walaupun dengan persiapan yang tergolong minim hingga dapat dikatakan nihil. Saya mampu untuk lolos dan menjadi siswa MAN Insan Cendekia Lombok Timur.


Pada awalnya, saya merasa takut apakah saya dapat bertahan atau tidak di daerah orang lain. Namun, sedikit demi sedikit saya mampu untuk beradaptasi. Awal cerita semakin bulatnya tekad saya memilih FKUI berawal dari sini. Sebelum memulai proses kegiatan belajar mengajar dimulai. Para siswa baru harus menjalani beberapa rangkaian kegiatan, seperti Matrikulasi untuk menentukan jurusan, dan Matsama sebagai masa pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan matrikulasi berisi pembekalan materi yang akan dikeluarkan sebagai ujian pada hari terakhir matrikulasi guna mengetahui kecocokan siswa pada jurusan tertentu. Jujur saja, saya tidak memiliki pilihan lain untuk memilih MIPA sebagai jurusan saya. Hal itu karena saya tidak menyukai beberapa mata pelajaran di lingkup soshum yang saya rasa cukup menyusahkan. Saya mencoba untuk mengulang kembali materi selama SMP dan mencoba aktif untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan selama kegiatan matrikulasi berlangsung. Saat hari penentuan jurusan berlangsung, saya mencoba menjawab soal dengan sebaik mungkin. Namun apa daya, ternyata saya tidak masuk ke dalam tiga besar peraih nilai terbaik. Walaupun, saya tetap mendapatan jurusan yang saya impikan. Mulai saat itu saya merenung dan menyusun rencana untuk lebih serius ke depannya agar bisa masuk ke dalam kategori siswa yang mendapatan kesempatan mengikuti jalur undangan untuk masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Saya mencoba terlihat santai dan konyol agar teman-teman saya tidak merasa bahwa saya terlalu berambisi untuk mendapatkan nilai. Setiap harinya saya memulai pembelajaran secara mandiri dikala teman-teman saya tertidur serta mencoba mencari waktu-waktu senggang untuk mencari bahan belajar. Saya selalu yakin bahwa tidak ada hasil yang terbaik tanpa usaha yang keras dan do’a kepada sang pencipta. Puji syukur, saya selalu mendapatkan ranking 1 dari semester satu sampai lima walau Isak tangis dan tawa selalu menemani hari-hari saya di Insan Cendekia. Walaupun demikian, saya masih sering merasakan kegagalan sampai saya sering merasa frustasi. Bayang-bayang kegagalan selalu mengahantui saya dan membuat saya merasa terbebani. Namun, sekali lagi saya bersyukur dipertemukan dengan ustadz dan ustadzah yang sangat baik, serta teman-teman yang begitu loyal menemani disaat susah hingga senang sekalipun. Titik terberat yang saya alami adalah saat di mana saya harus menetukan pilihan SNMPTN. Meskipun saya merupakan ranking paralel satu di angkatan, sekolah saya tetaplah MAN IC (Insan Cendekia) yang masih berumur jagung. Saya merupakan angkatan ketiga dan dua angkatan di atas saya belum ada yang mampu untuk tembus masuk menjadi bagian dari kampus perjuang UI. Beribu rintangan seperti diremehkan, dianggap tidak mampu, tidak realitis dan idealis telah saya lalui. Di saat itu, saya merasakan begitu kejamnya perkataan orang lain. “Apa salahnya sih mengejar mimpi dan mau mencoba?” Hal yang selalu muncul di benak saya ketika saya mendapati hal-hal yang kurang mengenakkan. Akan tetapi, tetap saja tekad saya sudah bulat untuk memilih FKUI sebagai pilihan utama saya dalam setiap jalur yang akan saya tempuh. Syukurlah, saya tidak perlu untuk berusaha lebih keras lagi untuk mengejar hal yang saya impikan karena saya Alhamdulillah diterima melalui jalur SNMPTN.


Fakultas Kedokteran bukanlah tempat yang rasa untuk bersantai-santai ataupun bermain. Saya rasa, diri saya yang dulu masih kurang pantas dan bahkan bisa saja tidak dapat bertahan di dalam lingkungan FK ini. Dengan hal tersebut saya mulai untuk berkomitmen untuk lebih rajin dan proaktif dalam belajar, mengingat profesi yang akan saya lakoni pada masa mendatang terkenal dengan istilah “Long life Learner”. Tidak hanya itu, saya akan mencoba untuk mengikuti beberapa organisasi yang mampu untuk mengembangkan minat dan bakat yang saya miliki.


Menjadi dokter merupakan impian saya tetapi untuk menggapainya saya harus melewati beberapa anak tangga. Tangga tersebut akan saya coba lalui dengan mengerahkan segala potensi terbaik yang saya miliki. Saya berharap dapat melalui semua rangkaian kegiatan pembelajaran di FKUI secara maksimal dan mendapatkan hasil yang terbaik. Selain itu saya juga ingin memperluas relasi yang saya miliki serta memperbagus cv saya dengan prestasi dan organisasi selama menjalankan studi di Fakultas Kedokteran UI.


Selama menjalani masa pre-klinik, saya ingin menikmati segala prosesnya dengan semangat dan tekun dalam menjalani segala kegiatan. Saya ingin memaksimalkan metode belajar “nyicil” selama menjalankan kehidupan pre-klinik. Selain itu saya ingin mencoba mengikuti lomba-lomba menulis karya ilmiah. Di samping itu, besar harapan saya untuk lulus tepat pada waktunya, dan bila diberikan kesempatan mendapatkan gelar cumlaude, saya sangat bersyukur. Jika tidak pun tidak apa-apa.


Selama menjalani masa co-ass, saya ingin mengetahui lebih dalam mengenai bidang apa yang saya lebih minati untuk dapat lanjut ke jenjang spesialis. Ditambah lagi saya ingin menjalani proses tersebut dengan sepenuh hati dan lulus tepat waktu.


Jika suatu saat saya menjadi seorang dokter. Saya ingin menjadi sesorang yang Amanah dan tetap pada pendirian yang sudah saya sampaikan pada beberapa paragraf di atas dan mampu menolong pasien tanpa pamrih. Saya juga ingin meneggakkan ketidakadilan dan menjauhi KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme). Sampai saat saya menulis narasi ini, impian spesialisasi yang akan saya ambil adalah saraf. Hal tersebut saya putuskan karena saya merasa sangat penasaran dengan segala hal yang ada di otak manusia yang sampai saat ini semua informasinya belum semuanya terungkap.


Jikalau kalian yang membaca narasi ini merupakan salah satu dari pejuang makara hijau. Tetaplah semangat dan yakin dengan apa yang kau impikan. Percayalah bahwa rencana tuhan adalah rencana yang terbaik. Berusahalah sekuat yang kamu bisa tetapi tetaplah peduli dengan kondisi Kesehatan fisik dan mentalmu. Yakinlah jika memang makara hijau adalah jalanmu, makai ia tidak akan melewatkanmu.


 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page