Narasi Perjuangan - Inggrid Amadea
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 8 min read
Perjalanan Penuh Ketertidakdugaan
Nama saya Inggrid Amadea. Biasa dipanggil Dea oleh teman dan keluarga. Sebelum masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya menempuh pendidikan di SMAN 4 Pekanbaru. Saya berhasil lulus di FKUI melalui jalur SIMAK UI kelas reguler. Saya selalu memandang UI sebagai universitas yang sangat bergengsi, apalagi fakultas kedokterannya. Saya tidak pernah menyangka akan masuk di Kampus Kuning ini, memakai jaket kuning bermakara hijau, dan menyanyikan lagu “Genderang UI” bersama teman-teman sejawat. Saat masih duduk di bangku sekolah dulu, saya bahkan tidak berani bermimpi untuk bisa lulus di UI. Akan tetapi, setelah kegagalan saya di ujian SBMPTN 2022 dan dengan dukungan orang tua dan guru, saya memutuskan untuk mengejar UI dengan cara mengikuti SIMAK UI.
Sejak kecil, ayah dan ibu saya sangat berharap putri satu-satunya untuk dapat masuk di fakultas kedokteran dan menjadi seorang dokter. Saya memiliki ibu dan kakek yang berprofesi sebagai dokter. Hal ini membuat saya sedikit familiar dengan dunia kedokteran. Pada masa saya TK sampai dengan duduk di bangku SD, saya meyakini bahwa menjadi dokter adalah cita-cita saya. Jika ditanya oleh guru tentang apa yang saya cita-citakan ketika sudah besar nanti, saya selalu menjawab dengan mantap bahwa saya ingin menjadi seorang dokter. Sejujurnya, saya waktu itu tidak terlalu mengerti apa artinya menjadi seorang dokter. Setelah saya semakin besar, saya menyadari apa yang membuat saya selalu menjawab dokter sebagai sesuatu yang saya cita-citakan. Itu disebabkan oleh orang tua saya yang selalu membuat saya menjawab bahwa dokter adalah cita-cita saya jika ada yang menanyakan tentang cita-cita saya. Memasuki SMP, saya pikir dokter hanya sebuah cita-cita masa kecil, hanya sekadar lucu-lucuan semata yang orang tua saya buat untuk saya cita-citakan. Bukankah betapa lucu dan menggemaskan jika seorang gadis kecil menjawab bahwa dia ingin menjadi seperti ibunya saat besar nanti? Berangkat dari pikiran tersebut, saya mulai bergonta-ganti cita-cita. Saat duduk di bangku SMP, saya sangat tergila-gila membaca novel dan komik. Saya sempat bercita-cita menjadi seorang penulis. Selain penulis, saya juga bercita-cita untuk bekerja di toko buku atau memiliki toko buku. Cita-cita saya di SMP didasari dari ketergila-gilaan saya membaca buku dan komik. Satu-satunya yang saya pikirkan saat itu adalah suatu pekerjaan dimana saya hanya akan berhadapan dengan buku dan dapat membaca buku setiap harinya. Saat SMP nilai saya tidak rendah, tetapi tidak tinggi juga. Dalam pikiran saya, hanya murid-murid dengan nilai menakjubkan semasa sekolahnya yang besarnya dapat menjadi seorang dokter. Saya juga langganan remedial matematika. Saat kelas sembilan atau tiga SMP, seperti anak yang sedang duduk di bangku kelas sembilan lainnya, saya mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional SMP. Pada saat itu, saya tidak pernah mengharapkan nilai yang tinggi dan menakjubkan. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi, saya adalah langganan remedial matematika. Karena itu, saya hanya berharap untuk mendapat nilai yang cukup untuk dapat diterima oleh SMA negeri di Kota Pekanbaru.
Di bangku kelas sembilan, saya diajar matematika oleh seorang guru yang biasa disapa Mam Neng. Mam Neng adalah guru yang cukup terkenal namanya di SMP saya karena tegas dan sangat disegani murid-murid. Karena saya tidak terlalu pintar matematika dan mengetahui reputasi Mam Neng yang tegas dan disegani, saya cukup khawatir bagaimana nasib saya nanti jika jam pelajaran matematika tiba. Akan tetapi, semua kekhawatiran saya hilang setelah menjalani kelas dengan Mam Neng. Gayanya yang tegas dan tidak pernah berhenti menuntun dan memotivasi saya dalam belajar, membuat saya sangat terpukau. Sebelumnya, saya akan selalu menyontek tugas dan ulangan harian matematika milik teman saya. Namun, sejak diajar oleh Mam Neng, saya bertekad untuk tidak pernah menyontek saat pelajaran matematika. Awalnya tentu saja saya memperoleh nilai yang lumayan rendah. Tidak jarang nilai saya berkepala 2, 3, dan 4. Meskipun begitu, nilai saya perlahan naik dan untuk pertama kalinya saya berhasil memperoleh nilai ulangan matematika berkepala sembilan, bahkan mencapai nilai seratus. Puncaknya adalah nilai UN matematika saya yang cukup memuaskan.
Bertemu dan diajar oleh Mam Neng bukan satu-satunya life changing moment yang terjadi di kehidupan saya semasa kelas sembilan. Sekitar dua atau tiga bulan sebelum UN, ayah saya didiagnosis mengidap kanker nasofaring. Tentu saja kami sekeluarga terkejut dan merasa sangat sedih. Karena penyakit ayah saya yang butuh perhatian lebih, ibu saya fokus menemani ayah saya untuk melakukan pengobatan ke Penang, Malaysia. Ayah saya yang sakit juga merupakan salah satu hal yang memotivasi saya untuk belajar keras dan bertekad mendapat nilai UN yang memuaskan. Saya ingin membanggakan orang tua saya, terutama ayah saya pada saat itu. Ketakutan bahwa itu merupakan kesempatan terakhir saya membuat ayah saya bangga, mendorong saya untuk belajar lebih keras setiap harinya. Saya juga sangat mengingat perasaan iri dan sedih melihat teman-teman saya yang menghadiri perpisahan SMP bersama orang tuanya, sedangkan saya hanya menghadirinya sendirian saja tanpa kehadiran orang tua. Mereka tidak dapat hadir tentu saja karena ibu saya sedang menemani ayah saya melakukan kemoterapi dan radiasi di Penang. Hari pun berlalu, dan nilai UN SMP dikeluarkan. Saya sangat bersyukur dapat mempersembahkan nilai yang cukup memuaskan untuk orang tua saya. Betapa saya juga bersyukur karena bertemu Mam Neng dan teman-teman yang selalu memotivasi dan mendukung saya. Karena nilai yang cukup memuaskan, saya dengan mudah diterima di salah satu SMA negeri favorit Pekanbaru, yaitu SMAN 4 Pekanbaru.
Duduk di bangku SMA, saya mulai memikirkan kembali tentang cita-cita saya. Saya ingat ketika hari pertama masa orientasi sekolah, kakak pembimbing menanyakan cita-cita seluruh murid di kelas. Sempat terpikir untuk menjawab dokter, tetapi saya memutuskan untuk memberi jawaban yang lain. Saya pun menjawab bahwa saya ingin menjadi seorang arsitek. Sangat random bukan? Saya juga tidak terlalu ingat mengapa saya kepikiran untuk menjawab arsitek. Walaupun saya sudah mengumumkan pada hari pertama masa orientasi sekolah bahwa saya bercita-cita menjadi seorang arsitek, saya tahu saya tidak benr-benar ingin menjadi seorang arsitek Waktu pun berlalu, saya duduk di kelas sebelas SMA. Bersamaan dengan dimulainya pandemi Covid-19. Lebih tepatnya, pandemic Covid-19 di Indonesia terjadi ketika semester dua di kelas sebelas. Seperti yang semua orang di dunia rasakan, pandemi ini mengubah kebiasaan sehari-hari. Sekolah saya pun menerapkan pembelajaran jarak jauh atau secara daring. Hal ini menyebabkan nilai saya menjadi cukup anjlok. Sebelum pandemi terjadi, saat masih kelas sepuluh, saya memiliki nilai yang cukup bagus di kelas. Akibat dari pembelajaran jarak jauh, saya menjadi sering lupa dan tidak mengumpulkan tugas. Saya juga menjadi semakin tidak mengerti pelajaran sekolah. Sebenarnya, sebelum pandemi saya bukan mengerti-mengerti banget tentang pelajaran sekolah, tetapi saya dapat memperoleh nilai yang lumayan tinggi karena rajin membuat tugas. Waktu berlalu dan saya akhirnya duduk di kelas dua belas.
Di kelas dua belas, kehidupan akademik saya lumayan hancur. Nilai saya terjun bebas dan bisa dibilang saya tidak mengerti hampir keseleruhan pelajaran kelas dua belas. Selain karena pembelajaran jarak jauh, nilai saya juga jatuh karena saya fokus belajar untuk ujian SBMPTN 2021. Saya banyak belajar untuk SBMPTN menggunakan aplikasi Zenius. Zenius mengajarkan saya banyak materi dari dasarnya. Karena belajar di Zenius, saya menyadari ketertarikan saya terhadap matematika dan fisika. Karena itu, saya pun berniat untuk masuk teknik sipil. Karena saya merasa lumayan mantap untuk mengejar teknik sipil, saya pun mengutarakan cita-cita saya tersebut kepada kedua orang tua saya. Sangat tidak saya sangka, mereka sangat menolak niatan saya tersebut. Penolakan sangat keras terjadi terutama dari ayah saya. Ayah saya bahkan merasa sangat terkejut karena di pikirannya sejak kecil saya sudah bercita-cita menjadi seorang dokter. Mendengar ayah saya mengatakan hal tersebut, saya lebih terkejut dan tidak terima lagi. Saya tidak menyangka jawaban cita-cita remeh yang saya kira hanya lucu-lucuan semata saja rupanya dianggap serius oleh kedua orang tua saya. Saya tidak terima karena merasa sudah didoktrin sedari kecil untuk menjadi seorang dokter. Penolakan ayah saya tidak membuat saya berhenti berharap untuk dapat masuk ke fakultas teknik. Dengan berbagai cara saya mencoba meyakinkan ayah saya, tetapi tidak ada yang dapat mengubah pendirian ayah saya. Merasa kecewa dan sedih, saya semakin malas belajar. Bukannya dengan sengaja malas-malasan, tetapi semangat belajar saya memang sangat menurun disebabkan oleh penolakan ayah saya. Alasan ayah saya sangat kekeh menginginkan saya menjadi seorang dokter selain dari pada itu adalah harapannya semenjak saya kecil adalah karena penyakit kanker nasofaring yang perah dideritanya. Ayah saya ingin jika sudah tua nanti, saya akan merawat ayah saya dengan pengetahuan yang saya punya. Saya mengerti alasan ayah saya, tetapi saya belum dapat benar-benar menerimanya. Alhasil, seperti yang sudah saya duga, saya dinyatakan tidak lulus ujian SBMPTN 2021. Karena sudah menduga hal tersebut, saya hanya menangis sangat sebentar. Sekitar sepuluh menit saja. Saya pun dengan mantap memutuskan untuk gap year. Awalnya, orang tua saya tidak setuju. Mereka menyuruh saya untuk mengikuti ujian mandiri. Saya menolak keras. Sudah diketahui umum bahwa biaya pangkal mandiri fakultas kedokteran itu sangat mahal. Dalam pikiran saya, saya lebih baik mengulang saja tahun depan dan masuk melalui jalur SBMPTN agar tidak ada biaya pangkal. Orang tua saya pun akhirnya setuju.
Menjalani gap year merupakan perjalanan yang cukup berat. Bukan karena saya minder dengan teman-teman saya lainnya yang sudah berkuliah. Banyak konflik internal yang terjadi mempengaruhi mental dan fisik saya. Saya mengikuti kursus untuk ujian masuk perguruan tinggi negeri. Di sana saya menemukan banyak teman seperjuangan yang dapat saling sharing tentang belajar dan banyak hal lainnya. Saya sempat ingin berhenti mengejar fakultas kedokteran, tetapi orang tua dan guru kursus saya tidak pernah berhenti memotivasi saya. Setelah menyelesaikan ujian SBMPTN 2022, saya sempat meratap. Saya menyadari bahwa saya kurang maksimal dalam menjawab soal. Karena itu, saya pun langsung mengikuti kelas mandiri termasuk kelas persiapan SIMAK UI. Seperti yang sudah saya duga, saya kembali dinytakan tidak lulus ujian SBMPTN. Akhirnya saya mengikuti banyak ujian mandiri universitas termasuk ujian SIMAK UI. Penolakan demi penolakan juga saya terima di ujian mandiri ini. Akibat penolakan ujian mandiri beberapa universitas dan mengetahui banyaknya saingan di ujian SIMAK UI, saya mengikuti ujian SIMAK UI tanpa ekspetasi apapun. Apalagi, pilihan saya adalah salah satu jurusan terfavorit di UI yaitu fakultas kedokteran. Pada saat hari pengumuman SIMAK UI, karena tidak memiliki ekspetasi, saya tidak berencana langsung membuka hasil pengumuman. Saya pikir sudah pasti saya tidak akan lulus. Akan tetapi, ibu saya memaksa saya untuk cepat-cepat membuka hasil pengumuman. Puji Tuhan, saya dinyatakan lulus ujian SIMAK UI di Fakultas Kedokteran kelas reguler. Saat mendapatkan hasilnya, saya sangat syok dang berteriak kencang-kencang. Saya benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan kata selamat dari UI. Saya langsung menelepon ayah saya untuk mengumumkan kelulusan saya. Saya juga menelepon guru kursus saya untuk mengucapkan terima kasih atas motivasi beliau selama ini. Ucapan selamat pun berdatangan dari banyak orang seperti teman-teman saya, keluarga, teman-teman orang tua saya, bahkan orang asing.
Dengan diterimanya saya di FKUI saya memiliki komitmen untuk menjadi individu yang lebih baik. Saya memiliki komitmen untuk belajar lebih tekun giat agar dapat menjadi dokter yang kompeten di masa depan. Saya ingin dapat menumbuhkan rasa kepedulian yang lebih tinggi terhadap sekitar sebagai seorang calon dokter. Saya berkomitmen untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan lebih lagi, menjalani kehidupan perkuliahan dengan baik, berusaha menghindari konflik antar teman sejawat, dan mendapatkan teman-teman baru dari berbagai latar belakang. Saya juga berharap untuk diri saya sendiri dan tentunya angkatan FKUI 2022 menjadi orang-orang yang cerah. Cerah dalam artian cerah pikirannya dan nuraninya. Saya berharap angkatan kami sesuai dengan nama yang telah dipilih oleh FKUI 2022 untuk FKUI 2022 yaitu brilian. Unggul dalam akademik maupun non akademik dan untuk meraihnya harus tangguh dan bersatu. Semoga FKUI 2022 selalu kompak dan saling menyemangati satu sama lain. Saya juga memiliki rencana untuk dapat mengembangkan skill dengan mengikuti organisasi yang ada di UI. Dan akhirnya, saya dapat lulus dan meraih gelar S.Ked dengan predikat tidak kurang dari Cum Laude. Rencana jangka panjang saya di masa klinik adalah dapat belajar lebih banyak dengan dokter-dokter senior yang lebih ahli. Melatih segenap tubuh, jiwa, raga saya menjadi dokter yang baik, ahli, dan kompeten. Saya berharap setelah menjalani koas dan menjadi seorang dokter, jika diberi kesempatan oleh Tuhan, saya ingin melanjutkan pendidikan sebagai seorang dokter spesialis.
Saya tentunya juga ingin dapat mengedukasi masyarakat sekitar tentang kesehatan. Semoga kepedulian terhadap kesehatan di masyarakat semakin meningkat. Saya berharap masyarakat tidak mudah percaya dan termakan dengan hoaks tentang kesehatan yang bersumber dari orang-orang tidak jelas dan tidak bertanggung jawab.
Untuk adik kelas yang ingin masuk FKUI, saya akan memberi pesan yang mungkin sama seperti semua orang akan katakan. Giatlah belajar. Usahakan cintai apa yang kamu pelajari. Belajar dari dasar dan kamu akan menemukan keasyikan dalam belajar. Saya juga memberi pesan untuk mempersiapkan mental karena perjalanan mengejar FKUI bukanlah perjalanan yang mudah dan seperti yang kita semua tahu, untuk dapat survive di FKUI juga bukanlah hal yang mudah dan sepele. Tetap semangat, dan jangan lupa untuk selalu memastikan api motivasi menyala di hatimu.
Comments