Narasi Perjuangan - Edsa Pia Venantia Hendro Ginting
- FKUI 2022
- Aug 15, 2022
- 8 min read
Perkenalkan saya Edsa Pia Venantia Hendro Ginting, biasa dipanggil Edsa ataupun Pia. Saya berasal dari SMA Pangudi Luhur II Servasius yang tepatnya ada di Bekasi. SNMPTN merupakan jalur masuk saya ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan program regular.
Sedikit bercerita bagaimana saya perjalanan hidup saya. Cita-cita saya pertama kali untuk menjadi dokter saat saya duduk di bangku SD. Saya masih ingat bagaimana orangtua saya membantu saya dalam belajar terutama dalam mata pelajaran matematika. Setiap jam 7 malam akan diadakan kuis perkalian matematika, dengan cara masuk ke kamar papa mama saya lalu saya harus menyebutkan perkalian 1 sampai 10, dan saya harus siap menjawab ketika ditanyakan perkalian acak oleh orangtua saya. Disitu jujur saya merasa seperti tersiksa karena dulu saya benar-benar anak yang malas untuk belajar, lebih tertarik pada dunia olahraga.
Tapi pada saat itu cita-cita saya patahkan karena omongan oleh guru saya. Saya masih teringat jelas bagaimana saya dicap di depan kelas sebagai murid yang “kurang pintar” akibat jawaban di kertas ulangan saya. Singkatnya pada saat itu pada ujian harian terdapat pertanyaan “Siapakah nama anak Sultan Hamengkubowono IV?”, di hari itu persiapan saya memang tidak matang sehingga saya menjawab “Sultan Hamengkubowono V". Tibalah saat pembagian hasil ujian, lembar ulangan saya dibagikan terakhir dan disitu saya dipanggil kedepan kelas. Diumumkan bahwa jawaban saya merupakan jawaban dari murid yang pintar. Disitu awalnya saya cuek dan tidak memikirkan perkataan guru tersebut, namun seiring berjalannya waktu saya semakin memikirkan perkataan tersebut yang menyebabkan saya semakin hari semakin tidak percaya dengan diri saya sendiri. Bahkan saya benci ketika melihat diri saya sendiri di depan kaca. Saya juga pernah memutuskan untuk mundur dari olimpiade karena rasa tidak percaya diri ini, yang akhirnya saya sesali sampai sekarang.
Lambat laun akhirnya saya masuk ke sekolah menengah pertama, disitu saya tidak berani mengambil cita-cita tinggi aplagi menjadi seorang dokter karena takut, takut otak saya gamampu, takut saya juga gabisa masuk ke jurusan tersebut. Di SMP saya menikmati waktu belajar dan baru menyadari bahwa belajar merupakan hal yang penting. Dari situ saya mulai mempelajari banyak hal termasuk cara bersosialisasi yang baik. Masuk ke SMP merupakana masa berproses saya yang bisa dibilang paling banyak mengubah hidup saya mulai dari cara berpikir, berbicara, dan mengambil sikap. Pada saat SMP saya juga mencoba untuk masuk ke organisasi OSIS untuk pertama kalinya sebagai penanggungg jawab pramuka dan menjadi ketua osis pada saat saya di kelas 8.
Masuk SMA pada pertama kali jujur saya sedikit kurang puas karena saya masuk di SMA yang diinginkan oleh kedua orangtua saya bukan dari keinginan saya. Tetapi selama duduk di bangku SMA ini saya memiliki banyak pengalaman luar biasa terlebih lagi dari teman-teman saya. Awalnya saya hanya berpikir ini teman-teman saya mungkin hanya bertahan beberapa bulan saja tetapi ternyata mereka yang sampai saat ini terus mendukung dan menemani saya dikondisi apapun.
Perjuangan saya untuk masuk di universitas ternama ini melalui proses yang bisa dibilang cukup panjang, berawal dari seorang Edsa yang bercita-cita sebagai atlit renang ataupun atlit menembak, pengusaha, dan astronot. Tapi dari semua itu tidak ada yang didukung oleh keluarga, mereka semua mengatakan “Jadi dokter dulu sa”. Kalimat itu yang keluar dari mulut mereka, dan akhirnya aku memutuskan untuk mempertaruhkan mimpi keluarga ku menjadi mimpi ku sendiri.
Banyak hal yang sebenarnya membuat saya ingin mundur untuk menggapai cita-cita saya, terlebih lagi saya juga bukan orang yang sangat pintar. Tapi akhirnya saya terus maju, tidak peduli apapun rintangan yang akan saya hadapi setidaknya yang penting bagi saya “lebih baik menyesal karna pernah gagal mencoba, bukan menyesal karna tidak pernah mencoba sama sekali”. Saya juga mensyukuri satu hal ketika saya mundur disitu teman-teman, dan keluarga saya mendorong saya untuk terus maju.
Mulai dari minggu pertama perjuangan saya awali dengan menuliskan hal-hal apa saja yang perlu saya persiapakan ketika ingin masuk fakultas kedokteran mulai dari nilai rapot, sertifikat, TOEFL ataupun IELTS. Pada saat itu saya lebih memfokuskan ke diri saya apa mindset saya, saya mulai membentuk jadwal belajar pula dan saya tempelkan di depan meja belajar saya. Saya juga mencari metode belajar yang pas untuk saya seperti menjaga foks saya selama 20 menit lalu istirahat 1 menit. Cara belajar seperti itu ternyata cukup efektif bagi saya karena saya akhirnya bisa mengerjakan lebih banyak tugas dibandingkan sebelumnya.
Akhirnya pada liburan kenaikan kelas saya juga mendaftarkan diri saya untuk mengikuti kelas intensif TOEFL yang dilangsungkan selama satu bulan dengan jadwal pelajaran dari hari senin-jumat selama 5 jam perharinya. Jujur itu sangat melelahkan apalagi masih ada tugas dari kelas intensif tersebut dan juga harus mengorbankan waktu liburan untuk tetap belajar. Selama satu bulan ternyata hal tersebut tidaklah sia-sia karena saya akhirnya bisa mendapatkan skor yang memuaskan.
Saya juga memberanikan diri untuk mengikuti kegiatan MUN (Model United Nations) secara daring. Pertama kalinya mengikuti kegiatan ini saya langsung mengambil sebagai delegasi WHO (The World Health Organization) dengan tema “Fighting Lack of Opportunities and Inequalities”. Pada kegiatan tersebut saya mencoba untuk membuka relasi serta menjaga relasi tersebut, disana saya mendapatkan banyak manfaat mulai dari bisa bertukar pikiran serta bertukar pengalaman. Disana saya juga mendapatkan pengalaman baru bagaimana cara menjalankan sidang dengan baik serta berpikir secara kreatif dan kritis dalam menyampaikan pendapat. Relasi yang saya juga membuahkan hasil yaitu saya diundang menjadi delegasi dalam AIMUN (Australia International Model United Nations).
Pada saat kelas 11 saya akhirnya memutuskan untuk mengikuti kegiatan OSIS dan saya menjabat menjadi Koordinator Hubungan Masyarakat. Selama menjadi koordinator saya beberapa kali menjadi ketua acara dan sempat mengundang salah satu dosen dari Universitas Indonesia sebagai narasumber. Dengan pengalaman mencari relasi yang saya punya, saya lebih mudah berbaur dan mencari narasumber ataupun talent sebagai pengisi acara di sekolah saya.
Sebelum masuk ke kelas 12 saya juga sempat mengikuti kelas kedokteran selama 1 bulan. Kelas kedokteran ini diisi langsung oleh mahasiswa kedokteran semester 5. Adanya kelas ini membuat saya lebih terbuka dan tertarik dengan fakultas kedokteran. Disini saya juga akhirnya mencari fakultas kedokteran terbaik di Indonesia.
Saat masuk ke kelas terakhir di SMA, saya memutuskan untuk mengikuti bimbel karena saya merasa karena kesibukan di kelas 11 saya kurang memperhatikan pelajaran. Dengan menyadari kekurangan yang saya punya akhirnya di kelas 12 ini saya focus meningkatkan nilai-nilai ditiap mata pelajaran terutama nilai yang akan masuk kedalam pemeringkatan SNMPTN. Sistem di bimbel yang saya ikuti bisa terbilang cukup ketat dimana selama 1 semester diawal kita akan diberikan materi dan catatan dengan try out disetiap bulannya. Masuk ke semester 2, saya dan teman-teman harus menjalani try out lebih sering dan juga membahas ulang soal-soal yang belum terjawab.
Sampailah saat pengumuman kuota SNMPTN, saya masuk kedalam daftar tersebut. Dari awal saya masi bingung harus memperjuangkan mimpi saya yang mana, karena terlalu banyak cita-cita yang ingin saya tekuni. Akhirnya saya berbincang dengan keluarga inti dan keluarga besar saya, mereka semua melihat dan menyarankan saya untuk menjadi dokter sama seperti mama saya. Awalnya saya belum tertarik karena saya takut tidak mampu atau bahkan tidak bisa masuk ke fakultas kedokteran, dimana fakultas ini terkenal dengan kesususahannya untuk bisa masuk dan susah untuk bertahan sampai akhir.
Terdapat satu titik balik saya yang dimana akhirnya saya memutuskan untuk menjadi seorang dokter dan penentu tujuan hidup saya. Pada saat itu di sore hari yang cukup panas, saya pergi ke swalayan dekat rumah saya disana terdapat banyak pangkalan ojek yang baru pertama kali saya lihat. Karena situasi yang panas akhirnya saya berpikir untuk pulang naik ojek saja, ya bisa dibilang sekalian memberikan rezeki untuk mereka. Ketika perjalanan menuju rumah terdapat obrolan kecil yang membuat saya tersentuh. “Neng udah kelas berapa?” tanya tukang ojek tersebut, saya pun menjawab “Kelas 12 mas.” Tukang ojek tersebut diam sejenak dan kembali bertanya “Sudah tahu mau kuliah apa?” disitu saya diam sejenak dan hanya asal menjawab “Kedokteran mas.” Dia pun sambal bertanya arah dia menanyakan kembali “Kenapa mengambil kedokteran? Jadi dokter itu juga cita-cita saya, tapi ya tidak bisa kewujud.” Saya yang awalnya hanya menjawab asal akhirnya ikut bertanya “Kenapa mau jadi dokter tuh mas?” Dia akhirnya menjawab “Dulu itu saya punya adik, dia sempet kecelakaan dan ya terluka lumayan parah, disitu saya langsung bawa ke rumah sakit karena ya itu saja yang paling dekat. Tapi karena ya ekonomi saya ga mendukung, dari rumah sakit ataupun dokternya tidak ada yang mau mengobati dan memberikan tindakan apapun. Disitu saya sadar memang saya yang tidak punya duit, meskipun saya bermohon tidak ada yang tergerak hatinya. Karena pendarahan yang cukup hebat akhirnya adik saya meninggal disitu. Dari situ saya bertekad, intinya nanti saya harus jadi dokter dan menjadi dokter yang bukan bekerja karna uang. Ya, tapi lagi-lagi keluarga saya juga tidak mempunyai cukup uang untuk menyekolahkan saya neng.” Mendengar kisah tukang ojek tersebut membuat saya berpikir ternyata masih banyak orang yang belum bisa mendapatkan fasilitas kesehatan dengan baik. Tidak lama kemudian saya sudah sampai dirumah, tukang ojek itu tidak mau dibayar dan langsung pergi tanpa membiarkan saya membayar ongkosnya. Sesampainya dirumah saya terus memikirkan cerita tukang ojek tersebut dalam hati saya muncul gejolak “Apakah ini panggilan Tuhan yang menuntun saya menjadi dokter?” Di saat itu saya masih terus bertanya-tanya dengan Tuhan dan semakin bersyukur telah dipertemukan dengan tukang ojek tersebut. Tukang ojek tersebut mengajarkan kepada saya bahwa hidup itu butuh tujuan yang pasti, bukan hanya mencari materi tapi apa hal yang bisa kita lakukan untuk sesama kita. Saya disitu juga semakin menyadari masih banyak warga yang membutuhkan uluran tangan dokter untuk menyelamatkan apalagi di daerah pedalaman.
Akhirnya dari situ tekad saya terbentuk untuk menjadi seorang dokter yang akan mengabdikan dirinya untuk keluarga, bangsa, dan negara. Tujuan hidup saya yang dulunya menjadi pengusaha agar mendapatkan uang yang banyak berubah untuk bisa menjadi seseorang yang rendah hati dan siap mengulurkan tangan saya sebagai bantuan bagi sesama. Sampai sekarang saat saya sudah diterima di Universitas Indonesia dan menjadi salah satu mahasiswa kedokteran, saya belum bertemu juga dengan tukang ojek tersebut. Karena beliau lah yang akhirnya membuka mata hati dan pikiran saya untuk memiliki tujuan hidup, tekad, dan juga berani bermimpi. Saya berharap saya bisa bertemu dengan beliau, baik ketika saya masih menjadi mahasiswa ataupun sudah menjadi dokter nanti saya pasti akan sangat berterimakasih kepada beliau. Pertemuan singkat yang akhirnya bisa mengubah cara pandang saya terhadap tujuan hidup, kebahagiaan sesaat, dan makna dari kehidupan.
Komitmen perubahan selama di FKUI sebelum dan setelah diterima di FKUI : Sebelum masuk ke FKUI saya merupakan seseorang yang bisa dibilang cukup cuek dan kurang dispilin, saya berkomitmen untuk bisa lebih peduli dan dispilin. Saya juga berkomitmen menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dan berhati-hati dalam berbicara maupun bersikap.
Harapan diri sendiri dan angkatan FKUI 2022 : Saya berharap saya bisa terus berjuang sampai lulus bersama satu angkatan. Saya juga berharap angkatan FKUI 2022 bisa terus bersatu tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, dan budaya.
Rencana jangka pendek selama preklinik dan cara mencapainya : Saya ingin mengembangkan relasi saya sehingga saya ingin aktif dalam organisasi AMSA dan tetap mempertahankan nilai sebaik mungkin.
Rencana jangka panjang selama klinik/dokter dan cara mencapainya : Menjadi dokter yang memilki tujuan yang jelas yang tidak bergantung pada materi saja tapi berdalaskan kemanusiaan. Ketika saya akan menyerah, saya akan terus mengingat apa tujuan dan tekad saya dari awal masuk ke FKUI ini.
Harapan bagi masyarakat terkait dengan kesehatan terkait dengan rencana jangka panjang : Saya berharap banyak masyarakat yang bisa terbantu dengan uluran tangan saya dan tidak takut untuk datang ke pusat kesehatan masyarakat disekitarnya. Saya juga berharap masyarakat nantinya bisa lebih peduli terhadap kesehatannya.
Pesan untuk adik kelas yg mau masuk FKUI : Untuk adik-adik kelas yang ingin masuk FKUI saya berharap jangan takut untuk bermimpi masuk ke salah satu perguruan tinggi terbaik ini. Pastinya di setiap perjalanannya banyak alur naik turunnya, itu merupakan hal yang wajar. Proses dari setiap orang itu berbeda jadi jangan pernah membandingkan diri sendiri dengan proses orang lain. Carilah orang-orang sekitar yang akan membantu dan mendukung mimpi-mimpi kalian, karena ketika kita jatuh orang-orang disekitar kita yang berpengaruh banyak untuk Langkah kita kedepannya. Masuk ke FKUI itu bukan hanya sekedar masuk, tetapi juga berjuang untuk terus bertahan sampai akhir, jadi harus memiliki tujuan yang jelas terlebih dahulu agar tidak mudah goyah ataupun menyerah dalam perjalanannya. Bagi adik-adik sekalian saya juga berharap kalian masuk ke kedokteran bukan karena bisa dianggap keren, tapi karena rasa ingin melayani.
Comments