Narasi Perjuangan - Delvino Ananta
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 10 min read
“Penantian Terbaik”
Haii! Perkenalkan saya Delvino Ananta atau biasa dipanggil Vino, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 2022. Saya merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Saya mengenyam pendidikan di SMAN 34 Jakarta yang terletak di Pondok Labu. Saya mempunyai hobi bermain musik dan berolahraga terutama basket. Pandangan saya dari dulu terhadap FKUI tidak pernah berubah. Saya selalu takjub tiap kali saya melewati kampusnya yang terletak di Salemba. Bahkan, mendengar kata FKUI saja membuat saya merinding saat itu. Tak pernah terpikir sedikit pun di benak saya untuk bersekolah di FKUI. Sebagai sekolah kedokteran yang menyimpan sejarah yang dalam serta menjadi saksi bisu beribu peristiwa yang pernah terjadi, FKUI tetap menjadi sekolah kedokteran terbaik di Indonesia. Rekam jejak yang dimiliki FKUI sudah tidak diragukan lagi sehingga tidak sedikit putra-putri terbaik Indonesia yang mengiginkan posisi untuk dapat bersekolah di tempat ini. Mengingat ada ribuan orang lain yang menginginkan FKUI, artinya persaingan untuk mendapatkannya pun juga tidak main-main. Akan ada lika-liku kehidupan yang mungkin belum pernah dialami sebelumnya karena perjalanan untuk mendapatkan kesempatan ini sangatlah sulit. Perjalanan ini telah menguji mental saya dan akan sulit sekali untuk melihat kapan waktu-waktu sulit semasa SMA itu akan berakhir. Namun dengan begitu, bukan berarti sejak diterimanya saya sebagai mahasiswa FKUI maka saya telah mencapai garis finish. Ini merupakan halaman awal dalam kehidupan saya untuk memulai perjalanan baru menuju seorang dokter.
Saat duduk di bangku Sekolah Dasar Al-Azhar Kelapa Gading, saya pernah diberikan tugas oleh guru Bahasa Indonesia untuk membuat esai cita-cita saya ke depan yang akan diceritakan di depan kelas. Sontak seperti umumnya anak SD pada saat itu, saya memilih profesi dokter. Pada saat itu, belum ada alasan yang kuat atas alasan saya memilih profesi dokter. Saya menceritakannya dengan percaya diri di depan kelas dan dengan penuh keyakinan saya katakan bahwa saya ingin menjadi seorang dosen Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Jujur pada saat itu, saya pun tidak benar-benar mengerti apa arti dosen itu. Cerita itu hanyalah apa yang terlintas di pikiran saya tanpa memikirkan secara matang apakah pilihan saya sebagai seorang dokter itu tepat atau tidak. Seiring berjalannya waktu saya tidak pernah terpikir untuk mengubah cita-cita saya. Saya tidak memiliki ketertarikan yang begitu kuat dengan profesi lainnya. Walaupun begitu, masih terpikir di benak saya apakah menjadi seorang dokter merupakan pilihan awal dan terakhir saya? bagaimana kalau saya bukan orang yang cocok untuk menjadi seorang dokter? apakah saya mampu menempuh perjalanan yang begitu panjang?. Tentunya pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mampu dijawab secara spontan. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk memikirkan dengan akal jernih untuk membuat keputusan yang akan merubah kehidupan hingga 180 derajat. Pada akhirnya saya bulatkan tekad ini dan mulai fokus secara akademis dalam memperoleh nilai yang baik pada Ujian Nasional (UN) yang masih dilaksanakan pada saat itu serta aktif dalam mengikuti berbagai olimpiade sains.
Sampai pada saatnya saya masuk ke bangku SMP di Al-Izhar Pondok Labu. Saya mengorintasikan nilai akademis sebagai prioritas utama saya. Saya juga turut berpartisipasi dalam beberapa olimpiade matematika dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Pada masa ini, saya menggali potensi dalam diri saya di bidang musik. Kemampuan saya dalam bermusik diwadahi dengan baik saat duduk di bangku SMP. Alat musik yang saya mainkan adalah biola sehingga tidak asing lagi bagi saya dengan referensi musik dari Mozart, Beethoven, Vivaldi, Bach, Chopin, Paganini. Musik klasik memiliki makna yang berarti dalam hidup saya. Semua emosi serta pikiran dituangkan dalam musik ini, dan saya biasa memulai hari dengan mendengarkan musik klasik sebelum bersekolah. Saya merasa musik klasik dapat memberikan ketenangan dan kedamaian yang mampu memberikan energi positif dalam menjalani hari. Di samping kesibukan saya dalam bermusik, saya tidak lupa dengan prioritas utama saya yaitu nilai akademis. Saya belajar dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang maksimal di Ujian Nasional (pada saat itu, angkatan saya adalah angaktan terakhir yang menjalankan Ujian Nasional setelah pada akhirnya kebijakan ini dihapus oleh KEMENDIKBUD). Usaha ini saya lakukan agar memperoleh Nilai EBTANAS Murni (NEM) yang baik agar dapat melanjuti pendidikan saya di sekolah negeri. Masuk ke sekolah negeri favorit merupakan target saya agar peluang impian saya menjadi dosen FKUI semakin besar.
Seiring berjalannya waktu, satu per satu keinginan saya terkabul. Saya merasa segala perjuangan saya tercapai dengan mudah sesuai yang diharapkan. Namun, beda ceritanya saat saya masuk ke bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Saya masuk ke SMAN 34 Jakarta yang bisa dibilang sebagai “sekolah favorit” bagi pelajar di Jakarta. Sebagai sekolah favorit, artinya semua pelajar hebat yang masuk melewati seleksi PPDB adalah orang-orang terpilih. Hal ini membuat saya kaget pada masa-masa awal menduduki bangku SMA. Bagaimana tidak, sebagai seorang pelajar dari sekolah swasta yang memasuki sekolah negeri favorit yang notabene-nya orang-orang pintar dan gigih sempat menjadi tekanan bagi saya. Tidak sedikit dari mereka yang memiliki tujuan yang sama, yaitu bersekolah di FKUI. Pada saat inilah, persaingan dalam merebutkan FKUI dimulai. Saya mulai tekun dalam memperoleh nilai yang baik sejak kelas 10 untuk mempersiapkan SNMPTN. Belajar dan diskusi bersama teman sepulang sekolah biasanya kami lakukan tiap harinya. Jalan hidup saya mungkin berbeda-beda dengan teman saya, tetapi masuk ke perguruan tinggi negeri adalah tujuan awal kami. Saya memberikan performa yang baik hingga ke kelas 12, tetapi sayangnya saya tidak dinyatakan eligible ranking paralel sekolah saya. Tersadar pada diri saya bahwa belum performa terbaik yang saya berikan pada dua tahun belakang. Saya bukan merupakan siswa yang terpintar di sekolah saya, namun saya selalu berusaha untuk memberikan usaha secara maksimal dan totalitas. Lantas saya kembali melanjuti perjalanan saya untuk mengikuti UTBK SBMPTN. Saya mengikuti salah satu bimbingan belajar yang mewadahi saya untuk mendapatkan FKUI. Seusai sekolah, saya melanjutkan bimbingan belajar sampai jam 20.00 malam. Sangat lelah menjalani rutinitas seperti ini tiap harinya, tetapi dengan memilih FKUI berarti saya harus berkomitmen terhadap pilihan saya dan memperjuangkannya entah apapun yang harus diberikan. Saya tahu ada banyak sekali orang yang mengincar posisi ini, sehingga persaingannya pun akan sangat ketat dan bukan main-main.
Hingga pada hari pengumuman SBMPTN tiba, saya dinyatakan tidak lulus seleksi. Seketika saya merenungkan apa yang telah saya perbuat. Hal ini sangat mengecewakan saya karena saya merasa telah memberikan yang terbaik selama satu tahun belakangan. Namun, sedih tidak boleh kian melarut, saya harus segera bangkit dan mempersiapkan ujian mandiri yang waktunya tidak sebentar. Saya lantas mengikuti berbagai macam ujian mandiri yang ada, tak terkecuali SIMAK UI. Masa ini sangat berat menurut saya, mengingat baru saja ditampar berita buruk dan harus langsung bangkit untuk mengikuti ujian mandiri yang waktunya saling berurutan. Rasanya seperti mengikuti UTBK untuk kedua kalinya namun lebih melelahkan. Saya harus pergi jauh hanya untuk mengikuti seleksi ujian mandiri. Begitu besar usaha yang harus saya berikan untuk mendapatkan fakultas kedokteran di perguruan tinggi negeri. Namun pada akhirnya, tidak ada satupun perguruan tinggi negeri yang menerima saya sebagai mahasiswa kedokteran. Semua ujian dan kerja keras yang telah saya lalui pada tahun itu untuk mewujudkan cita-cita saya sebagai dokter adalah kegagalan bagi saya. Saya merasa sebagai orang yang paling bodoh dan tidak pantas menjadi seorang dokter. Cita-cita ini kian sirna dan sempat terpikir oleh saya untuk berhenti dan mengubur keinginan saya ini. Sangat sedih rasanya melihat apa yang diinginkan kian menjauh. Sudah tidak terbayang di diri saya mau kemana setelah ini? saya tidak mempersiapkan tujuan lain dalam hidup saya selain menjadi seorang dokter. Ucapan semangat diutarakan oleh teman-teman saya yang suportif dan selalu mendukung saya dalam menggapai keinginan saya di masa depan. Melihat satu per satu teman saya mulai pergi untuk menempuh pendidikan sangat berat bagi saya. Di tengah hari menjelang pengumuman terakhir salah satu seleksi ujian mandiri di perguruan tinggi negeri saya sangat takut. Jantung berdebar kencang mengharapkan nyawa terakhir ini dapat menyelamatkan saya untuk menjadi seorang mahasiswa pada tahun ini. Hingga saatnya tiba, alhamdulillah saya diterima di pilihan kedua yaitu S1 Arsitektur. Perasaan saya campur aduk, senang karena bisa menjadi mahasiswa baru tetapi di sisi lain harus mengikhlaskan cita-cita saya sebagai dokter. Setelah berdiskusi bersama orang tua dan teman saya memutuskan untuk berkuliah di jurusan ini.
Saya bertemu dengan wajah-wajah baru, keluarga baru, dan pengalaman baru bersama teman-teman saya semasa di perkuliahan. Setahun menjalani pendidikan di arsitektur sangatlah menyenangkan. Saya mempelajari ilmu baru tentang cara menggambar bangunan, membuat maket, membuat model, rendering, dan masih banyak lagi. Di sisi lain, keinginan saya untuk menjadi dokter itu masih menghantui saya. Sempat terpikir untuk mencoba UTBK SBMPTN untuk sekali lagi, tetapi saya tahu akan sangat berat, mengingat saya juga memiliki tanggung jawab di perkuliahan. Dunia perkuliahan yang saya jalani memang menyenangkan, tetapi tidak pernah sekalipun saya menyukainya sepenuh hati. Ada impian saya yang terkubur saat itu dan saya hendak untuk menggapainya kembali. Lantas saya memutuskan untuk mencoba lagi mendapatkan jurusan pendidikan dokter sebagaimana yang saya inginkan. Salah satu hal yang memotivasi saya untuk kembali bangkit dari keterpuruakan ini adalah kisah pemain basket NBA, Cleveland Cavaliers, Lebron James, yang pada akhirnya memenangkan NBA Finals pada tahun 2016 setelah dua tahun berturut-turut bertemu dengan lawan tim yang sama yaitu Golden State Warriors. Pada wawancara oleh seorang komentator olahraga, Doris Burke, iya mengatakan “I gave everything that i had, i put my blood, my sweat my tears to this game. Againts all odds, I don’t know why we want to take the hardest road, I don’t know why the man above gave me the hardest road, It’s nothing the big man above don’t put you in the situation that you can’t handle. And I just kept that same positive attitude, like instead of saying why me, saying this is what he want me to do”. Kata-kata tersebut yang membuat saya termotivasi untuk berusaha sekali lagi demi mewujudkan cita-cita saya sebagai dokter.
Perjuangan saya untuk kedua kalinya dimulai. Saya bertemu dengan tiga orang teman saya yang ternyata akan mengikuti UTBK SBMPTN lagi. Selama satu tahun itu saya memutuskan untuk belajar UTBK lagi sambil mengikuti perkuliahan di kampus saya. Saya ditemani dengan ketiga teman saya untuk belajar tiap malam secara daring. Pada awalnya memang berat, membagi dua fokus antara pelajaran SMA dengan yang ada di perkuliahan. Namun seiring berjalannya waktu, belajar sudah menjadi kebiasaan bahkan kebutuhan. Saya juga menjalaninya dengan sepenuh hati, maka dari itu saya tidak merasa terlalu terbebani atas hal ini. Saya kembali membuka buku-buku SBMPTN dan mandiri SIMAK yang sangat tebal dan mulai untuk belajar lagi dari nol. Sempat terbesit di pikiran saya, “Apa yang sekiranya akan terjadi apabila pada kesempatan kedua ini Saya gagal lagi?”. Keraguan dan ketakutan itu kerap muncul tiap hari menghantui pikiran. Pada saat itu saya tahu saya salah karena terlalu pesimis atas sesuati yang belum terjadi. Pertanyaan tersebut harus diubah dengan, “Apa yang akan terjadi apabila akhirnya saya keterima?”. Akan ada kalanya diri ini goyah atas hal negatif yang membelenggu pikiran, tetapi saya selalu yakin bahwa doa dan usaha ini akan dijawab oleh Yang Maha Kuasa di sautu hari nanti, entah kapan itu waktunya. Saya juga sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan tiga teman saya yang senantiasa menemani saya belajar untuk memperoleh langkah awal dari tujuan hidup saya. Mereka merupakan salah satu faktor saya bisa berada di FKUI pada saat ini.
Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. 23 Juni 2022 tepat pukul 15.00 WIB hasil seleksi SBMPTN 2022 dapat diakses oleh semua pelajar di Indonesia. Saya sangat mengharapkan sekali ucapan selamat yang diberikan pada tahun ini. Berdebar tidak karuan hati saya melihat jam yang bergerak begitu cepat. Seketika saya buka pengumuman itu dan sontak saya melihat barcode pada laman tersebut yang berarti saya dinyatakan lulus seleksi. Lantas saya segera berlari memeluk opa saya dengan tangis bangga saya berkata “Opa! Aku diterima di kedokteran!”. Sore itu adalah hari paling bahagia dalam hidup saya, karena apa yang telah saya usahakan akhirnya dapat terbayarkan. Alhamdulillah saya diterima di pilihan kedua saya di salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa. Pada saat itu sempat terpikir pada diri saya, “Apakah saya harus lanjut mencoba mandiri SIMAK UI? Atau berhenti disini saja sudah cukup?”. Saya memang menginginkan jurusan ini sebagai tempat saya mengenyam pendidikan hingga berporfesi nanti, tetapi FKUI sudah menjadi cinta pertama saya sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Keputusan telah dibuat dan saya manfaatkan dua minggu yang tersisa untuk kembali mempelajari soal-soal SIMAK beberapa tahun sebelumnya. Singkat cerita hari pengumuman pun tiba, tepat pada 14 Juli 2022. Pada saat itu, saya sudah tidak terlalu mengharapkan karena soalnya sangat amat sulit. Saya masih ingat, posisi saya ada di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan. Saya tidak mau terlalu terburu membuka pengumumannya, saya berpikir “Paling server-nya masih down soalnya banyak yang akses, tunggu sampai jam 16.00 aja deh”. Sambil merasa tegang di tengah kemacetan itu saya semakin tidak tahan ingin membuka pengumuman itu segera agar rasa penasaran itu hilang. Tidak lama setelah itu, tepat pukul 15.03, saya mendapat telepon dari adik saya dan berkata “Bang! Keterima Pendidikan Dokter!”, pada saat itu saya masih tidak percaya dan mencoba memastikannya sambil berteriak, “Yang bener? baca dulu coba pelan-pelan! gausah nge-prank lah!” . Seketika telepon itu dimatikan dan adik saya memberikan screenshot photo yang menyatakan saya lulus seleksi ujian mandiri SIMAK UI 2022. Senang bukan main rasanya, saya masih ingat sekali euphoria itu. Segala jerih payah, tangis, keringat yang diberikan akhirnya terbayarkan. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rencana baik yang telah diberikan-Nya. Saya yakin bahwa jalan orang dalam menggapai titik tujuannya berbeda-beda. Dengan usaha dan doa yang sungguh-sungguh, pasti garis finish itu akan segera ditempuh. Hadiah ini akan saya jaga dan manfaatkan dengan baik sebagai titik awal memulai perjalanan saya menjadi seorang dokter.
Amanat ini pasti akan merubah hidup saya. Saya tahu perjalanan yang telah saya lalui ini masih bukan apa-apa. Saya akan memberikan performa terbaik saya dalam menjalani masa pre-klinik di FKUI. Banyak aspek yang akan saya benahi agar hal tersebut dapat dengan konsisten saya jalankan, yakni dengan membagi waktu dengan teratur, bersikap disiplin dan berkomitmen atas tugas ataupun ujian yang diberikan, dan selalu totalitas dalam melakukan hal apapun. Pada saat ini, saya memiliki keinginan untuk menjadi seorang dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (OBGYN). Saya beranggapan profesi ini akan sangat menyenangkan, mengingat seorang dokter obgyn akan melakukan persalinan dan membantu “the tiny humans” untuk lahir di dunia. Hal tersebut pasti memberikan kabar gembira bagi para orangtua di luar sana, dan memberikan kebahagiaan kepada orang di luar sanalah yang membuat saya senang dan cinta pada pekerjaan ini. Usaha ini pasti tidaklah muda, masih ada dua tahun menjalani koas, harus mengikuti ujian kedokteran, magang di rumah sakit, sampai dengan kembali belajar di program spesialis khusus obgyn. Perjalanan ini akan panjang dan semakin melelahkan, memang karena profesi ini merupakan suatu bentuk pengabdian seorang dokter untuk menyehatkan pasien-pasiennya. Harapan saya apabila saya menjadi dokter nanti, saya akan mengutamakan pemahaman dan edukasi tentang pentingnya kesehatan bagi masyarakat sekitar. Saya beranggapan bahwa edukasi merupakan salah satu langkah dasar dalam mewujudknan health ratio masyarakat yang baik demi kebaikan dinamika kependudukan di Indonesia. Pesan saya kepada pelajar-pelajar hebat di luar sana yang akan mengejar FKUI yaitu harus yakin atas rencana yang Yang Maha Esa akan berikan. Segala jerih payah kalian pasti akan terjawab, tetapi entah kapan kalian akan sampai pada tujuan. Bisa jadi yang terbaik bagi kita belum tentu sesuai apa yang diinginkan karena Yang Maha Kuasa adalah masterplan yang terbaik. Pada saatnya tiba, rasa bangga akan hadiah yang Ia berikan sangat tak ternilai. Tidak ada hal lain yang mampu mengganti rasa senang dari usaha yang akhirnya membuahkan hasil. Selalu berikan usaha yang terbaik dan biarkan Yang Maha Esa mengatur segala rencananya.
留言