top of page

Narasi Perjuangan - Dantha Rafael Sitompul

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 10 min read

Sebelum saya memulai semua, izinkan saya untuk memperkenalkan diri. Saya Dantha Rafael Sitompul, biasanya orang-orang memanggil saya dengan nama Dantha. Saya menempuh bangku sekolah menengah atas di Kolese Kanisius, sebuah SMA homogen yang terletak di pusat kota Jakarta. Saya berkesempatan menempuh pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia program Kelas Khusus Internasional melalui jalur Talent Scouting.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, frasa yang mempunyai keagungannya tersendiri bagi saya. Fakultas kedokteran tertua dan tentunya yang terbaik di nusantara ini. Disana, calon dokter-dokter andalan bangsa ditempa. Senantiasa berkembang berkat pengajaran para dosen yang paling berkompeten di negeri ini. Tak hanya itu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan tentunya mendukung para mahasiswa FKUI untuk tak henti-hentinya bereksplorasi. Sebuah intitusi yang sukses melahirkan ribuan dokter-dokter terbaik bangsa. Oleh karena itulah, untuk dapat menimba ilmu serta mengembangkan diri disana selalu menjadi mimpi saya sejak dulu.


Keinginan saya untuk dapat mengembangkan diri di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berawal dari mimpi saya untuk menjadi seorang dokter. Semua berawal ketika Ibu saya yang merupakan seorang dokter, selalu membawa saya ketika ia bekerja. Oleh karena itu, koridor rumah sakit, ruang jaga, serta sejuta dinamika diantaranya memang sudah menjadi bagian dari hidup saya, bahkan sebelum saya dapat berjalan sendiri. Selama hidup saya, saya menyaksikan langsung perjuangan ibu saya. Ketulusannya dalam menolong pasien, kemurniannya dalam menitih karir, serta bagaimana ia menjiwai segala yang ia lakukan sebagai dokter. Melihat hal-hal tersebut secara rutin setiap harinya tentu menginspirasi saya. Saya merasa jiwa melayani serta menolong sesama seakan mengalir deras dalam darah saya. Saat itulah saya sadar, saya memang terlahir untuk ini. Tertanam dalam lubuk hati yang paling dalam, kelak saya akan menjadi seorang dokter.


Lantas seiring berjalannya waktu, saya mulai bertanya-tanya, apa yang harus saya lakukan untuk bisa menjadi dokter yang baik yang berguna bagi masyarakat luas? Tentunya, untuk menjadi seorang dokter yang unggul, saya harus memiliki akses terhadap pendidikan dokter yang paling berkualitas di Indonesia. Riset demi riset saya lakukan ketika itu. Mulai dari mencari informasi di internet hingga menanyakan pendapat orang tua. Ratusan nama universitas saya lewati, namun Universitas Indonesia selalu berhasil mendapatkan perhatian lebih dari diri saya. Puluhan situs pemeringkatan mengklaim bahwa Universitas Indonesia, secara khusus FKUI, adalah yang terbaik di tanah air ini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ibu saya. Menurut pengalamannya selama berkecimpung di dunia medis, dokter-dokter lulusan FKUI memang tidak hanya unggul dalam pengetahuan, tetapi memiliki kemampuan-kemampuan yang esensial lebih baik secara keseluruhan. Oleh karena itulah saya memutuskan untuk berjuang lebih keras lagi agar bisa mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan kedokteran di universitas terbaik ini.


Banyak fase-fase perjuangan yang saya lalui. Saya merasa fase perjuangan saya dimulai ketika saya duduk di bangku sekolah dasar. Saya menempuh pendidikan sekolah dasar di SDK Penabur Bintaro Jaya. Pada fase ini, ada suatu momen spesifik yang sangat berpengaruh terhadap visi saya untuk menjadi seorang dokter. Kala itu kebebasan seakan merasuki diri saya, bagaimana tidak? Setelah tidak bisa bergerak lebih dari satu bulan lamanya, tangan kanan saya akhirnya dapat digerakan secara bebas. Waktu itu, seorang dokter spesialis orthopedi bernama dr.Indra Peni, Sp.OT baru saja melepaskan gips yang telah dipasangkan pada tangan kanan saya selama kurang lebih satu bulan lamanya. Ya, satu bulan sebelumnya saya memang mengalami patah tulang, tepatnya pada tulang hasta atau yang lebih dikenal dikenal di dunia medis sebagai ulna. Pada saat itu, saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar memang termasuk anak yang sangat ceroboh. Setidaknya, saya merasa beruntung proses penyembuhan fraktur yang saya alami cukup cepat dan lancar. Perasaan bebas dan melegakan itu tentu memunculkan kekaguman dalam diri kecil saya terhadap figur seorang dokter yang menurut pemikiran dangkal saya pada saat itu dapat menyembuhkan saya secara “Ajaib”. Momen tersebut membuat obsesi serta motivasi saya untuk mempelajari dunia medis semakin membara.


Saya merasa memiliki tujuan yang lebih spesifik sehingga saya lebih bersemangat dalam belajar. Ketika anak-anak lain belajar dibawah paksaan orang tuanya, saya merasa dapat menikmati proses perjuangan ini. Hal tersebut mendorong sayauntuk menjadi siswa sekolah dasar yang yang cukup aktif dan sangat kompetitif. Saya selalu ingin menjadi yang terbaik di kelas saya, sangat aktif dalam berinteraksi dengan guru pengajar serta memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi. Sekolah dasar adalah waktu yang cukup menyenangkan untuk saya. Selama 6 tahun menempuh pendidikan sekolah dasar, saya sering kali mendapatkan penghargaan. Semangat saya untuk mendengarkan guru membuat saya cukup mudah dalam mendapatkan nilai maksimal. Tidak cukup sampai disana, saya sering kali ditawarkan mengikuti berbagai kompetisi akademik mulai dari kompetisi cerdas cermat di beberapa sekolah, hingga Olimpiade Sains Nasional tingkat sekolah dasar. Selain bidang akademis, saya juga sangat menikmati story telling atau bercerita. Saya cukup sering mengikuti lomba bercerita di berbagai sekolah bahkan gereja. Hal ini tentunya melatih saya dalam berkomunikasi. Usaha-usaha tersebut berlanjut hingga masa-masa Ujian Nasional (UN). Masa-masa akhir saya di sekolah dasar diisi dengan mempelajari seluruh materi Ujian Nasional. Hingga akhirnya saya mendapatkan salah satu nilai tertinggi di sekolah saya.


Setelah itu saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPK Penabur Bintaro Jaya. Jika dibandingkan dengan sekolah dasar, dunia sekolah menengah pertama dapat dibilang cukup berbeda untuk saya. Saya mulai mengenal hal-hal lain diluar prioritas akademik saya. Saya mulai menemukan esensi hidup selain prestasi di sekolah. Saya merasa bahwa selama di sekolah dasar hidup hanya berkutat pada prestasi di sekolah. Oleh karena itu, saya mulai mengikuti berbagai kegiatan organisasi seperti organisasi siswa intra sekolah atau OSIS serta berbagai organisasi lainnya. Namun, di sisi lain, saya juga berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan keseimbangan antara hal-hal akademis maupun sosial. Hal ini dapat direalisasikan dengan konsisten dalam mendengarkan guru di kelas, tetap mempertahankan sifat keingintahuan serta manajemen waktu yang mumpuni. Selama di SMP saya juga melanjutkan kiprah saya di berbagai kompetisi termasuk juga Olimpiade Sains Nasional. Saya merasa dengan mengikuti pelatihan OSN, saya bisa mendapatkan materi pelajaran yang lebih unggul dan terdepan jika dibandingkan dengan teman-teman sekelas saya. Saya menghabiskan tahun terakhir di SMP dengan memfokuskan diri mencari SMA untuk melanjutkan studi saya di jenjang yang lebih tinggi. Dari awal saya memang berpikir ingin pindah dari BPK Penabur ketika SMA.


Saya sudah menghabiskan 13 tahun menimba ilmu sejak taman kanak-kanak disana. Perasaan jenuh,bosan tentu terasa dalam diri saya. Selain itu, saya merasa dapat lebih berkembang di SMA lain, lagipula saya juga perlu memperluas jejaring saya dengan bertemu orang-orang dan lingkungan baru. Kala itu, saya memfokuskan diri untuk mendapatkan nilai UN terbaik. Saya memang sempat mengincar SMA negeri karena katanya memiliki potensi lebih tinggi untuk dapat diterima di perguruan tinggi negeri. Tapi di tengah perjuangan, saya menemukan SMA bernama Kolese Kanisius, sebuah sekolah homogen dimana semua murid didalamnya laki-laki. Lantas saya langsung tertarik dengan konsep pembelajaran ini. Tentunya hal ini merupakan hal yang sangat baru untuk saya dan oleh karenanya muncul keraguan dalam diri saya. Tapi ketika saya mengunjungi sekolah ini secara langsung, keraguan saya seakan hilang dari muka bumi. Profil alumni yang sangat mengagumkan, suasana sekolah yang sangat mendukung perkembangan saya, serta paradigma pendidikan ala katolik yang menurut saya sangat cocok untuk saya membuat saya yakin bahwa bersekolah di Kolese Kanisius adalah langkah saya selanjutnya. Akhirnya, saya memutuskan untuk mendaftarkan diri di sekolah ini. Sebuah keputusan terbaik dalam hidup saya, setidaknya untuk saat ini.


Tahun pertama saya di Kolese Kanisius merupakan waktu yang cukup berkesan untuk saya. Lapangan hijau di tengah sekolah, koridor khas bangunan Belanda, ruang kelas yang dingin, semua memilki kenangannya tersendiri bagi saya. Menteng Raya No.64 memang selalu menjadi latar perjuangan saya, setidaknya untuk tahun pertama. Menjadi saksi bisu penempaan, semua ditujukan untuk menciptakan versi terbaik dari diri saya sendiri. Konon katanya, disana tempat para pemimpin dibentuk, menciptakan lelaki tangguh yang berdampak bagi lingkungan sekitar. Masa SMA adalah masa yang sangat krusial bagi perkembangan diri saya. Pada fase ini, setidaknya ada 5 hal utama yang berusaha saya kembangkan. Pertama, tentunya kompetensi. Pada saat SMA kompetensi merupakan hal utama yang harus dikembangkan khususnya kompetensi akademik. Hal ini sangat penting karena mempengaruhi langkah saya selanjutnya dalam mencari perguruan tinggi. Hal ini saya implementasikan dengan selalu memperhatikan guru dan mengikuti berbagai bimbingan belajar. Saya juga memiliki obsesi tersendiri dalam melakukan riset, hal ini juga turut memotivasi saya untuk memilih FKUI program kelas khusus internasional karena program ini juga menawarkan peluang riset manca negara. Selain akademis, kompetensi cara berpikir juga tidak kalah penting. Dalam hal ini saya memfokuskan diri untuk berpikir secara kritis serta melatih pemecahan masalah melalui berbagai forum diskusi yang saya ikuti. Selain kompetensi, salah satu fokus utama saya adalah melatih nilai kepedulian. Saya tidak hanya ingin menjadi orang yang unggul dalam kepintaran namun juga dapat berdampak bagi sesame. Menurut saya, kepedulian terhadap sesama adalah faktor pembeda. Untuk itu, saya cukup sering berpartisipasi dalam berbagai organisasi yang berfokus pada pelayanan terhadap kaum marjinal. Salah satu bentuk konkret yang saya lakukan adalah dengan melayani sesama melalui kontribusi saya sebagai tenaga pengajar dalam program pengajaran gratis bagi anak-anak yang tidak memiliki akses pendidikan. Hal itu saya lakukan demi mengasah kepedulian saya terhadap sesame. Saya juga memfokuskan diri pada pengembangan hati nurani. Menurut saya, hati nurani adalah unsur yang sangat penting dalam pribadi seseorang karena sangat mempengaruhi bagaimana seseorang menyikapi suatu kondisi. Cara untuk mengembangkan hati nurani yang paling cocok bagi saya adalah melakukan introspeksi diri secara rutin melalui journaling. Saya merasa, menulis sangat membantu saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Dalam mengembangkan ketiga hal yang sudah saya sebutkan tadi tentunya dibutuhkan komitmen yang kuat. Oleh karena itu, komitmen juga termasuk dalam prioritas saya. Sekolah saya selalu melatih saya untuk bersikap konsekuen terhadap semua keputusan serta tindakan yang saya lakukan. Sebagai laki-laki kami juga dituntut untuk bertindak sesuai dengan apa yang kami janjikan. Semua hal-hal utama tersebut saya kembangkan dalam rangka mengembangkan hal yang paling utama menurut saya yaitu kepemimpinan. Kepemimpinan yang saya maksud tidak melulu tentang mengatur orang lain. Saya percaya bahwa hal yang paling sulit adalah melawan diri sendiri, untuk itu kemampuan kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting untuk saya. Setelah dapat mengedalikan diri, nilai kepemimpinan barulah dapat dikembangkan serta diterapkan melalui berbagai kesempatan dalam memimpin acara maupun organisasi. Saya juga seringkali mengikuti kegiatan pelatihan kemimpinan dimana saya ditempa secara mental maupun fisik agar dapat menjadi pemimpin yang lebih baik.

Semua perjuangan tersebut terus berlanjut hingga saya memasuki tahun terakhir di Kolese Kanisius. Pada saat itu, prioritas utama saya adalah mencari perguruan tinggi yang terbaik untuk saya. Visi dan mimpi saya tetap sama, menjadi dokter yang dapat berdampak bagi masyarakat. Menurut saya, hanya ada satu cara untuk mewujudkan mimpi saya secara penuh, diterima di FKUI, fakultas kedokteran terbaik di negeri ini. Namun saya sadar hal itu tidaklah mudah. Saya yakin diluar sana ada ribuan siswa yang mempunyai mimpi yang sama dengan saya. Untuk saya terus berjuang untuk mendapatkan hasil maksimal. Saya juga memfokuskan diri untuk menyusun strategi hingga akhirnya memutuskan untuk mendaftar FKUI melalui jalur SNMPTN danTalent Scouting. Saya menghabiskan tahun terakhir saya di SMA dengan melengkapi semua persyaratan yang diperlukan untuk mendaftarkan diri di FKUI, mulai dari ujian IELTS, menulis essai

motivasi, mempersiapkan diri untuk wawancara, hingga mengumpulkan berbagai sertifikat. Sayangnya pada saat hasil SNMPTN diumumkan, nama saya tidak termasuk dalam daftar siswa yang diterima. Tetapi tidak lama setelah itu, usaha yang saya lakukan terbayarkan secara penuh ketika saya diumumkan lolos seleksi Talent Scouting. Mungkin hari itu adalah hari paling bahagia dalam hidup saya sejauh ini. Mimpi yang saya tanamkan sejak kecil menjadi kenyataan. Perasaan yang sulit digambarkan, ketika rasa senang bercampur rasa ketidakpercayaan atas realita yang ada. Mengetahui fakta bahwa nantinya saya akan memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan di fakultas kedokteran terbaik bangsa. Sontak mengingatkan diri sendiri bahwa saya tidak akan menyia-yiakan kesempatan ini.


Tentunya akan banyak adaptasi yang harus saya lakukan untuk dapat menyesuaikan diri di lingkungan baru ini. Saya percaya bahwa dunia perkuliahan memang dunia yang sangat berbeda dengan fase sekolah. Sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa FKUI, kami dituntut untuk lebih proaktif terkait kepentingan akademis masing-masing. Tenaga pengajar pastinya tidak akan mengejar-ngejar seakan kita anak kecil. Selain itu, cara belajar saat kuliah juga tentu jauh berbeda dengan apa yang saya biasakan ketika sekolah. Saat sekolah mungkin bisa saja saya selesai mempelajari materi dalam satu malam, namun saya yakin hal tersebut tidak akan berlaku di dunia universitas. Tentunya saya harus mulai membiasakan diri menyicil materi setiap harinya, sehingga bisa mendapatkan nilai maksimal. Masuk di FKUI juga mewajibkan saya untuk tinggal sendiri di daerah Depok. Hal ini tentu menuntut kemandirian serta tanggung jawab saya secara lebih. Saya harus bisa mengurus diri sendiri serta bertanggung jawab atas diri saya sendiri. Tentunya saya harus bisa membiasakan diri kepada lingkungan tempat tinggal yang baru ini. Tak hanya itu, sebagai mahasiswa, saya juga memiliki peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tak seperti status “siswa” yang memfokuskan dirinya hanya pada pelajaran, mahasiswa harus bisa mengisi peranannya dalam masyarakat melalui berbagai kontribusi-kontribusinya.


Pencapaian ini hanyalah sebuah awal dari sejuta dinamika dan perjalanan perkuliahan di masa depan. Perjuangan saya tidak akan mudah dan singkat, dibutuhkan setidaknya 6 tahun pembelajaran hingga nantinya saya bisa menyandang gelar dokter. Besar harapan saya untuk dapat lulus tepat waktu dengan nilai yang memuaskan. Untuk itu saya berharap kepada diri saya di masa depan untuk tetap termotivasi mencapai mimpi saya untuk menjadi seorang dokter. Saya percaya dengan determinasi yang kuat saya mampu merealisasikan apa yang saya harapkan.


Dalam konteks jangka pendek, saya berencana untuk bisa beradaptasi secara penuh pada tahun pertama saya di FKUI. Saya akan berusaha mendapatkan nilai terbaik sehingga dapat berkesempatan untuk memilih Newcastle University sebagai universitas program gelar ganda. Oleh karena itu, saya akan lebih memfokuskan diri pada ritme belajar serta memberikan prioritas penuh pada performa akademis saya. Setelah saya menemukan ritme belajar yang saya harapkan, barulah saya akan mencoba untuk berpartisipasi dalam berbagai organisasi maupun kepanitiaan pada tahun-tahun ajaran berikutnya. Setelah itu, pada tahun-tahun terakhir masa pre-klinik, saya akan memfokuskan diri pada proses penyusunan skripsi.


Dalam konteks jangka panjang, saya akan menjalani masa klinik saya dengan memfokuskan diri dalam mencari pengalaman. Oleh karena itu, nantinya saat saya menjadi dokter, saya akan memenuhi panggilan sosial saya untuk menjadi dokter di daerah-daerah tertinggal di Indonesia. Saya merasa kemampuan saya sebagai dokter akan jauh lebih berguna untuk-untuk masyarakat di daerah tersebut. Saya percaya dengan begitu saya akan memenuhi tujuan hidup saya untuk menjadi dokter yang berdampak bagi masyarakat luas. Saya percaya bahwa nantinya saya akan menemukan kebahagian tersendiri di luar sana. Saya bertekad untuk mengabdi untuk masyarakat tertinggal setidaknya 1 atau 2 tahun hingga nantinya saya akan kembali bersekolah untuk mendapatkan spesialisasi.


Semua itu bukan tanpa alasan, saya telah menghabiskan seluruh hidup saya menyaksikan ironi di tengah masyarakat khususnya dalam konteks akses kesehatan. Sejauh ini, jelas terlihat bahwa akses kesehatan yang mumpuni hanya ditujukan untuk kalangan masyarakat mampu. Kesehatan seakan menjadi barang mahal untuk masyarakat. Kaum proletar tidak pernah dianggap penting. Masalah ini kian teramplifikasi bagi masyarakat-masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Fasilitas sangat minim, pemerataan jelas tidak bergilir. Tentu kondisi menimbulkan panggilan tersendiri untuk saya. Oleh karena itulah, saya menawarkan solusi personal dengan berkomitmen untuk mengabdi kepada masyarakat daerah tertinggal. Semoga, setidaknya akan ada beberapa masyarakat yang terdampak langsung serta merasakan peningkatan kualitas kesehatan di daerahnya.


Saya paham bahwa usaha yang berskala personal akan lebih berdampak jika dilakukan secara kolektif. Untuknya, saya berharap untuk para generasi penerus yang mungkin masih duduk di bangku sekolah untuk dapat menemukan panggilan-panggilan kalian masing-masing. Saya merasa belum cukup kompeten untuk memberikan nasihat apapun, namun, jika boleh berbagi pengalaman, saya berharap para generasi penerus bisa percaya pada mimpi dan kemampuan sendiri. Pastinya banyak para adik kelas yang memiliki ketertarikan untuk menempuh pendidikan di FKUI namun tidak percaya diri dengan kemampuannya. Padahal, dalam realitanya, kalian bukan takut karena mimpi kalian terkesan sulit dicapai, mimpi kalian terkesan sulit dicapai karena kalian takut. Untuk itu semua akan lebih mudah jika kalian mengesampingkan ketakutan kalian dan berfokus pada apa yang bisa kalian lakukan. Percayalah bahwa semua pencapaian di dunia berawal dari sebuah angan-angan. Oleh karenanya, jangan pernah berhenti untuk berangan-angan dan melakukan yang terbaik. Setidaknya, itu sedikit saran yang dapat saya bagikan. Panjang umur perjuangan, panjang umur hal-hal baik.






 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page