top of page

Narasi Perjuangan - Clara Margaretha

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 9 min read

Halo semuanya, perkenalkan nama saya Clara Margaretha dan kebanyakan orang memanggil saya Clara. Saya adalah seorang mahasiswa baru asal SMA Regina Pacis Bogor yang baru saja berhasil masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur SIMAK. Saya memilih program reguler dibandingkan KKI karena satu dan lain hal, salah satunya karena kelas reguler lebih cocok untuk keadaan finansial saya. Sejak kecil, tidak pernah sekalipun terpikirkan oleh saya untuk menjadi seorang dokter. Jika anak kecil lainnya berkata, “Aku mau jadi dokter! Mau bantu orang-orang sakit jadi sembuh,” pikiran realistis saya berkata “jadi dokter tuh susah, ngapain belajar lama-lama. Mending kerja yang lain.” Pada waktu itu, entah mengapa tidak pernah terpikirkan oleh saya mau jadi apa ketika besar nanti. Waktu masa kecil saya habiskan seperti anak pada umumnya, seperti jajan, main ke rumah teman, atau sekedar mengerjakan tugas sekolah. Saat itu, saya ingat sekali pernah ikut ekstrakurikuler dokter kecil, itu pun saya lakukan karena ajakan teman. Tetap saja, dengan mengikuti ekstrakurikuler ini belum bisa membangkitkan semangat saya untuk menjadi dokter. Namun, dari sinilah awal mula saya merasa mendapatkan panggilan untuk menjadi seorang dokter.

Memasuki jenjang SMP, jujur saja tidak ada yang terlalu menarik di sini. Pada saat itu sekolah tempat saya belajar termasuk sekolah swasta yang bagus, tapi tidak terlalu bergengsi di Kota Bogor. Motivasi untuk bersekolah di sekolah ini hanyalah karena jaraknya dekat dengan rumah sehingga tidak perlu memikirkan biaya transportasi. Anehnya, sekolah saya hanya menyediakan sampai jenjang SMP saja. Alhasil, keadaan ini menuntut saya berpikir kemana harus melanjutkan pendidikan saya nanti. Saat itu saya diberi kepercayaan oleh orang tua untuk memilih sendiri. Dengan segala macam pertimbangan, saya memutuskan untuk mengambil jurusan IPA karena ketertarikan saya pada sains. Pada waktu itu, sekolah yang terpikirkan oleh saya untuk melanjutkan pendidikan hanyalah SMA Regina Pacis Bogor, sekolah menengah atas yang digadang-gadang sebagai sekolah swasta terbaik di Kota Bogor. Puji syukur saya dinyatakan lolos setelah melakukan tes seleksi dan berhasil memasuki SMA yang saya inginkan. Dari sinilah awal mula saya menemukan banyak orang-orang luar biasa yang menginspirasi saya untuk lebih giat lagi dalam belajar.

Sebelum memulai masa sekolah, sudah menjadi kebiasaan bagi SMA saya untuk mengadakan psikotes. Setelah hasilnya keluar, sekolah menyediakan psikolog yang telah di jadwalkan untuk bertemu sebagai bahan konsultasi. Saat itu, saya mengerjakan psikotes seadanya tanpa persiapan apa-apa dan sesuai kemampuan saja. Setelah itu, saya dijadwalkan bertemu salah satu psikolog, yang ternyata merupakan founder dari lembaga terkenal serta memiliki gelar S3 dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Setelah berbincang selama kurang lebih dua puluh menit, hasil psikotes menawarkan beberapa bidang yang tak kusangka cukup spesifik. Beberapa pilihan yang ditawarkan yang kuingat adalah pure mathematics, rinology, cardiology, pediatric medicine, dll. Saat itu saya harus memilih salah satu dari beberapa pilihan dan entah mengapa pandnagan saya tertuju pada pediatric medicine. Saat itu, saya teringat akan rasa senang setiap kali saya berinteraksi dengan balita dan anak-anak.Psikolog yang mengkonsultasiku berpesan, jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dibutuhkan motivasi dan tujuan yang jelas dan realistis agar bisa tangguh dalam menghadapi berbagai rintangan nantinya. Akhirnya tanpda ragu, saya memilih pediatric medicine dan membuat road map mengejar universitas impian sesuai arahan. Pengalaman itu membangkitkan minat saya untuk mencari tahu lebih dalam tentang dunia kedokteran, saya mulai mencoba mencari tahu tentang universitas apa yang menyediakan pendidikan dokter terbaik. Pilihan saya jatuh kepada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menurut saya adalah universitas kedokteran terbaik yang ada di Indonesia. Namun, saat itu muncul keraguan di hati saya untuk memilih kedokteran sebagai jurusan yang akan saya perjuangkan. Selain karena background ayah saya yang hanya turun-menurun mewariskan toko miliknya, baik keluarga ayah dan ibu saya semuanya berkecimpung di dunia soshum. Mayoritas dari keluarga kami terjun di dunia bisnis, ekonomi, akutansi, dll. Sehingga pada akhirnya, aku memutuskan untuk menyimpan dalam-dalam mimpi ini. Hanya beberapa teman yang saya percayai yang tahu bahwa mimpi saya adalah menjadi dokter.

Setelah menjalani masa SMA selama beberapa bulan, entah mengapa saya merasa bersemangat setiap kali bertemu mata pelajaran inti seperti matematika, kimia, biologi, dan fisika. Saya semakin giat belajar tanpa paksaan dari siapa pun. Saya bisa melakukan semua itu hanya atas dasar ketertarikan dengan apa yang saya pelajari. Suatu hari, entah bagaimana seorang teman mengajak saya untuk ikut acara open house FKUI yang diadakan secara daring. Tanpa ragu, saya langsung setuju dan mendaftarkan diri saya saat itu juga. Saat mengikuti open house FKUI, saya melihat kakak kelas yang ternyata telah menjadi salah satu panitia acara. Saya sangat kagum melihatnya meskipun hanya lewat layar laptop. Saya ingin sekali menyapanya via chat, tapi entah mengapa rasanya Ia sangat jauh sekali, terlalu menggagumkan sampai-sampai aku tak berani untuk menyapanya. Setelah itu, zoom dibagi menjadi beberapa breakout room dan kita diberi kesempatan untuk mengobrol dengan kakak-kakak yang sudah lulus di FKUI. Saya berusaha memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada kakak yang masuk lewat jalur SNMPTN maupun SBMPTN. Mendengarkan cerita perjuangan mereka membuat saya lagi-lagi jatuh hati pada FKUI. Saya merasa bahwa FKUI adalah sesuatu hal yang luar biasa untuk diperjuangkan.

Pengalaman lain yang semakin meyakinkan diri saya terjadi ketika masa pandemi dimana kita semua harus belajar secara daring di rumah. Oleh karena itu, saya yang sebelumnya selalu mempunyai kesibukan dengan tugas-tugas sekolah secara tiba-tiba memiliki jadwal kosong selama beberapa minggu. Saat itu, saya sempat menonton sebuah film yang menceritakan tetang seorang tokoh terkenal di Indonesia, yaitu Alm. Hasri Ainun Besari yang merupakan istri dari Presiden ketiga Republik Indonesia. Peran ini dimainkan oleh aktris ternama yang juga merupakan sosok wanita hebat, yaitu Maudy Ayunda. Dampak dari menonton film begitu luar biasa bagi diri saya. Saya merasa sangat relate dengan keadaan Ibu Ainun yang saat itu harus melawan banyak stigma negatif bahwa wanita tidak perlu untuk bersekolah tinggi. Ia sering dipandang sebelah mata oleh dosen dan teman sejawatnya karena Ia hanya wanita yang dianggap tidak mampu bersaing dengan para laki-laki. Namun, ia bisa menaklukkan semua pandangan negatif dari orang lain dan menjadi lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya merasa di Indonesia masih ada ketidaksetaraan yang merugikan bagi kaum perempuan. Meskipun di wilayah perkotaan wanita sudah bisa mengeyam pendidikan setinggi-tingginya, masih banyak saudari kita di luar sana yang tidak memiliki kesempatan yang sama dengan kita. Saya sangat peduli dengan isu ini karena kedekatan saya dengan nenek saya di rumah. Ia juga menjadi korban dari sistem patriarki di Indonesia yang mengharuskan dirinya untuk menikah sejak muda dan tidak berkesempatan untuk mengeyam pendidikan di bangku sekolah. Namun, Ia tetap berhasil mendidik delapan anaknya sendirian dengan bekerja dan belajar dari kakak laki-lakinya. Semenjak itu, Ibu Ainun dan nenek saya menjadi telah menjadi role model yang telah mengukuhkan keyakinan saya untuk menjadi dokter dan berkuliah di Universitas Indonesia. Keraguan yang sempat ada dalam diri saya pudar dan saya yakin untuk bermimpi dan mengejar cita-cita saya menjadi seorang dokter.

Semenjak itu, muncul motivasi internal dalam diri saya sehingga akhirnya bisa bertahan dan terus belajar meskipun banyak sekali distraksi saat belajar di rumah. Tidak ada yang tahu apa saja perjuangan saya selama di rumah. Salah satu hal kecil yang selalu saya lakukan adalah dengan mempelajari materi sebelum diajari oleh guru di sekolah. Saat awal masa pandemi, ada platform belajar online dengan ciri khas berwarna ungu yang mengratiskan semua kelasnya. Di saat itulah saya mulai ketagihan untuk belajar dan mulai memahami konsep secara lebih mendalam. Jadi saat guru menjelaskan lewat gmeet, saya sudah paham dan tinggal mengulang. Selain itu, tidak ada yang tahu kebiasaan sayamembaca sendiri buku paket biologi selama kelas 11. Pada masa pandemi, jam pelajaran dipersingkat agar mata tidak lelah menatap laptop. Banyak waktu senggang yang saya dapat, sehingga bisa dipakai untuk mencicil materi ulangan, UTBK, dan menata strategi untuk mengejar PTN. Saya juga tetap memberi reward-reward kecil seperti menonton film setiap merasa lelah, makan makanan yang enak setiap mendapat nilai bagus, atau jalan-jalan di sekitar rumah hanya untuk sekedar meningkatkan mood. Dan satu hal lagi, yang menurut saya sangat penting dan bisa membawa saya hingga ke titik ini adalah berkat teman-teman yang selalu ada dan ikut membawa saya ke arah yang lebih baik. Di saat ada jam kosong, tugas menumpuk, atau senggang sekalipun kami selalu menyempatkan diri untuk group call. Hal ini membuat saya tidak pernah merasa kesepian ataupun burnout. Saat kita membicarakan tentang mimpi, kita menyebutkan mimpi yang luar biasa. Dari lingkungan yang sangat suportif itu, saya menjadi semakin rajin. Mengingat mimpi yang hampir mustahil itu membuat saya semakin berharap bisa menggapainya dengan semangat dan usaha keras.

Mulai memasuki kelas 12, saya mencoba mendaftarkan diri ke salah satu bimbel. Di situ kita dituntut untuk belajar dengan mendengarkan materi dan berlatih soal. Saat masuk ke bimbel itu, saya sadar bahwa bukan hanya saya saja yang mengincar jurusan kedokteran. Banyak sekali anak-anak lainnya yang mempunyai mimpi yang sama. Dari situlah saya mulai dilanda rasa pesimis. Semakin memadatnya jadwal sekolah, diikuti dengan jadwal les yang padat menambah suntuk hari-hari yang saya jalani. Tak kenal waktu, saya mulai les dari pagi sampai sore, kadang sampai malam. Waktu di rumah saya pakai untuk me-review materi yang dirasa kurang. Sampailah hari dimana pengumuman siswa eligible untuk mengikuti seleksi jalur rapot diumumkan. Puji Tuhan saya mendapatkan peringkat yang memuaskan, yaitu sepuluh besar. Tapi sayangnya, untuk masuk ke FKUI ranking satu paralel pun sering ditolak. Apalagi saat mendengar kabar bahwa siswa di sekolahku tidak ada yang pernah mendapatkan kedokteran jalur rapot membuatku semakin pesimis. Disinilah aku mulai dilanda kecemasan, bingung dengan langkah apa yang harus aku lakukan. Jika mengambil kedokteran, tentu saja itu bisa disebut dengan bunuh diri. Seperti sudah memperjuangkan suatu tiket selama dua setengah tahun, lalu setelah mendapatkannya dibakar begitu saja. Tetapi, jika aku mengambil jurusan selain kedokteran lalu diterima, mungkin aku akan menyesal seumur hidup karena tidak pernah mencoba. Setelah mempertimbangkannya beberapa lama, aku akhirnya memutuskan untuk tetap menaruh pilihan kerdokteran sebagai pilihan pertamaku. Saya merasa tidak apa-apa jika tidak mendapat PTN lewat jalur ini karena tidak mau punya penyesalan di kemudian hari. Akhirnya, setelah menunggu hasil pengumuman selama beberapa waktu, sayadinyatakan gagal. Kegagalan pertama ini tidak begitu sakit awalnya. Namun, setelah melihat banyak teman saya yang lulus, hal ini menjadi sangat menyakitkan.

Tanpa bersedih terlalu lama, saya langsung bangkit dari kegagalan pertama dan mulai kembali ke jalan yang sudah kupersiapkan sejak awal, yaitu UTBK. Kalau diingat kembali, rasanya masa-masa ini sangat lama sekali. Dari pagi hingga malam kegiatan saya kebanyakan diisi dengan belajar, entah di tempat les ataupun di rumah. Ketika hari UTBK sudah di depan mata, muncul kabar bahwa soal diperbanyak tanpa adanya tambahan waktu. Hal ini tentu saja membuat panik, tapi saya tetap berusaha fokus tanpa memerdulikan desas-desus itu. Alhasil, saat mengerjakkan banyak sekali soal yang saya ragu. Setelah selesai UTBK, saya pulang ke rumah dengan perasaan sedih dan kecewa. Saya merasa bahwa selama ini perjuanganku belajar tidak dikeluarkan secara maksimal. Kali ini rasanya sulit sekali untuk bangkit. Meskipun hasilnya belum keluar, saya sudah merasa gagal semenjak keluar dari ruang UTBK. Akhirnya, saya memutuskan untuk rehat sejenak selama dua minggu dengan menenangkan diri. Setelah itu, aku berusaha untuk kembali ke tempat les dan mulai mempersiapkan ujian mandiri, terutama SIMAK.

Akhirnya, babak selanjutnya dalam perjuangkan saya untuk mendapatkan universitas impian dimulai. Babak yang menjadi titik balik dari semua kegagalanku sebelumnya. Awalnya, saya berusaha untuk tetap optimis saat mulai mencoba mengerjakkan soal SIMAK. Namun saat mengerjakan soal matematika dan fisika, rasanya ingin menyerah saja. Setiap hari saya mengerjakan soal-soal SIMAK tahun sebelumnya, lalu dibahas bersama di tempat les keesokan harinya. Dari sinilah saya menemukan lagi orang-orang baru. Orang-orang luar biasa yang mau berjuang hingga titik darah penghabisan. Berkat mereka, saya punya semangat baru di saat banyak orang sudah kehilangan motivasi untuk belajar. Setelah mengikuti banyak ujian mandiri, tak disangka akan banyak penolakan yang saya terima. Saya sempat berpikir untuk menyerah mengejar kedokteran dan mencoba jurusan lain. Akan tetapi, saya takut menyesal seumur hidup apabila punya cita-cita yang tidak kesampaian. Alhasil, aku harus menerima kenyataan bahwa aku ditolak hampir semua universitas tempat saya mendaftar baik lewat jalur SBMPTN maupun mandiri. Untungnya pada waktu itu, saya tidak sendiri. Banyak teman yang bahkan kurasa jauh lebih pintar harus mengalami kegagalan yang sama. Di masa-masa sulit itu kami saling menguatkan. Saya terus berdoa dan percaya meskipun setelah membuka banyak pengumuman, belum ada universitas yang menjadi pegangan saya nanti. Akhirnya, tiba hari pengumuman SIMAK. Tepat tanggal 14 Juli saya menunduk sambil menangis setelah melihat layar laptop yang menampilkan tulisan bahwa saya di terima di Universitas Indonesia jurusan kedokteran. Saya merasa bangga dan sangat bersyukur atas pemberian Tuhan kepada saya. Berkuliah di FKUI adalah kesempatan emas yang tidak akan saya sia-siakan dan akan saya manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mewujudkan impian saya untuk menjadi seorang dokter.

Sebelum diterima di FKUI, mungkin masih banyak kebiasaan buruk yang saya lakukan, seperti makan makanan yang kurang sehat dan sering melupakan kesehatan sendiri. Dengan masuk ke FKUI, saya berkomitmen untuk merubah kebiasaan buruk ini dengan memulai pola hidup sehat dan rajin berolahraga. Saya juga akan berusaha meningkatkan soft skill yang dirasa saat ini kurang seperti time management dan public speaking. Harapan saya setelah selama berada di FKUI bisa menemukan keluarga baru untuk berkembang dan belajar menjadi dokter yang dapat mengabdi kepada masyarakat. Kedepannya selama menjalankan masa preklinik, saya akan mengusahakan untuk mempertahakan nilai IPK saya dan menghindari mengulang mata kuliah. Hal ini dapat saya capai dengan mencari gaya belajar yang sesuai dengan diri saya, berlatih mengerjakan tugas dengan time management yang baik, serta menggunakan growth mindset agar dapat survive di jurusan kedokteran. Selain itu, rencana saya saat menjalani masa klinik/dokter adalah mencoba belajar untuk terjun langsung ke rumah sakit sambil mempersiapkan diri utuk kembali ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pendidikan spesialis. Salah satu imipian jangka panjang yang ingin saya wujudkan adalah dengan menjadi entrepreneur dalam bidang kesehatan yang bisa membantu banyak orang dalam jangkauan yang lebih luas. Harapan saya bagi masyarakat adalah agar kita senantiasa dapat berkolaborasi dengan rumpun ilmu kesehatan lainnya menjadi garda terdepan untuk mengurangi dampak dari penyakit terhadap kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Untuk adik kelas yang ingin mencoba mengejar FKUI, jangan pernah menurunkan standarmu dalam bermimpi. Jika merasa mimpi itu terlalu tinggi dan mustahil, lebihkan usahamu agar mimpi itu bisa diraih. Jangan pernah takut mencoba karena tembok yang kelihatannya terlalu tinggi sekalipun bisa dilewati dengan membangun tembok-tembok kecil untuk menjadikannya anak tangga.


 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page