top of page
Search

Narasi Perjuangan - Aliya Nissa Thaib

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 10 min read

Mosaik Kehidupan: Bertambahnya Kuning dan Hijau


Setiap ambisi, pilihan, dan kesalahan membentuk ubin kecil dalam mosaik kehidupan kita. Berikut adalah perjalanan bagaimana mosaik saya mendapatkan ubin kuning dan hijau.


Perkenalkan, nama saya Aliya Nissa Thaib. Sehari-hari, saya akrab dipanggil Aliya. Tiga kali bumi berevolusi, saya habiskan hari-harinya di sebuah sekolah yang terletak di Jakarta Selatan, SMAS Al-Izhar Pondok Labu. AIPL menjadi tempat saya mengenyam pendidikan. Sebuah tempat yang telah teruk berkontribusi dalam membentuk kepribadian, prinsip, dan ketekunan saya.


Seorang gadis pemimpi yang berumur tujuh belas tahun, saya lahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Lahir kepada sepasang orang tua yang dengan tabah memberikan nasehat di setiap lika-liku hidup. Sedari usia dini, kedua orang tua saya selalu mengatakan bahwa langkah pertama dalam mencapai suatu keunggulan atau kesuksesan dimulai dengan bermimpi setinggi mungkin. Bagi saya, mimpi bak musim yang berlalu—berganti, bersemayam, dan terkadang yang hilang akan menemukan jalannya pulang. Sepanjang perjalanan hidup, saya memiliki mimpi yang dapat dibilang tidak terhitung jumlahnya. Mimpi jenaka hingga mimpi yang terlihat sangat jauh menjelang sua. Seiring bertambahnya usia, mimpi dan prinsip hidup saya ikut serta berubah. Namun, ada satu yang bertahan kuat dan berdiri sangat kokoh, yaitu keinginan saya untuk menjadi seorang dokter kelak. Tentunya mimpi yang tinggi harus diiringi motivasi serta alasan yang konkret.


Tidak cukup waktu jika harus menceritakan kisah setiap sungai yang saya aliri, jalan berbatu yang dilalui, ataupun lembah dan bukit yang saya hadapi. Namun, dengan bangga, kini saya persembahkan segelintir cuplikan dari perjalanan yang mengantarkan saya dalam pencapaian mimpi terbesar, yaitu menjadi bagian dari Kelas Khusus Internasional Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia melalui jalur Talent Scouting. Al-Izhar Pondok Labu menjadi saksi kerja keras saya dalam menggapai cita-cita tersebut.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, lantas siapa yang belum pernah mendengar keistimewaan FKUI. Jaket kuning dengan makara hijau yang dikenakan mahasiswanya menjadi dambaan sejak dini. Sejak kecil hingga semester pertama SMA, FKUI terdengar seperti negeri fantasi yang jauh di atas awan. Sangat sulit dijangkau sehingga hanya diperuntukkan bagi mereka yang hidupnya bagaikan dongeng. FKUI menjadi cita-cita begitu banyak pelajar di Indonesia. Takut dan ragu menjadi kata-kata yang sedari kecil saya kaitkan dengan nama FKUI. Rasa takut yang membara bahwa suatu hari saya tidak akan berjumpa dengan cita-cita untuk melanjutkan pendidikan saya di Fakultas Kedokteran tertua dan terkuat di Indonesia. Perasaan ragu atas kemampuan yang saya miliki. Harus bersaing dengan ribuan sejawat, berharap dapat merealisasikan cita-cita yang dibangun sejak dini.


Sedari kecil, saya selalu yakin atas keinginan saya dan akan melakukan segala hal untuk mencapainya. Tumbuh bersama orang tua yang selalu menjadikan pendidikan sebagai prioritas anak-anaknya, memiliki kelebihan dan kekurangan. Selalu terdorong dan termotivasi untuk menjadi versi terbaik dari diri saya. Namun, hal tersebut menjadikan saya seseorang yang sangat perfeksionis. Tertutup dan takut untuk membuat kesalahan yang paling sederhana sekalipun. Dulu, saya berpikir kesalahan menentukan kesuksesan saya, bahwa setiap kesalahan yang dibuat menurunkan harga diri saya. Tumbuh di medan perang di mana nilai pendidikan saya menjadi senjata, saya harus berjuang dan berdiri di atas kedua kaki saya sendiri. Saya harus selalu memastikan bahwa nilai saya di atas rata-rata. Walau terkadang terasa berat dan tidak selalu tercapai, hal ini membentuk pola pikir saya. Bahwa keinginan apa pun yang saya usahakan dengan maksimal, akan membuatnya sedikit lebih mudah untuk diperoleh. Mentalitas ini menjadi bagian dari kepribadian saya, di mana saya harus selalu mencapai yang terbaik. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan begitu berlimpahnya prestasi, keunggulan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tidak awam dikenal oleh umum. Oleh karena itu, saya sangat yakin bahwa FKUI merupakan tempat terbaik yang dapat membentuk saya menjadi seorang dokter yang brilian, kompeten, unggul, dan tekun.


Sebagai anak kecil, saya tidak pernah merasa takut sekalipun untuk mengunjungi rumah sakit. Bahkan, kunjungan ke dokter anak merupakan suatu peristiwa yang dinanti. Saya merasa sangat dihargai. Bahwa tidak peduli siapa atau seberapa tidak pentingnya saya di dunia yang besar ini; pertanyaan dan kekhawatiran saya diakui di sudut kecil ruangan seorang dokter. Saya percaya bahwa setiap manusia memiliki pengaruh baik terhadap orang lain. Antusiasme saya untuk belajar dan menjadi seorang dokter berasal dari kepercayaan tersebut. Peran dokter, menurut saya, tidak hanya untuk menyembuhkan, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasien. Seorang dokter bekerja dengan pasien ketika mereka merasa rentan, menciptakan hubungan yang bermakna dengan pasien mereka.


Keinginan untuk menjadi seorang dokter telah tertanam dalam diri saya jauh sebelum saya mengerti arti dari menjadi seorang dokter. Ibu saya sangat senang mengumpulkan berbagai catatan mengenai “hal-hal pertama” saya. Menyimpan foto ketika saya masih bayi, hingga mencatat dan menggambar beberapa bagian tubuh yang saya merasa geli ketika ibu menggelitik. Di buku tersebut, terdapat halaman khusus di mana anggota keluarga saya menuliskan harapan dan doa mereka tentang si bayi perempuan yang baru lahir. Saya akan selalu bersyukur memiliki keluarga yang mencurahkan banyak doa untuk saya. Nenek saya, menuliskan banyak hal, salah satunya—yang saya yakin dituliskan dengan kasih sayang dan doa tulus adalah: “SEMOGA KELAK MENJADI DOKTER”. Doa tersebut menjadi mimpi yang datang pada saya ketika berusia delapan tahun. Saya berada di toko buku, berdiri terpukau di depan rak bagian anak dan remaja. Saya bergegas untuk mengambil tiga buku pop-up dan dengan cepat saya berikan kepada Ibu. Ketiga buku tersebut menceritakan tentang anatomi tubuh, mekanisme kerja mata, dan pertumbuhan bayi di rahim Ibu; buku-buku pertama yang memperkenalkan saya kepada tubuh manusia dan cara kerjanya. Sejak saat itu, setiap kali ada yang bertanya ingin menjadi apa saya nanti, tanpa keraguan sedikit pun, saya selalu menjawab dengan lantang: menjadi seorang dokter.


Perjalanan pendidikan saya untuk mencapai FKUI dimulai pada suatu sekolah yang terletak di Bintaro, Tangerang Selatan. Orang tua saya memutuskan untuk mendaftarkan saya pada suatu sekolah yang berkurikulum internasional. Suatu tempat yang dengan bangga dan lantang saya sebut sebagai rumah kedua, Global Jaya School. Tempat di mana saya diasuh selama sebelas tahun, tempat yang membentuk seperempat dari kepribadian saya hari ini. Saya terbentuk menjadi pribadi yang aktif secara akademik maupun dalam pengembangan minat bakat. Tidak pernah ada momen di mana saya tidak ingin menjadi seorang dokter, namun mimpi tersebut dikukuhkan saat saya menduduki bangku kelas 5 SD. Saya menjelma menjadi seorang dokter pada tugas ilmiah pada kelas 5 SD—hari model-medis. Setelah hari ini dan seterusnya, saya tidak pernah membayangkan diri saya menjadi apa pun selain seorang dokter.


Bagi saya, bagian terpenting selain pendidikan adalah kekeluargaan yang terbentuk dengan angkatan. Saya menghabiskan hari-hari dengan lingkungan yang sama selama sebelas tahun. Dengan guru-guru yang selalu mendukung dan membantu proses pencapaian mimpi terbesar. Saya merasa tenteram berada di zona nyaman, di mana saya tahu jawaban atas semua pertanyaan internal saya. Perubahan adalah hal terakhir yang saya inginkan. Namun saya sadar, perubahan pasti akan terjadi untuk mencapai sebuah kesuksesan. Dengan tujuan saya ingin menjadi dokter yang kompeten dan dapat mengabdi kepada kesehatan Indonesia, saya sadar bahwa lingkungan dan kurikulum GJS tidak cocok untuk membentuk masa depan saya. Saat menduduki bangku kelas sembilan, saya sadar harus meninggalkan keluarga kedua saya untuk mengejar cita-cita—menjadi bagian dari keluarga besar FKUI.


Al-Izhar Pondok Labu menjadi pilihan saya untuk melanjutkan pendidikan SMA. Berasal dari sekolah dengan lingkungan yang sangat berbeda, pastinya timbul rasa takut akan terlihat berbeda, dan takut tidak bisa beradaptasi. Banyaknya perbedaan dari bahasa pengantar di sekolah, tata krama, dan topik obrolan dengan teman. Selain itu, sulit bagi saya untuk memahami materi yang diajarkan di masa SMA. Teringat dengan jelas, nilai ulangan pertama saya tidak melebihi suhu AC ruangan saya. Nilai tersebut menduduki peringkat terburuk di kelas saya. Tidak lagi menjadi yang terbaik, saya merasa sangat kecewa dengan diri sendiri, dan terbit rasa menyesal telah berpindah sekolah. Namun, saya sangat percaya bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Berpindah sekolah adalah pilihan terbaik agar bisa mengejar cita-cita yang tumbuh sedari usia yang sangat dini. Akhirnya, saya berkata pada diri sendiri “ketika ada kemauan, maka di situ ada jalan”. Saya kembali bangkit, meyakini diri bahwa saya mampu kembali menjadi salah satu yang terbaik.


Saya harus membuktikan pada diri sendiri bahwa saya juga bisa menjadi salah satu lulusan terbaik SMA Al-Izhar Pondok Labu. Sadar akan mimpi yang sangat tinggi, saya harus memaksimalkan semua peluang dan jalur masuk agar cita-cita saya dapat tersua. Saya menghabiskan begitu banyak waktu untuk belajar, hingga jam tidur saya bisa dihitung jari. Saya tidak bangga dengan cara adaptasi yang “ekstrem”, karena ini berarti saya masih belum mampu mengatur waktu dengan baik. Namun, saya harus melakukan segalanya agar bisa menutup perjalanan SMA dengan akhir yang bahagia dan membanggakan. Saya mengikuti bimbingan belajar, tambahan materi, dan belajar hingga larut malam. Alhamdulillah, memang benar bahwa usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Walau tidak lulus sebagai lulusan terbaik dari SMA AIPL, menggapai peringkat 21 patut saya banggakan. Sangat di luar ekspektasi untuk saya bisa mencapai peringkat lulusan 25 besar. Dengan penuh percaya diri, saya mendaftar diri pada SNMPTN. Namun, harapan saya diruntuhkan saat berkonsultasi dengan guru Bimbingan Konseling. Ternyata di AIPL, saya menduduki peringkat kedua dari sekian banyak murid yang ingin mendaftar pada FKUI, dan nilai saya masih bisa dikatakan rendah. Dengan berat hati dan kekecewaan tinggi, saya ikhlas dan sadar bahwa tidak semua hal bisa berjalan sesuai dengan ekspektasi. Saya sadar bahwa nilai saya masih jauh dari cukup untuk bisa mendapatkan bangku di FKUI melalui jalur SNMPTN.


Kegagalan itu, membuat saya merasa sangat bimbang dalam mengambil langkah selanjutnya. Saya merasa tidak kompeten dan tidak pantas untuk mendaftar diri pada FKUI. Secara terus-menerus, saya merasa ragu. Namun, saya tidak bisa mengecewakan diri sendiri dan menyerah pada impian saya secepat itu. Sisi perfeksionis saya tidak pernah ingin terlihat melakukan suatu kesalahan, apalagi menunjukkan kegagalan. Saya harus mencari jalur lain. Menyadari bahwa saya telah menghabiskan sebelas tahun di sekolah internasional, dengan guru dan teman yang berasal dari berbagai negara, dan bahasa pengantar Inggris, saya sangat mempertimbangkan jalur Talent Scouting. Walau nilai saya bukan menduduki peringkat terbaik, tetapi Bahasa Inggris merupakan keuntungan saya. Saya memaksimalkan peluang dengan memastikan saya mencapai nilai tinggi dalam tes TOEFL. Akhirnya, setelah memberanikan diri, saya mengunggah berkas pendaftaran Talent Scouting. Perjuangan ini sangat tidak mudah, dan tidak ada yang pernah mengatakan sekalipun bahwa akan mudah. Di balik semua itu, rintangan yang saya hadapi mengubah saya menjadi pribadi yang lebih baik. Pada saat itu, saya merasa bahwa jika saya tidak diterima, saya akan tetap belajar banyak keterampilan baru, nilai, serta pelajaran hidup.


Pada hari Jumat, tanggal 1 April 2022, pukul 06:00 WIB, saya terbangun dengan jantung berdegup kencang. Kepala diisi penuh oleh pikiran baik dan buruk. Saya merasa sangat gugup, tetapi saya sudah ikhlas atas hasil yang akan saya dapatkan pada siang itu. Takut kecewa dan gagal, saya tidak ingin membuka hasil Talent Scouting di depan keluarga besar saya. Bahkan, saya tidak mengabari keluarga saya bahwa saya telah mendaftarkan diri pada Talent Scouting FKUI. Saya menyendiri di sudut kamar, dan menunggu hasil dengan cemas. Saya terus berpikir dalam hati “hasil hari ini akan menentukan nasib hidup”. Jari-jari yang mulai bergemetar, keringat yang mengucur, dan rasa takut yang menyelimuti seluruh tubuh. Di sebelah saya, Ibu yang senantiasa menanti hasil dari pengumuman Talent Scouting. Tepat pada jam 13.00, saya terpaku. Kata-kata yang tertulis dengan jelas, “Congratulations, you have been accepted as a prospective new student at Universitas Indonesia”. Tiga belas kata yang mengubah hidup saya dalam sepersekian detik. Air mata yang mengalir dengan kebanggaan dan rasa haru. Saya berpikir dalam hati “akhirnya saya berhasil, inilah yang telah dinanti”. Alhamdulillah, atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa, saya diberi kesempatan untuk mengunjungi dunia dongeng yang telah saya impikan sejak kecil. Saya langsung memeluk ibu dan menelepon ayah. Tanpa mereka, saya tidak akan sampai sejauh ini. Di saat inilah di mana saya akhirnya merasa semua yang telah saya kerjakan memiliki tujuan. Semua tawa, air mata, keringat, dan rasa ketakutan mengantarkan saya menuju gedung putih FKUI.


Menjadi seorang mahasiswi Universitas Indonesia dan menjadi bagian dari FKUI memang hal yang patut dibanggakan. Namun, ini hanya sebuah permulaan. Saya berharap bahwa selama kurang lebih enam setengah tahun yang akan saya habiskan di FKUI, menjadi lembaran-lembaran baru di buku kehidupan saya. Lembaran yang akan dikenang sepanjang masa. Untuk harapan pribadi, saya harap bahwa saya akan selalu diberi ruang untuk perbaikan. Untuk menemukan versi terbaik dari diri saya. Selalu bangga atas pencapaian saya, tetapi tidak lupa bahwa saya masih memiliki masa depan yang menanti saya. Masa depan yang hanya akan terwujud jika saya bekerja keras. Saya harap saya bisa menjadi lebih percaya diri, dan tidak meragukan kemampuan diri sendiri. Untuk teman-teman FKUI 2022, saya berharap kita bisa lebih dari hanya sebatas kolega, menjadi keluarga yang menerima satu sama lain dengan hangat. Selalu bangga atas pencapaian satu sama lain, dan tetap aktif membantu dan merangkul jika ada yang tertinggal. Saya harap semua cita-cita tinggi kami dapat tercapai, bisa meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan suatu saat menjadi dokter yang berkompeten yang dapat mengabdi pada kesehatan Indonesia.


Dalam masa preklinik ini, saya berharap saya bisa berprestasi secara akademik maupun non-akademik. Menjadi pribadi yang lebih percaya diri, dan tidak ragu dalam mengutarakan pendapat. Saya akui bahwa selama masa SMA, saya tidak selalu tepat waktu dalam pengumpulan tugas. Selama SMA, saya masih bersantai-santai dan belum bisa membagi waktu dengan benar. Saya harap pada masa preklinik ini, saya menjadi pribadi yang lebih rajin, tekun, dan tepat waktu. Saya juga ingin masa kuliah saya berwarna. Oleh karena itu, saya berharap bisa berorganisasi dan menjadikan pengalaman organisasi sebagai hal yang bermanfaat. Saya berharap saya juga bisa menjadi pribadi yang bermanfaat dalam berorganisasi. Tidak lupa untuk selalu menjaga kekeluargaan FKUI angkatan 2022, dengan menjadi pribadi yang positif, rela membantu, dan memiliki rasa empati yang tinggi. Tanpa melupakan tujuan utama saya, yaitu menjadi dokter lulusan FKUI yang unggul. Hal tersebut dapat dicapai jika saya bisa mempertahankan IPK yang maksimal. Saya berharap selama masa preklinik, saya bisa mempertahankan IPK di atas 3.5 sehingga lulus dengan cum laude. Untuk masa klinik yang akan datang nanti, saya berharap bisa meraih dan memahami ilmu, dan dapat mempraktikkan ilmu yang telah dipaparkan. Saya berharap jika menjadi seorang dokter nanti, saya bisa berkontribusi terhadap kesehatan Indonesia. Harapan saya adalah pemerataan akses, pengetahuan dan pemahaman dunia kesehatan di Indonesia. Berkontribusi pada pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier agar lebih terjangkau, efektif dan proaktif serta terintegrasi dengan teknologi. Karena mencegah lebih baik daripada mengobati, saya berharap pemerataan juga akan memudahkan pemeriksaan kesehatan rutin bagi masyarakat umum untuk menghindari risiko penyakit kronis dan penyakit lainnya. Hal tersebut bisa saya capai dengan rajin belajar untuk menjadi dokter yang kompeten nantinya.


Teruntuk teman-teman yang memiliki mimpi untuk menjadi bagian dari FKUI, bermimpilah setinggi mungkin. Nikmatilah masa awal remaja, karena tidak ada yang sebanding. Sejauh ini, masa-masa remaja dan SMA merupakan momen terindah. Namun, jangan lupa untuk bekerja keras, selalu berusaha meraih yang terbaik, dan berorganisasi. Bekerja pada kecepatan sendiri, tidak masalah jika lebih cepat atau lambat dari teman-teman lainnya, karena hanya kalian yang mengerti batas dan kebutuhan masing-masing. Bukalah hati dan pikiran untuk mencoba hal-hal baru, karena hal tersebut dapat meningkatkan pengalaman dan mengembangkan ketrampilan baru. Menggapai suatu mimpi tinggi tidak akan mudah. Pahami motivasi di balik keinginan untuk menjadi seorang dokter dan bagian dari FKUI. Penting untuk belajar dan mengerti metode belajar apa yang paling efektif. Sekalipun metode kalian berbeda, jika efektif maka akan memberikan hasil yang maksimal. Tidak lupa untuk berdoa, bersyukur, dan percaya bahwa jalan Tuhan Yang Maha Esa, merupakan jalan yang terbaik. Merasa lelah, putus asa, kecewa, dan menangis adalah hal yang wajar. Namun, jangan pernah putus harapan. Bermimpilah, setinggi mungkin. Lagi pula, siapa yang akan menemukan keberadaan galaksi alam semesta, jika tidak ada yang berani melihat melampaui bintang-bintang.


 
 
 

Recent Posts

See All

Comentarios


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page