Narasi Perjuangan - Alisha Naya Putri
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 10 min read
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.
Sebelum saya bercerita bagaimana akhirnya saya bisa diterima sebagai mahasiswi FKUI, izinkan saya untuk memperkenalkan diri. Nama saya Alisha Naya Putri dan saya lahir di Kebumen pada 05 Mei 2004. Namun, sejak saya kecil saya telah dibesarkan oleh keluarga saya di Depok. Sebelum menjadi mahasiswi baru di FKUI, saya menempuh pendidikan selama tiga tahun di SMAN 8 Jakarta yang berlokasi di Bukit Duri.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan fakultas kedokteran tertua dan terbaik di Indonesia yang sejak dulu telah menjadi impian banyak orang terutama murid-murid SMA. FK UI telah melahirkan banyak dokter berprestasi yang berkontribusi dalam peningkatan layanan kesehatan baik secara nasional maupun secara global. Salah satu alumninya adalah Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M (K) yang merupakan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019. Selain itu, kampus ini dikenal sebagai kampus yang memiliki akreditasi sangat baik serta fasilitas penunjang riset yang lengkap. Kualitas pendidikan akademik yang diberikan FK UI juga tidak perlu diragukan lagi. Oleh karena itu, banyak orang mengorbankan waktu dan usahanya untuk bisa lolos di kampus ini.
Sejak saya kecil, saya selalu memiliki banyak impian. Karena pada dasarnya, saya merupakan orang yang selalu ingin berkembang dan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Namun, kebanyakan dari impian tersebut bisa dibilang kurang realistis. Sampai suatu saat, saya dikenalkan dengan profesi yang sangat mulia yaitu dokter. Sedikit bercerita mengenai latar belakang keluarga saya, dahulu Ibu saya memiliki cita-cita yang serupa yaitu bekerja di bidang kesehatan. Akan tetapi, karena tinggal jauh dari kota, tidak banyak informasi mengenai perkuliahan yang didapatkan sehingga impian untuk menjadi tenaga kesehatan pun sulit untuk dicapai. Maka dari itu, kedua orang tua saya sangat mendukung saya dalam menyediakan segala fasilitas yang saya perlukan agar cita-cita saya menjadi seorang dokter dapat terwujud. Semenjak menduduki sekolah menengah, saya menyadari bahwa saya memiliki ketertarikan dalam mempelajari ilmu biologi terutama tentang cara kerja tubuh manusia. Saya juga ingin menjadi orang yang dapat memberikan kontribusi dan dampak positif kepada masyarakat terutama di bidang kesehatan. Itu merupakan salah satu dari sekian motivasi dan alasan mengapa saya ingin menjadi dokter.
Terlepas dari kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang tidak perlu diragukan lagi, alasan saya memilih untuk mengemban pendidikan di kampus tersebut adalah karena jaraknya yang sangat dekat dengan rumah saya. Sejak kecil saya tidak pernah hidup jauh dari kedua orang tua saya. Jika kebanyakan orang lainnya ingin merasakan sensasi baru tinggal dan merantau ke luar kota, saya justru sebaliknya.
Untuk bisa lolos di kampus impian saya bukanlah hal mudah. Kisah tersebut diawali sejak saya menduduki bangku sekolah menengah pertama.
Pada tahun 2015, saya mendapat kesempatan untuk bersekolah di SMP negeri favorit yang terletak di Salemba yaitu SMP Negeri 216 Jakarta. Walaupun jarak dari rumah saya menuju sekolah tersebut cukup jauh, saya berpikir bahwa ini adalah awal mula yang baik agar saya dapat memasuki SMA negeri favorit juga. Selain itu, saya dapat berpapasan dengan kampus impian saya setiap hari yaitu FK UI yang terletak di Salemba dan menjadikan hal tersebut sebagai motivasi agar saya semakin semangat belajar. Akan tetapi, setelah melewati masa orientasi selama satu seminggu, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan bersekolah di SMPN 216 karena tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua. Banyak hal yang menjadi pertimbangan salah satunya adalah jarak dan akses menuju sekolah tersebut. Maka dari itu, akhirnya saya bersekolah di SMP swasta yang jaraknya sangat dekat dengan rumah saya. Dengan kendaraan mobil, menuju SMP Brighton hanya membutuhkan waktu sepuluh menit.
Memasuki tahun terakhir di SMP, kedua orang tua saya menyarankan saya untuk melanjutkan studi di SMA favorit Jakarta. Tidak banyak sekolah dekat rumah saya yang memiliki peluang tinggi untuk tembus di perguruan tinggi negeri apalagi di Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia. Kala itu, satu-satunya sekolah yang terpikirkan oleh saya adalah SMA Negeri 8 Jakarta. Melihat banyaknya alumni sekolah tersebut yang berhasil lolos di perguruan tinggi negeri, membuat saya makin termotivasi untuk melanjutkan studi disana. Walaupun saya harus menempuh jarak yang cukup jauh, tetapi saya yakin saya akan mendapatkan kualitas pendidikan yang baik di sekolah tersebut.
Singkat cerita, pada tahun 2019 akhirnya saya diterima di SMAN 8 Jakarta, salah satu sekolah menengah terbaik di Indonesia, dengan jurusan ilmu pengetahuan alam. Banyak sekali informasi mengenai seleksi perguruan tinggi yang telah dipaparkan oleh guru sejak awal saya memasuki sekolah. Mulai dari pengenalan jurusan hingga jalur-jalur masuk perguruan tinggi negeri, salah satunya jalur undangan atau biasa disebut SNMPTN. Jika boleh berkata jujur, saat melihat banyaknya alumni yang diterima di FK UI, tidak terlintas di pikiran saya bahwa saya dapat menjadi salah satunya. Di pikiran saya, FK UI merupakan hal yang hampir mustahil untuk di dapatkan dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat lolos di seleksi tersebut. Seiring berjalannya waktu, saya mengurangi mindset buruk itu dan mulai untuk lebih fokus meningkatkan nilai semester saya. Saya mencoba lebih aktif di enam mata pelajaran yang menjadi kualifikasi untuk nilai SNMPTN yaitu Biologi, Kimia, Matematika, Fisika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Hingga akhirnya masa paling menegangkan pun tiba, yaitu masa kelas dua belas. Murid yang mungkin tadinya terlihat bermalas-malasan, sekarang mulai tertanam jiwa kompetitif dalam diri mereka. Masa yang seringkali saya sebut sebagai golden time dan merupakan tahap terakhir yang menentukan dimana saya akan melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi. Dan di saat itu lah para pejuang perguruan tinggi mengerahkan segala usaha dan waktunya untuk belajar lebih giat lagi dari sebelumnya. Tidak jarang pejuang-pejuang ini berhenti di tengah perjalanan karena tidak sanggup menghadapi rutinitas belajar terus-menerus.
Pada awal kelas 12 saya langsung mendaftar di salah satu bimbingan belajar yang cukup terkenal dan terbukti telah meloloskan banyak siswanya ke perguruan tinggi negeri ternama. Karena saya tahu bahwa saya tidak dapat mengandalkan SNMPTN, maka saya juga harus menyiapkan skenario terburuk yaitu menyiapkan tes tulisnya atau UTBK dan ujian mandiri. Awalnya orang tua saya menyarankan saya untuk mengambil les privat karena
akan lebih fleksibel dari segi waktu dibandingkan dengan bimbingan belajar yang sudah ada susuanan jadwalnya tersendiri. Tetapi, saya ingin berjuang bersama-sama dengan teman saya dan saya ingin mengukur potensi saya jika harus bersaing dengan teman-teman yang lain. Saya juga memiliki kelebihan yaitu saya mudah termotivasi oleh orang-orang di sekeliling saya. Oleh karena itu, mengikuti bimbingan belajar merupakan pilihan yang tepat agar saya makin ambisius dan semangat belajar.
Selama masa kelas 12, di saat siswa yang lain menikmati momen SMA mereka dengan bermain-main, hari-hari saya justru dipenuhi dengan jadwal bimbingan belajar. Awalnya tidak mudah bagi saya untuk bisa konsisten secara terus-menerus dengan rutinitas tersebut. Saya harus mengorbankan waktu tidur setiap hari demi berlatih soal dan bangun lebih pagi untuk berangkat les. Namun, saya berpikir bahwa ini belum seberapa jika dibandingkan dengan kegiatan kuliah di fakultas kedokteran yang kebanyakan orang katakan jadwalnya sangat sibuk. Tidak hanya masuknya yang sulit, tetapi untuk lulus dari fakultas kedokteran juga dibutuhkan usaha mati-matian.
Pemikiran tersebut membuat saya mengerti bahwa besarnya mimpi harus sejalan dan seimbang dengan usaha yang dilakukan.
Tentunya, semua itu akan sia-sia jika tidak disandingi dengan ibadah.
Saya sendiri merasa bersyukur karena dikelilingi oleh teman-teman yang membuat saya termotivasi untuk belajar. Tidak hanya teman-teman dekat saya, Ibu saya juga merupakan salah satu motivator yang tidak henti memberikan dukungan serta semangat kepada saya. Ibu saya selalu mengingatkan bahwa saya harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin dan jangan sampai waktu yang saya miliki terbuang untuk bermalas-malasan. Selain itu, mentor dari bimbingan belajar saya juga berjasa besar dalam menentukan strategi saat memilih universitas.
Tidak terasa waktu telah berjalan sangat cepat hingga diumumkannya siswa eligible. Siswa eligible ini merupakan 40% siswa dengan nilai tertinggi di sekolah yang berhak mendapatkan kesempatan untuk mendaftar di SNMPTN. Alangkah senangnya saat diumumkan bahwa saya memiliki kesempatan untuk mendaftar karena termasuk dari 120 siswa eligible. Akan tetapi, kabar buruknya adalah nilai saya tidak memenuhi standar nilai yang diterima di SNMPTN FK UI seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Kala itu, saya merasa tertampar oleh realita. Sedih, kecewa, rasanya campur aduk. Akhirnya guru saya memberikan saya alternatif dan rekomendasi untuk mendaftar di beberapa perguruan tinggi negeri lainnya.
Setelah berbagai pertimbangan, akhirnya saya memilih di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sebagai pilihan pertama. Walaupun sedikit kecewa karena bukan FK UI yang menjadi pilihan pertama, tetapi kali ini saya harus lebih realistis dan sadar diri demi memperebutkan bangku di SNMPTN.
Dengan nilai yang bisa dibilang cukup baik, saya merasa percaya diri diterima di pilihan pertama saya. Selama menunggu hasil dari SNMPTN, saya tetap menjalankan rutinitas belajar seperti biasanya. Saya juga tidak bisa sepenuhnya bergantung pada hasil dari SNMPTN karena tidak ada kepastian bahwa saya dapat diterima. Setiap hari saya lalui dengan perasaan gelisah menunggu kabar yang tidak kunjung datang. Ditambah lagi berbagai macam tryout telah saya jalani, namun hasilnya masih jauh dari ekspektasi. Saya hanya bisa berdoa dapat diterima di jalur paling awal agar tidak perlu melanjutkan rutinitas yang sungguh membuat saya jenuh.
Telah tiba hari yang saya nanti-nantikan sejak bulan lalu. Orang tua saya mendampingi saya sembari berdoa sebelum membuka laman pengumuman pada pukul 15.00. Saya pasrahkan hasil apapun yang telah direncanakan Allah SWT, walaupun saya sangat ingin mendapatkan kabar bahagia. Saat membuka hasilnya, ternyata saya masih belum cukup beruntung untuk diterima melalui jalur SNMPTN. Ini merupakan kali pertama saya ditolak oleh perguruan tinggi negeri dan masih teringat dengan jelas rasa sakit ketika melihat layar berwarna merah. Butuh waktu tidak singkat untuk bisa kembali bangkit dan melanjutkan rutinitas seperti biasanya. Sulit sekali menerima kenyataan bahwa saya harus terus berjuang untuk tes tertulis di saat teman-teman saya yang lain sudah berstatus sebagai mahasiswa baru. Tetapi inilah bagian dari perjuangan. Tidak selamanya apa yang diingkan selalu bisa terwujud.
Hari demi hari terus berlalu. Latihan soal, pendalaman materi bahkan try out dari berbagai bimbingan belajar telah saya kerjakan tetapi perubahan nilai saya tidak cukup signifikan untuk bisa mendaftar di fakultas kedokteran apalagi untuk PTN top three. Rasa cemas terus menghampiri saya. Saya takut cita-cita untuk menjadi seorang dokter hanya akan menjadi angan-angan yang tidak pernah bisa dicapai. “Apakah dengan kemampuan saya yang tidak seberapa ini, saya mampu mewujudkan mimpi saya?” kalimat tersebut selalu terngiang-ngiang di pikiran saya.
UTBK sudah semakin dekat, sedangkan persiapan saya sejauh ini belum melampaui 80%. Lagi-lagi, saya hanya bisa berpasrah kepada Allah SWT untuk diberikan kemudahan dan keberuntungan saat hari ujian. Saya dianjurkan untuk memilih universitas yang memang saya inginkan oleh mentor bimbingan belajar saya. Maka dari itu saya memilih FK UI dan FK Unair sebagai pilihan di UTBK. Memang kebanyakan orang mengatakan bahwa pilihan saya cukup nekat karena kedua universitas itu menduduki peringkat top three dengan jurusan fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Namun, di sisi lain saya takut menyesal jika tidak memilih apa yang benar-benar saya kejar.
Hari-H pun tiba. Pada tanggal 20 Mei 2022, saya melaksanakan UTBK di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Saat memasuki ruangan UTBK, saya langsung merasakan atmosfer yang cukup menegangkan yang membuat raut wajah orang di sekitar saya menjadi kaku dan serius. Saya juga merasakan hal yang sama sesaat setelah memulai ujiannya. Setelah selesai pengerjaan ujian, saya langsung bergegas keluar ruangan menemui orang tua saya.
Tidak ada yang bisa saya lakukan selain belajar menyiapkan ujian mandiri dan berdoa kepada Allah agar saya mendapatkan keberuntungan pada tanggal 23 Juni yaitu hari pengumuman UTBK. Tidak seperti pada saat SNMPTN, saya tidak ingin menaruh harapan yang tinggi kali ini karena takut rasa sakit itu akan terulang kembali. Beberapa pengumuman seleksi mandiri perguruan tinggi juga telah keluar hasilnya saat itu, dan saya masih belum berkesempatan untuk lolos.
Waktu menuju ujian mandiri pun tidak banyak jadi saya harus tetap belajar mempersiapkan ujian tersebut. Singkat cerita, hari pengumuman UTBK pun tiba dan lagi-lagi saya ditolak. Awalnya saya berpikir bahwa hal itu wajar karena kedua pilihan saya memiliki keketatan yang tinggi, tetapi lama-kelamaan rasa sedih, marah dan kecewa mulai muncul. Saya tidak mampu menahan tangisan di depan kedua orang tua saya saat itu. Terpampang jelas tulisan di layar laptop saya bahwa saya tidak diterima. “Apakah selama ini usaha saya masih kurang maksimal? Atau saya memang tidak ditakdirkan untuk menjadi dokter?” Banyak sekali pertanyaan yang timbul dalam benak saya kala itu.
Rasa lelah menunggu kabar bahagia telah membuat saya mati rasa. Namun, ini masih belum akhir dari perjuangan karena ujian mandiri masih menanti di depan. Banyak sekali ujian mandiri yang saya daftarkan dan semua pilihan pertamanya adalah jurusan kedokteran. Dari sekian banyaknya ujian mandiri, salah satu ujian yang paling dekat pelaksanaannya adalah SIMAK UI yaitu tes mandiri yang diadakan oleh Universitas Indonesia. Saya banyak mendengar dari kakak kelas bahwa ujian ini merupakan ujian mandiri tersulit yang diadakan oleh perguruan tinggi negeri. Bukan hanya karena soalnya, tetapi juga karena banyaknya peserta dari berbagai daerah yang mendaftar di SIMAK UI sehingga keketatannya pun sangat tinggi. Persiapan saya untuk ujian ini hanyalah latihan soal dari soal yang diberikan bimbingan belajar dan soal-soal tahun lalu.
Entah kenapa saat pengerjaan ujian SIMAK, saya tidak merasakan ketegangan sedikit pun. Mungkin karena saya terlalu mati rasa dan saya tahu bahwa peluang saya untuk lolos di seleksi ini hampir mustahil. Bahkan, saya tidak mengingat kapan hari pengumuman SIMAK, sampai saya dikabarkan teman saya yang juga mendaftar SIMAK bahwa pengumuman dapat dibuka pada pukul 3 sore. Pada saat hendak membuka pengumuman, saya hanya didampingi oleh ibu dan adik saya. Saya membuka laman pengumuman tersebut tanpa ada rasa cemas sedikit pun. Sesaat setelah saya memasukan nomor peserta, saya melihat ada tulisan bahwa saya dinyatakan sebagai calon mahasiswa baru Universitas Indonesia dengan jurusan pendidikan dokter. Saya langsung memeluk Ibu dan adik saya dan lekas mengabarkan Bapak saya melalui telpon. Bisa diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur SIMAK regular merupakan prestasi tertinggi yang pernah saya capai seumur hidup saya. Ternyata tidak ada hal yang mustahil jika kita ingin berusaha dan berjuang sekeras mungkin.
Selama saya berstatus sebagai mahasiswi fakultas kedokteran, saya ingin mewujudkan cita-cita yang sejak dulu saya impikan. Saya ingin menjadi mahasiswi yang bergerak aktif tidak hanya di bidang akademik tetapi juga dalam organisasi. Salah satunya, saya ingin menjadi bagian dari Tim Bantuan Medis FK UI. Dengan mengikuti berbagai kegiatan positif, saya yakin saya dapat berkembang menjadi pribadi lebih baik dan mendapat pengalaman mengesankan yang belum pernah saya alami sebelumnya.
Saya juga berharap semua ilmu berharga yang telah saya dapatkan di FK UI dapat saya aplikasikan dengan baik di masa mendatang terutama saat telah menjalani koas hingga seterusnya. Tidak hanya mengenai ilmu kedokterannya, tetapi juga moral dan etika yang diajarkan yang nantinya akan saya terapkan terhadap setiap pasien. Saya harap komitmen saya untuk mengabdi kepada masyarakat akan selalu saya pegang dan ingat hingga tua nanti. Semoga teman-teman sejawat terutama teman-teman satu angkatan saya juga bisa saling mengingatkan untuk tidak pernah melupakan tanggung jawab utama seorang dokter saat nantinya sudah menjadi dokter yang sukses di bidangnya masing-masing.
Saya sendiri cukup tertarik dengan ilmu yang berkaitan dengan jantung. Saya merasa bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka masih tergolong rendah. Oleh karena itu, saya terinsipirasi untuk menjadi dokter yang dapat memberikan edukasi mengenai kesehatan terutama mengenai penyakit kardiovaskular di berbagai platform yang mudah di akses masyarakat. Dan saya juga berharap ke depannya, masyarakat tidak lagi menganggap remeh pentingnya menjaga pola hidup yang baik.
Sekian perjalanan berliku-liku saya hingga akhirnya resmi diterima menjadi mahasiswi kedokteran di kampus ini. Mungkin cerita orang lain akan jauh berbeda dengan cerita saya. Mungkin juga, cerita saya belum apa-apa jika dibandingkan dengan orang lain yang lebih berliku. Banyak yang mimpinya harus tertunda satu tahun atau mungkin lebih, tetapi ada juga yang jalannya mulus. Apapun yang nantinya kalian lalui saat berjuang demi FK UI, saya ingin berpesan untuk jangan pernah meremehkan kemampuan diri kalian dan yakinlah bahwa suatu saat mimpi kalian ini akan terwujud. Jangan pernah kalah sebelum mulai berperang!
Comments