Narasi Perjuangan - Aisha Amanda Jasmine
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 9 min read
Updated: Aug 15, 2022
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Halo semuanya, dalam narasi ini saya akan berbagi kisah bagaimana saya berjuang untuk menempuh pendidikan dokter di universitas terbaik di Indonesia, Universitas Indonesia. Pertama-tama, izinkan saya untuk memperkenalkan diri saya sebelum memulai narasi ini. Nama saya Aisha Amanda Jasmine akrab dipanggil Jasmine. Saya berasal dari SMAN 8 Jakarta, sekolah yang terletak di Jakartan Selatan tepatnya Bukit Duri. Saya diterima di Fakultas Kedokteran Universita Indonesia kelas reguler melalui jalur SBMPTN 2022.
“apa cita-cita kalian jika sudah besar nanti?” pertanyaan itu seringkali ditanyakan oleh guru-guru ketika saya TK. Banyak hal yang ingin saya coba dan banyak hal yang ingin saya lakukan ketika saya besar. Kala itu saya ingin menjadi seorang guru, astronot, dokter, polisi, dan lainnya. Mungkin dalam kelas belajar itu, saya yang paling banyak memiliki cita-cita, namun itu bukanlah suatu kesalahan. Saya besar dan tumbuh dengan banyak tanya, “apa tujuan saya dalam hidup?”
Seiring berjalannya waktu, saya mulai mempelajari dan memahami realita kehidupan di luar zona nyaman saya, rumah. Segudang konflik yang ada di kehidupan kerap mengancam nyawa manusia, mulai-mulai konflik dalam negeri hingga luar negeri. Saya juga sadar bahwa tidak semua orang memiliki sebuah privilege untuk hidup dengan layak di bidang kesehatan walaupun pada dasarnya semua orang memiliki hak yang sama. Dari hal itu saya tergerak untuk membantu banyak orang dengan memberikan hal yang saya bisa berikan dengan memanfaatkan privilege yang saya miliki.
Hingga pada suatu hari saya memutuskan untuk menjadi seorang dokter ketika saya dewasa. Saya ingin berdiri di garda terdepan untuk menjunjung kemanusiaan. Saya ingin menjadi manusia yang dapat memberikan kehidupan pada manusia, saudara-saudara saya yang ada di luar sana.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia selalu menghasilkan dokter-dokter terbaik setiap tahunnya. Kehadiran para ahli dari universitas ini tidak jauh dari kehidupan saya sejak saya lahir. Mulai dari dokter kandungan yang mengurus persalinan ibu saya ketika saya lahir, dokter anak yang setiap bulannya memberikan konsultasi kesehatan saya ketika masih kecil, sampai dokter-dokter di bidang lainnya yang turut memberikan ilmu kesehatan dan ilmu kehidupan kepada saya. Hal ini membuat saya makin yakin bahwa Universitas Indonesia merupakan tempat yang tepat bagi saya untuk menimba ilmu kedokteran di masa depan.
Memiliki mimpi yang tinggi tentunya saya harus mengeluarkan usaha yang lebih besar. Perjuangan saya untuk masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berawal sejak saya duduk di bangku SMP. Saya menempuh pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Labschool Jakarta yang berlokasi di Jl. Pemuda. Berbagai kendala saya alami di awal kelas 7 mulai dari masalah cara belajar, pertemanan, dan lain sebagainya. Dalam melewati masa-masa yang sulit ini, masa adaptasi, saya dibantu oleh kedua orang tua saya. Mereka mengajarkan dan memotivasi banyak hal kepada saya agar saya terus memegang prinsip dan tidak menyerah dalam perjuangan yang panjang ini.
Berbagai cara saya coba untuk menyelesaikan banyaknya kesulitan yang saya hadapi selama masa adaptasi di kelas 7. Saya berusaha untuk mengubah metode belajar saya yang selama ini saya pakai si sekolah dasar guna meningkatkan nilai-nilai saya, terutama pada mata pelajaran noneksak yang memerlukan banyak hafalan seperti mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Metode belajar di sekolah dasar yang awalnya ringkas, hanya membaca rangkuman yang terdapat pada kotak kecil di setiap halaman pada akhir bab, saya ubah dengan cara membaca seluruh materi perbab dan merangkum serta menulis ulang catatan tersebut dengan rapih di buku catatan.
Berbagai usaha lainnya yang saya lakukan untuk menghadapi masalah selanjutnya adalah dengan memperbaiki cara saya berkomunikasi dan bersosialisasi dengan banyak orang. Saya memulainya dengan cara aktif di ekstrakurikuler. Seiring waktu berjalan, usaha-usaha itu mulai terlihat hasilnya. Salah satu perubahan yang signifikan adalah banyak nilai mata pelajaran yang awalnya remedial menjadi tinggi bahkan mencapai angka sembilan atau sempurna.
Menginjak kelas 8, saya mulai aktif mengikuti organisasi pengurus OSIS. Banyak pembelajaran dan pengalaman penting yang saya dapatkan selama menjadi bagian dari organisasi tersebut. Pada masa ini saya aktif mengikuti kepanitiaan dalam berbagai program kerja dan acara-acara besar di sekolah. Selain itu saya juga berpartisipasi dalam pertukaran pelajar ke luar kota untuk menambah pengalaman dan wawasan. Meskipun disibukkan dengan berbagai kegiatan dalam bidang nonakademis, saya tetap mampu mengatur time management untuk membagi waktu antara belajar dan organisasi dengan baik. Selama kelas 8 saya mampu mempertahankan peringkat pertama dalam 2 semester berturut-turut.
Dalam bidang akademis, selain belajar dengan metode-metode yang sudah saya terapkan sejak awal masuk SMP, saya juga sering belajar bersama dengan teman sebaya agar lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan pemahaman. Sebagaimana yang dikatakan oleh banyak orang bahwa “mengajar adalah cara terbaik belajar”, saya terus menerapkan hal itu selama di sekolah. Dengan saling belajar dan mengajar, saya kerap menemukan berbagai pendapat yang beragam dari banyak perspektif yang berbeda. Dari hal tersebut saya belajar bahwa tidak semua orang memiliki pandangan yang sama dan tidak semua pandangan harus sama. Perbedaan-perbedaan tersebut justru membuat kita semakin bijak dan dewasa dalam menghadapi suatu persoalan.
Hingga tiba saatnya di penghujung waktu, masa-masa adaptasi dan organisasi di SMP sudah selesai. Kini, di kelas 9, saya harus fokus untuk ujian-ujian besar yang sangat penting dan menentukan, yaitu Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan Ujian Negara Berbasis Komputer (UNBK). Dalam perjuangan yang panjang ini, tentu saya harus memiliki target dalam jangka waktu yang dekat. Pada masa ini saya sangat berambisi untuk mendapatkan nilai USBN dan UNBK setinggi-tingginya dan masuk ke SMA favorit di Jakarta, yaitu SMAN 8 Jakarta. Banyak bentuk ikhtiar yang saya lakukan untuk mencapai cita-cita ini.
“Berangkat gelap pulang gelap” mungkin merupakan suatu kalimat yang cocok untuk mendeskripsikan masa-masa kelas 9 yang berat ini. Saya harus berangkat sekolah dari jam setengah 6 pagi dan pulang jam 9 malam setiap harinya untuk tambahan les. Walaupun terdengar menyeramkan, saya menjalani rutinitas saya ini dengan sepenuh hati. Sejujurnya, saya sangat menyukai tambahan bimbel karena pada dasarnya saya suka belajar, namun terkadang hal-hal seperti perasaan burnout atau stres tidak dapat dihindari.
Perjuangan USBN dan UNBK telah berakhir, pengumuman hasil ujian tersebut pun dibagikan. Alhamdulillah semua usaha yang saya lakukan dan semua kesulitan yang saya hadapi terbayarkan selama 3 tahun di SMP ini. Saya mendapatkan penghargaan “Peraih Nilai Sempurna Matematika Ujian Sekolah Berstandar Nasional” dan beberapa nilai tertinggi di mata pelajaran lainnya pada USBN. Selain itu saya juga mendapatkan penghargaan “Peraih Nilai Sempurna Bahasa Inggris Ujian Negara Berbasis Komputer”, “Peraih Nilai Tertinggi Bahasa Indonesia Ujian Negara Berbasis Komputer” dan nilai UNBK tertinggi ke-4 di sekolah saya dengan rata-rata 97,625. Dengan nilai tersebut saya berhasil lolos ke SMA impian saya, yaitu SMAN 8 Jakarta. Saya lolos di SMA tersebut dari jalur umum atau nonzonasi yang saat itu , pada tahun 2019, sangat sedikit kuotanya.
Sekolah Menengah Atas, masa yang paling ditunggu-tunggu anak sekolah. banyak orang bilang bahwa masa SMA adalah masa-masa paling indah. Perkataan tersebut terus memberikan harapan dan ekspektasi di waktu SMA. Euforia masuk ke sekolah favorit terus berlangsung selama seminggu lebih di kelas 10 hingga terjadi insiden yang menyeramkan di akhir Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Insiden tersebut terjadi saat saya terjatuh dari bangku di sekolah dan menyebabkan tulang rawan di lutut saya robek. Saat itu saya tidak bisa berjalan selama 2 bulan lebih dan berakhir di operasi di bulan Oktober 2019.
Insiden tersebut memberikan pengaruh yang besar untuk saya di SMA. Hampir 1 semester pertama sejak saya masuk ke sekolah ini, saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit untuk berobat dan konsultasi ketimbang di tempat les. Bahkan saya tidak pernah merasakan masa-masa keliling sekolah atau kantin di tempat baru ini layaknya murid baru. Lebih seramnya lagi, saya tidak bisa mengikuti tambahan-tambahan bimbel untuk bersaing di sekolah favorit yang berisikan murid-murid ambisius karena kesehatan saya saat itu.
Akan tetapi, orang tua saya selalu mengingatkan saya untuk selalu bersabar dan berpegang teguh pada prinsip yang harus saya jaga. Saya ingat sekali perkataan ibu saya waktu itu, “yang tidak bisa bergerak itu kaki kamu, bukan kecerdasan kamu,” alhasil semasa SMA itu saya tidak pernah sekalipun meninggalkan kelas atau sekolah hanya karena sakit. Orang tua saya juga membantu saya untuk mencari bimbel private yang bisa membantu belajar saya di rumah. Masa-masa kelas 10 berakhir manis, saya mendapatkan rangking 34 paralel angkatan dari 360 murid.
Memasuki tahun ke-2 di SMA ini, banyak hal baru yang saya coba di berbagai bidang dalam organisasi untuk menambah pengalaman sekaligus mencari passion dan bakat saya yang sebenarnya. Saya ikut berpartisipasi menjadi cast sekaligus juga asisten manager dalam program kerja musikal teater Collaboreight 2020 dan event manager pada Collaboreight 2021. Selain itu saya juga menjadi wakil ketua Art Gets Real 2021, program kerja kemanusiaan untuk mengajarkan anak-anak marginal. Dari banyaknya pengalaman yang saya coba, saya menyadari bahwa kerjasama dan komunikasi antarindividu sangat dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Tidak hanya berlaku antara anak SMA, ketrampilan ini tentu penting di masa depan untuk kita dalam menghadapi dunia pekerjaan, terutama untuk seorang dokter.
Dua semester terakhir di masa SMA dihabiskan dengan belajar dan Latihan soal setiap harinya. Masa ini dapat dibilang merupakan masa terberat bagi saya selama 12 tahun menempuh wajib belajar. Banyaknya ekspektasi dan harapan yang besar dari orang-orang di sekitar saya menjadi tekanan untuk saya dalam mencapai impian ini. Setiap harinya selalu ada ketakutan untuk bermimpi dan ketakutan untuk gagal.
Hari-hari saya dipenuhi dengan tryout dan bimbel UTBK mulai dari senin sampai minggu. Nilai-nilai tryout yang tidak kunjung meningkat membuat saya stres setiap harinya selama satu tahun. Seringkali saya ingin menyerah pada impian saya menjadi dokter. Berbagai pertanyaan untuk diri sendiri terus bermunculan hingga membuat saya berkecil hati. Saat itu, saya selalu berpikir bahwa perjuangan saya selama ini sia-sia karena sampai di penghujung waktupun tidak ada perubahan dalam nilai-nilai saya. Saya ingat sekali di masa-masa yang sulit itu, guru saya menyampaikan sebuah pesan singkat kepada saya. “itu hanya hasil try out, bukan hasill sertifikat UTBK sesungguhnya,” pesan ini selalu saya ingat setiap kali saya takut untuk melihat hasil ujian try out.
Pada masa-masa yang kelam ini, saya selalu mencoba untuk meyakinkan diri saya dengan salah satu ayat di al-Quran, Surat Al-Baqarah ayat 286, yang berbunyi, “Allah SWT. tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Dari ayat ini, saya yakin bahwa saya bisa melewati masa-masa yang sulit ini dengan perlahan dan sabar. Tidak hanya saya yang berjuang disini, ada kedua orang tua saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya. Saya sangat bersyukur telah memiliki mereka, ayah dan ibu saya.
Hingga akhirnya tiba pengumuman Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), ujian yang menentukan awal dari cita-cita yang telah lama diucapkan dalam doa dan harapan. Sholawat tidak henti-hentinya saya ucapkan hari itu dari pagi hingga sore. Alhamdulillah, atas izin Allah SWT. saya berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rasa haru dan bangga saya bercampur aduk sore itu. Perasaan khawatir dan takut yang sudah terpendam selama 6 tahun berjuang seketika hilang dan tenang. Lelah yang awalnya tidak kunjung habis itu teredam, bahkan hari itu saya tidak bisa mengingat lagi bagaimana stress nya saya belajar. Rasa syukur tidak henti-hentinya saya ucapkan kepada Allah SWT.
Selama 6 tahun memperjuangkan cita-cita saya untuk menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saya belajar bahwa tidak ada satupun hal tidak mungkin. Sebagaimana yang dikatakan oleh diri saya saat berumur 12 tahun, “Tidak ada yang tidak mungkin jika kamu mau dan berusaha. Jika kamu mau maka kejarlah (impian itu). Jika kamu tidak yakin maka yakinkanlah (dirimu). Ucapkan dalam setiap doamu. Sesungguhnya Allah Swt. Maha mendengar dan Maha mengetahui.” Perkataan diri saya yang berumur 12 tahun itu nyata dan akan selalu saya ingat.
Pembuatan narasi perjuangan ini mendorong saya untuk mengilas balik masa-masa kecil saya yang dipenuhi dengan ambisi dan ekspektasi. Diri saya yang dulu belum mengetahui kerasnya bersaing pasti akan bangga melihat diri saya yang berumur 17 tahun ini. Sudah banyak persaingan yang harus saya lewati selama ini, ratusan bahkan puluhan ribu orang. Fakta bahwa saya mampu menjadi bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membuat saya semakin percaya bahwa saya lebih dari apa yang saya pikirkan.
Kesempatan untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang telah diberikan oleh Allah SWT. ini tentu akan saya gunakan dengan sebaik-baiknya. Saya akan terus memegang dan mengingat alasan awal saya untuk menjadi seorang dokter, “Saya ingin menjadi manusia yang dapat memberikan kehidupan pada manusia, saudara-saudara saya yang ada di luar sana.”
Pengabdian saya untuk menjadi seorang dokter tidaklah harus dimulai ketika saya sudah menjadi seorang dokter muda. Bentuk pengabdian ini dapat dimulai pada masa perkuliahan di Universitas Indonesia. Saya ingin memanfaatkan setiap waktu yang saya miliki dengan sebaik mungkin. Mengisinya dengan kegiatan atau aktivitas yang mengutamakan kesehatan saya, baik secara mental ataupun fisik. Selain itu saya juga ingin menggunakan waktu saya untuk peduli terhadap orang-orang di sekitar saya dengan memanfaatkan ilmu yang saya dapatkan dari universitas terbaik di Indonesia.
Menempuh pendidikan di Universitas Indonesia memanglah menjadi sebuah impian oleh setiap orang. Namun, itu semua adalah awal dari suatu cerita yang akan kita tulis nantinya di lembaran kosong baru. Sebelumnya, izinkan saya untuk mengutip sebuah pesan dan harapan untuk diri saya di masa depan: “Saya berharap Jasmine dapat terus berjuang untuk menemukan apa yang membuatnya bahagia. Kapan pun dan dimana pun, saya harap Jasmine tidak pernah melupakan orang-orang yang selalu berada di dekatnya, terutama kedua orang tua.”
Tidak lupa pesan dan harapan saya tuliskan untuk keluarga saya, Angkatan 2022 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: “saya berharap kita dapat menjadi teman seperjuangan dalam menempuh pendidikan dan hidup karena kita adalah keluarga.”
Sebelum memulai perkuliahan, tentunya saya sudah membuat beberapa target untuk dicapai kedepannya baik selama preklinik ataupun klinik. Saya memiliki target untuk lulus sarjana kedokteran selama 3,5 tahun dan lulus co-assistant 1,5 tahun dengan IPK yang membanggakan. Untuk mencapai itu, saya harus memulainya dari hal-hal yang dasar seperti membentuk cara belajar yang optimal. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan target tersebut adalah dengan mempersiapkan materi dengan matang untuk kelas dan ujian serta membiasakan diri untuk tidak menunda-nunda tugas.
Sebagai mahasiswi kedokteran, ada sedikit pesan dan harapan yang ingin saya sampaikan untuk masyarakat sekalian. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menerima layanan kesehatan, saya berharap masyarakat sekalian dapat lebih memperhatikan urgensi kesehatan di lingkungannya masing-masing. Selain tenaga medis, masyarakat juga harus ikut berperan aktif dalam menyehatkan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang di zaman sekarang ini. Peningkatan awareness dan edukasi dapat dengan mudah dilakukan secara luas.
Akhir kata penutup, saya juga ingin mengirimkan pesan dan harapan untuk para pejuang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Tidak ada satupun usaha yang mengkhianati hasil,” sekiranya kata tersebut dapat menjadi penyemangat di tengah lelahnya berjuang untuk para pejuang di luar sana. Saya berharap kalian tau bahwa kalian lebih dari apa yang kalian bayangkan. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, jika kamu mau maka kejarlah! Karena tidak ada yang tidak mungkin.
Comments