top of page
Search

Narasi Perjuangan - Abdul Hakim Firdaus

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 21 min read

“Dokter Merupakan Cita-Citaku Sejak Kecil”


Dekap erat impianmu, hingga kamu kelak terbang tinggi bersamanya. Halo Teman-Teman! Nama saya Abdul Hakim Firdaus dan saya biasa dipanggil Hakim. Saya lahir di Kota Pekanbaru, 1 Januari 2006. Saya berasal dari SMA Negeri 1 Pekanbaru, salah satu sekolah tertua dan terbaik yang ada di provinsi saya. Saya adalah salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, program studi pendidikan dokter program reguler Angkatan 2022. Saya diterima di FKUI melalui jalur SIMAK reguler tahun 2022.


Menurut saya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan Fakultas Kedokteran terbaik yang ada di negeri ini, terbukti dari seluruh prestasi dan kontribusi yang telah ditorehkan FKUI kepada bangsa ini. Mulai dari era penjajahan hingga era modernisasi sekarang ini, FKUI telah menjadi sekolah yang menghasilkan bibit unggul terutama dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Bibit unggul ini tersebar dari mulai Sabang hingga Merauke, bahkan mungkin telah merambah ke berbagai negara lain. FKUI sejak zaman penjajahan telah berhasil mendidik dan menghasilkan lulusan yang mampu berkontribusi besar dalam bidang keilmuannya masing-masing, mulai dari menjadi pahlawan nasional, penggagas kebangkitan nasional, penggerak dan pahlawan kesehatan, menteri kesehatan, dan masih banyak bidang lainnya.


Motivasi dan dorongan yang lahir dalam diri saya untuk masuk FKUI sudah tumbuh sejak saya berusia 4-5 tahun. Kala itu, saya sedang menemani orang tua saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) – Spesialis Farmakologi Klinik – di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saat itu, hampir setiap hari saya diajak oleh ibu saya untuk ikut mendampinginya ke gedung FKUI Salemba untuk menjalani perkuliahannya, tepatnya di ruangan Departemen Farmakologi dan Terapeutik yang saat itu sekaligus menjadi sekretariat Clinical Study Unit (CSU). Pada saat itu, saya masih sangat polos dan lugu, tidak memahami bahwa bisa diterima di FKUI adalah impian ribuan bahkan ratusan ribu siswa di Indonesia ini. Sehingga, selama hampir setiap hari selama masa kecil saya menjalani rutinitas tersebut, saya hanya menjalaninya dengan biasa saja, saya menggambar, mewarnai, duduk, dan bercerita dengan para staf bahkan dosen di Departemen Farmakologi FKUI ini, bahkan mungkin kala itu, saya menjadi buah bibir karena setiap hari selalu ada di lingkungan FKUI-RSCM tanpa menyandang status sebagai mahasiswa FKUI.


Dua tahun berlalu rutinitas seperti itu saya jalani bersama orang tua saya –

bangun tidur jam 3, bersiap berangkat ke FKUI Salemba dengan menggunakan kereta api, dan kemudian pulang setelah jadwal kuliah orang tua saya berakhir – sampai akhirnya tibalah masa dimana orang tua saya telah menyelesaikan tesisnya dan segera akan mengakhiri masa pendidikannya di FKUI. Saat itu, seketika muncul rasa sedih dalam diri saya, tempat pendidikan orangtua saya yang telah menjadi tempat saya menghabiskan masa kecil saya, segera akan saya tinggalkan dan tidak tahu lagi kapan bisa kembali kesini. Orang tua saya pun akhirnya diwisuda dan mendapat gelar Sp.FK yang sekaligus menjadi pertanda bahwa FKUI tercinta ini akan segera saya tinggalkan. Saat itu, dalam pikiran saya, selalu terbersit bahwa masuk FKUI adalah hal yang biasa dan mudah untuk dilakukan karena bahkan setiap hari pun telah saya jalani di lingkungan FKUI – pikiran yang ternyata merupakan kesalahan besar. Akhirnya, setelah hampir menghabiskan 3 tahun untuk melukis memori indah masa kecil saya di FKUI, saya dan orang tua saya kembali ke Pekanbaru, kota kelahiran saya. Sejak saat itu, saya telah membangun mimpi saya dan bertekad kuat bahwa suatu saat nanti, saya harus bisa kembali ke FKUI – tempat bermain masa kecil saya – dengan status lain, yakni sebagai mahasiswa FKUI.


Selain motivasi yang muncul karena pengalaman masa kecil saya, motivasi lain yang saya miliki untuk bisa masuk di FKUI berasal dari naluri kemanusiaan yang saya miliki. Bagi saya, membantu orang lain dan menyelesaikan masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh banyak orang adalah hal yang saya suka dan saya ingin untuk lakukan. Sejak kecil, saya sudah terbiasa untuk melihat bagaimana perjuangan seorang dokter untuk membantu pasiennya, bahkan sejak saya lahir pun, meski saat itu saya belum memahami arti penting seorang dokter, seiring dengan perjalanan hidup saya, saya akhirnya menjadi tahu dan paham bahwa sejak hari pertama kita dilahirkan, dokter sudah terlibat dalam perjalanan hidup kita, terutama saya – orang tua saya melahirkan saya melalui operasi sesar. Saya juga merasa dalam diri saya bahwa saya memiliki kecocokan dan nilai hidup yang linear dengan profesi dokter, sehingga hal ini membuat saya memiliki motivasi besar untuk masuk FKUI. Sejak saya kecil hingga saya SMA, rumah sakit telah menjadi tempat bermain saya, dari mulai RSCM (tempat orangtua saya melakukan penelitian) hingga RS Awal Bros Pekanbaru (tempat orang tua saya praktek). Dengan latar belakang saya yang tumbuh dan besar di lingkungan kesehatan, terutama kedokteran, membuat saya memiliki motivasi kuat untuk masuk FKUI. Saya pun mendapat beberapa motivasi tambahan seiring dengan tumbuhnya pemikiran saya sebagai manusia yang sudah akan beranjak dewasa, yakni pemikiran bahwa dokter adalah profesi yang dapat menyeimbangkan kehidupan dunia (materi) dan kehidupan akhirat (pengabdian dan bantuan yang kita berikan). Selain itu, dengan adanya pandemi yang berlangsung selama 2 tahun terakhir, dimana saya melihat bagaimana perjuangan dokter dan tenaga kesehatan lain dalam membantu masyarakat yang terdampak pandemi, menjadi tonggak penting untuk saya menguatkan hati dan membulatkan tekad untuk berusaha agar masuk dan diterima sebagai mahasiswa FKUI.


Perjuangan saya untuk masuk FKUI, berawal dari masa SD, dimana saya bersekolah di SD Islam Riau Global Terpadu, salah satu sekolah swasta yang ada di Kota Pekanbaru. Kala itu, saya masuk di sana sebagai murid pindahan dari salah satu sekolah dasar di Depok. Saya masuk dan memulai pendidikan sekolah dasar saya pada kelas 1 semester genap. Kala itu, di SD tersebut diadakan program akselerasi, dan Alhamdulillah saya berhasil masuk kelas akselerasi. Berkah “loncat kelas” ini merupakan salah satu hal yang paling saya syukuri hingga kini, yang membuat saya bisa masuk dan diterima di FKUI pada usia 16 tahun. Pada masa sekolah dasar, saya dikenal baik oleh guru dan seluruh keluarga besar sekolah saya, saya menjadi murid yang menonjol, terutama di bidang akademik. Pada masa itu, saya sangat haus akan ilmu, bukan hanya ilmu sains dan ilmu yang diajarkan di sekolah saja, melainkan juga ilmu pengetahuan umum, yang salah satunya terdapat dalam buku berjudul Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL), yang kurang lebih telah saya baca hampir semuanya, membuat saya menjadi salah satu siswa yang unggul, baik di kelas maupun di angkatan saya. Kala itu, sejak kelas 3 SD hingga kelas 6, saya selalu menjadi yang terbaik di kelas saya, hal ini tentunya saya lakukan demi membanggakan orang tua, membanggakan keluarga, dan memuluskan langkah saya menuju mimpi saya, yakni FKUI. Menurut saya, perjuangan untuk menggapai mimpi tersebut, tidak bisa hanya didapat dari pembelajaran selama SMA, namun juga harus dimulai dari SD, masa dimana kita dituntut untuk meletakkan fondasi dan dasar yang kuat, baik dalam aspek akademik maupun non-akademik. Selama saya bersekolah di sekolah tersebut, terdapat sebuah lomba intrasekolah yang dinamakan Educational Award (EA), dimana lomba itu berisi lomba puisi, pidato, membaca al-qur’an, story telling, dan masih banyak lomba lainnya. Pada ajang kompetisi EA tersebut, saya berhasil menjadi juara umum 3 tahun berturut-turut dan membuat saya menjadi salah satu orang yang dipandang dan dikenal sangat baik oleh para guru. Namun, di akhir masa SD saya, saya mendapat sebuah “kerikil” yang seakan menghancurkan apa yang telah saya bangun selama ini, saya menjadi sedikit lalai, kurang rajin, dan tidak lagi terlalu bersemangat untuk mencari ilmu di sana, yang saat ini saya berpikir hal tersebut karena masa pubertas yang saya alami. Dampaknya di akhir kelulusan SD saya hanya bisa menjadi peraih nilai tertinggi nomor 3 di sekolah saya. Hal tersebut membuat saya cukup kecewa, karena saya memegang prinsip dan pemahaman bahwa dalam kehidupan di dunia ini, orang hanya akan menilai akhir cerita dari seseorang, dan cenderung tidak peduli atas perjalanan yang telah ditempuhnya selama ini. Singkat cerita, saya pun berhasil lulus dari Sekolah Dasar dalam waktu 5 tahun dan lulus pada umur 10 tahun.


Cerita berlanjut pada masa Sekolah Menengah Pertama, dimana saya bersekolah di SMP Negeri 4 Pekanbaru, salah satu sekolah terbaik dan terfavorit di Kota Pekanbaru. Pada masa ini, bisa dikatakan bahwa masa SMP adalah masa terburuk dalam perjalanan pendidikan saya. Sejatinya saya masih tetap menjadi siswa yang menonjol dan dikenal baik oleh para guru. Namun, zona nyaman yang saya dapatkan selama saya SD, membuat saya sedikit mengalami culture shock selama masa SMP saya, antara lain pemikiran saya yang masih kurang dewasa, banyaknya siswa lain yang ternyata jauh lebih unggul dari sisi akademik, ketidakmampuan saya untuk bisa mengikuti lomba mewakili sekolah, dan kurangnya kemampuan berorganisasi saya. Semua hal itu, sedikit banyak adalah representasi masa SMP saya. Selama masa SMP, sejak kelas 8 hingga kelas 9 semester ganjil, saya selalu menjadi pemuncak di kelas saya, namun tidak di angkatan saya. Saya kurang merasa puas, karena target saya selalu ingin menjadi yang terbaik, baik di kelas maupun di angkatan. Perjalanan masa SMP pun saya lalui dengan cukup santai, saya tetap belajar dan berusaha keras, namun tidak sedikit waktu yang saya buang dan saya hamburkan sia-sia, seperti untuk bermain game online, dan sebagainya. Hal ini membuat saya terkadang menjadi lupa akan kewajiban yang saya miliki, meskipun sebenarnya saya tetap menjadi pemuncak di kelas saya. Selama masa SMP, saya merasa bahwa kemampuan yang saya miliki sangat terbatas dan jauh dari ekspektasi yang saya harapkan. Saya memang mampu untuk mengerjakan beragam tipe soal, tetapi terkadang saat saya diuji pada ujian ataupun tryout, saya sering kali gagal karena saya hanya belajar dengan rumus atau ilmu umum, tidak mempelajari konsep atau pemahaman dasar – seperti saat saya SD. Bahkan, sekali lagi, saya mendapat “kerikil” yang seakan menghancurkan apa yang telah saya pelajari selama saya SMP. Saya kembali lalai, tidak serius, dan bermalas-malasan menjelang Ujian Nasional (UN), yang lebih parah lagi, bahkan saya masih membuang waktu saya dengan bermain game dan bermain handphone, di tengah masih banyaknya ilmu atau materi yang belum saya kuasai menjelang UN. Singkat cerita, sekali lagi saya gagal memenuhi apa yang saya impikan. Lebih parah lagi, saya tidak masuk 50 besar predikat nilai ujian nasional terbaik di sekolah saya. Hal ini tentu mengecewakan orang tua dan diri saya sendiri. Saya seakan lupa dengan mimpi besar saya ketika saya kecil. Namun, saya tidak ingin menyerah begitu saja, saya melakukan refleksi diri selama masa transisi SMP ke SMA untuk kembali menguatkan niat dan motivasi saya sekaligus untuk mengingatkan saya agar kembali ke mimpi awal saya dan kembali ke jalan yang benar.


Cerita berlanjut ke masa Sekolah Menengah Atas, dimana saya bersekolah di SMA Negeri 1 Pekanbaru, sekolah tertua, terbaik, dan salah satu yang terfavorit di Kota Pekanbaru. Setelah apa yang saya alami pada masa SMP, saya kembali menata ulang mimpi dan metode yang akan saya lakukan untuk mencapai mimpi tersebut. Sejak awal, saya telah berniat untuk fokus hanya dalam bidang pendidikan atau dalam bidang akademik. Seluruh hal yang mungkin lumrah sebagai siswa SMA, saya anggap hanya akan mengganggu langkah saya menuju mimpi saya, dan akhirnya saya kesampingkan, mulai dari pacaran, hangout bersama teman, memiliki teman akrab, dan sebagainya. Semua itu saya lakukan semata-mata untuk bisa fokus belajar demi mengejar impian saya, karena saya pernah mendengar ungkapan “He who is everywhere is nowhere,” yang artinya adalah seseorang yang ada dimana-mana tidak akan kemana-mana.


Pada masa kelas 10, sejak hari pertama saya masuk dan belajar di sekolah, mimpi saya hanya satu, diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran terbaik dan impian hampir sebagian besar siswa di Indonesia, melalui jalur SNMPTN. Mimpi saya tidak banyak dan simpel, hanya diterima di FKUI melalui jalur SNMPTN, telah cukup bagi saya untuk membayar dua kali kegagalan besar selama SD dan SMP, sekaligus untuk mengejar dan mewujudkan mimpi saya, serta membanggakan kedua orang tua. Dalam mewujudkan mimpi itu, saya belajar dan berusaha sangat keras, perjuangan yang mungkin sulit atau bahkan tidak bisa dideskripsikan. Mulai dari mengikuti bimbingan belajar, mengikuti pelatihan olimpiade, dan mengejar materi agar bisa beberapa langkah di depan teman-teman lainnya, dan hasilnya saya berhasil menjadi juara umum kedua di angkatan dan juara 1 di kelas. Selain itu, saya juga berusaha untuk mengikuti lomba-lomba, karena selama saya SMP, hampir tidak pernah saya mengikuti lomba dan semacamnya, sekaligus juga saya ingin membangkitkan kembali jiwa kompetitif saya. Lomba pertama yang saya ikuti selama kelas 10 adalah KSN-K bidang matematika, sayangnya kala itu, saya hanya berhasil sampai ke babak penyisihan di tingkat kabupaten sehingga belum berhasil lanjut ke tingkat provinsi. Kala itu bertepatan juga dengan dimulainya pandemi, yang membuat setelah saya gagal di KSN-K, saya langsung menyicil materi-materi untuk kelas 11 selama masa belajar daring. Hal itu saya lakukan karena saya memiliki target bahwa kelak saya tidak ingin belajar dengan sistem kebut semalam, sehingga saya punya cukup waktu untuk mengikuti tryout dan semacamnya.


Lanjut ke kelas 11, perjuangan saya masih tetap sama. Namun, yang menjadi pembeda adalah pada masa ini saya sudah mulai masuk ke tahap keraguan, saya ragu apakah saya cukup mampu dan cukup kredibel untuk bisa masuk menjadi bagian dari FKUI. Keraguan ini muncul terus-menerus yang membuat saya bahkan sudah mulai mencoba untuk beralih dan mulai memikirkan Fakultas Kedokteran universitas lain. Akan tetapi, dalam hati kecil saya, saya masih tetap berusaha untuk optimis dan tetap yakin akan mimpi saya untuk masuk FKUI. Dari segi belajar, usaha saya masih tetap sama, belajar mati-matian dan dengan prinsip bahwa saya harus jauh melampaui teman saya yang lain. Pada masa kelas 11 ini, saya merasa bahwa saya mengalami perubahan yang cukup besar, dari sisi metode belajar, saya juga selalu berusaha menggunakan metode belajar cerdas dan tidak perlu belajar keras, sehingga saya juga tidak terlalu sering begadang untuk belajar, cukup belajar 30 menit-1 jam, namun dengan metode dan cara yang tepat dan bisa saya pahami dengan mudah. Hasilnya saya berhasil mempertahankan juara kelas dan menjadi juara umum pertama di angkatan, serta lulus ke KSN-Provinsi Bidang Kimia yang ditaja oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


Singkat cerita, saya naik dan lanjut ke kelas 12, fase yang saya beri nama “petualangan mencari ptn idaman”. Pada kelas 12 ini, saya langsung mendaftar bimbingan belajar untuk membantu persiapan saya. Selama semester ganjil, tidak ada hal menarik dan realita yang terjadi semuanya berjalan seperti yang saya inginkan. Pada awal semester genap, barulah perjuangan dan petualangan besar ini sejatinya resmi dimulai. Sebelumnya, saya juga telah berhasil menjadi juara 1 kelas selama 5 semester berturut-turut. Semester genap ini diawali dengan berita yang sangat membahagiakan bagi saya, yakni saya berhasil menduduki peringkat 1 paralel di SMA Negeri 1 Pekanbaru, berita ini membuat saya sangat senang karena artinya saya menjadi siswa eligible peringkat 1 untuk mengikuti jalur SNMPTN. Begitu saya mendengar kabar bahagia itu dari sekolah, spontan saya langsung mengabari orang tua saya via telepon. Namun, mendapat peringkat 1 paralel ternyata menurut saya belum cukup untuk meyakinkan diri saya mendaftar SNMPTN dengan memilih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ada banyak alasan, mulai dari prestasi yang tidak terlalu spesial, sekolah yang hanya ada di peringkat top 724 berdasarkan pemeringkatan dari LTMPT, alumni yang belum pernah diterima di UI, dan cukup banyak alasan lain yang menggoyahkan niat dan mimpi masa kecil saya. Saya sempat tergoda untuk mendaftar di Fakultas Kedokteran di universitas lain, namun ternyata pemilik peringkat paralel 2 di sekolah saya memilih pilihan tersebut—hal yang pada akhirnya sangat saya syukuri—, dengan berat hati, saya pun mundur dan mencoba mempertimbangkan opsi lain yang bisa saya pilih. Kala itu, orangtua saya mengingatkan saya tentang mimpi masa kecil saya untuk masuk FKUI. Ibu saya menceritakan bagaimana perjuangannya bisa menembus FKUI kala itu di tahun 1997. Namun saya hanya bisa menjawab bahwa itu hanyalah “dongeng” yang tidak akan pernah tercapai bagaimanapun caranya, bahkan saya berkata “tidak mungkin lah mi, yah, FKUI itu hanya untuk orang terpintar dan tercerdas di bangsa ini, dan Hakim mah gak termasuk dalam bagian itu, jadi lupakan sajalah.” Akan tetapi, setelah berdiskusi panjang bersama orang tua saya, dengan pertimbangan yang banyak dan berat, ditambah alasan terkait pemilik peringkat paralel 2 di sekolah saya, membuat saya dengan segala rasa pesimis yang ada dalam diri saya, dengan segala ketidakpercayaan yang saya bangun dalam pikiran saya, pada akhirnya saya memutuskan untuk tetap memilih FKUI sebagai pilihan pertama dan satu-satunya di SNMPTN. Kala itu, pikiran dan hati saya terbagi dua, di satu sisi saya senang dan bangga bahwa setidaknya pilihan yang saya pilih memang adalah pilihan yang saya impikan sejak kecil dan pilihan yang saya pilih dengan keyakinan diterima yang mungkin hanya 0,1% adalah Fakultas Kedokteran terbaik yang ada di Indonesia ini. Namun, di sisi lain saya juga sedih, karena setelah saya melakukan finalisasi pilihan di SNMPTN, sejak itu saya yakin bahwa hampir tidak mungkin saya akan diterima, batin saya berkata bahwa ketika saya menekan tombol finalisasi pilihan SNMPTN, secara tidak langsung saya telah memutuskan untuk “membuang” peluang saya di SNMPTN dan juga saya secara tidak langsung telah mendaftar di UTBK-SBMPTN. Selama selang waktu dari mulai finalisasi hingga pengumuman, jadwal saya cukup padat, mulai dari ujian praktek, ujian semester, dan ujian sekolah, hal itu membuat saya bisa lupa bahwa saya sebenarnya sedang menunggu pengumuman SNMPTN yang saya yakini tidak akan lulus. Namun, yang terjadi adalah pada sekitar H-2 menjelang pengumuman, ternyata hati kecil saya masih berharap, dan memang begitulah hakikat manusia “sekecil apapun harapan, selama masih ada, tidak ada salahnya berharap,” begitu kurang lebih kata-kata yang saya lantunkan dalam benak saya. Akhirnya, pada tanggal 29 Maret 2022, pengumuman SNMPTN pukul 15.00 WIB, sejatinya sejak pagi hari saya telah berjanji bahwa tidak akan nangis ataupun sedih, karena sejak awal, saya sudah paham akan hasilnya, namun setelah melihat sebuah kalimat yang terpampang besar di layar gawai saya “Anda Dinyatakan Tidak Lulus Seleksi SNMPTN 2022,” saya menangis dan menyesali jalan yang telah saya pilih, saya merasa jikalau saya memilih pilihan yang lebih realistis, pasti akan diterima. Ditambah lagi ketika melihat sudah banyak orang yang lulus, seperti di sosial media, dan sebagainya. Saya semakin sedih dan sangat menyesali keputusan yang telah saya pilih. Saya merasa dengan usaha saya selama ini, tidak adil rasanya jika saya tidak diterima di jalur SNMPTN ini, ditambah lagi dengan umur saya yang relatif belum dewasa, saya tidak terbiasa dengan penolakan, sehingga yang terjadi adalah reaksi saya sedikit menjadi berlebihan. Namun, pada akhirnya life must go on dan saya mencoba untuk move on dan menata hati dan pikiran saya kembali. Saya berpikir apa yang harus saya lakukan dalam petualangan ini.


Petualangan berlanjut dengan persiapan saya untuk mengikuti UTBK-SBMPTN. Persiapan ini diawali dengan pendaftaran dan memilih pilihan untuk UTBK-SBMPTN, kembali dengan segala rasa pesimis dan ketidakpercayaan akan mimpi masa kecil saya, kali ini saya memutuskan untuk beralih dari mimpi masa kecil saya dengan tidak memilih FKUI sebagai pilihan saya, hal ini bukan berarti karena FKUI sudah tidak lagi menjadi mimpi saya, tetapi karena pemikiran saya yang pesimis dan tidak yakin akan kemampuan diri saya sendiri. Pada akhirnya, setelah saya memilih pilihan saya, saya telah merencanakan bahwa nantinya apapun hasil dari UTBK-SBMPTN, saya harus tetap mendaftar SIMAK UI sebagai langkah dan ikhtiar terakhir saya untuk mengejar mimpi masa kecil saya. Lalu, saya pun memulai untuk belajar dengan gigih, keras, dan tekun untuk bisa diterima di UTBK-SBMPTN, mulai dari belajar di bimbingan belajar, mengikuti tryout, dan juga mengerjakan banyak latihan soal. Akan tetapi, saya sendiri adalah tipe orang yang tidak terlalu belajar giat menjelang UTBK, karena pemikiran saya adalah usaha untuk UTBK tidak hanya bergantung pada usaha dalam beberapa bulan menjelang UTBK, tetapi juga bergantung pada apa yang telah menjadi usaha kita selama 3 tahun masa SMA, dan saya merasa bahwa apa yang telah saya lakukan selama 3 tahun masa SMA sudah maksimal, sehingga saya tidak perlu belajar mati-matian dan bisa fokus untuk latihan soal, tryout, dan mempersiapkan mental. Saat itu, saya berpikir bahwa dengan belajar materi UTBK, saya juga telah mempersiapkan untuk ujian SIMAK, karena meskipun memang tipe soal yang diujikan cukup berbeda, namun jika kita sudah paham dengan konsep materi, maka seperti apapun bentuk soalnya akan bisa kita selesaikan. Akhirnya, dengan semangat dan dukungan dari keluarga serta teman-teman, tibalah hari-H pelaksanaan UTBK saya, yakni tanggal 23 Mei 2022, yang menarik adalah bahkan dengan saya sudah menurunkan pilihan saya, saya tetap merasa deg-degan dan pesimis. Selanjutnya, setelah bertempur habis-habisan dengan soal UTBK, saya pun keluar dari ruangan UTBK dengan rasa cemas dan pesimis yang memenuhi kepala saya, tanpa sedikitpun terbersit di pikiran saya bahwa saya akan diterima baik di pilihan 1 maupun pilihan 2. Akhirnya, setelah segala usaha, upaya, dan doa yang saya kerahkan, pada pengumuman SBMPTN tanggal 23 Juli 2022, saya pun diterima di salah satu Fakultas Kedokteran di PTN lain, saya sangat bersyukur karena setelah penolakan yang saya alami, akhirnya saya dapat resmi menjadi mahasiswa baru Fakultas Kedokteran, meskipun di universitas lain, dan lebih tidak disangka-sangka lagi, ternyata saya mendapatkan nilai UTBK yang cukup bahkan sangat memuaskan.


Selanjutnya, beberapa hari setelah pengumuman UTBK, pikiran saya masih bergejolak, fakultas impian tetapi belum di universitas impian ternyata masih menyisakan dilema dalam batin saya, di satu sisi saya sudah lelah dan rasanya tidak ingin lagi mengikuti ujian mandiri manapun, tapi di sisi lain hati kecil saya masih berharap bahwa saya bisa mendapatkan mimpi masa kecil saya. Saya pun memutuskan untuk mendaftar dan mengikuti ujian SIMAK dengan harapan ini adalah sebagai usaha dan ikhtiar terakhir saya demi mewujudkan mimpi masa kecil saya. Lantas dengan persiapan yang sama sekali tidak maksimal bahkan cenderung relatif sangat minim, dengan hanya berharap pada ilmu yang saya miliki selama ini dan tekad kuat mengejar mimpi saya, saya pun mengikuti ujian SIMAK UI pada tanggal 2 Juli 2022, langkah sekaligus pintu gerbang terakhir untuk masuk ke universitas terbaik di negeri ini. Saya hadapi ujian SIMAK dengan segala pendapat orang bahwa ujian SIMAK adalah kasta tertinggi dari soal masuk perguruan tinggi dan bahwa ujian SIMAK adalah ujian dengan tingkat kesulitan tertinggi di Indonesia. Ternyata selama saya mengerjakan ujian SIMAK, hal itu benar adanya. Ketika masuk ke subtest pertama yaitu matematika dasar hingga subtest terakhir yaitu kimia, semua soalnya sangat sulit dan butuh langkah panjang untuk menyelesaikannya. Pada akhirnya, satu-satunya yang menjadi motivasi dan semangat saya untuk menjawab soal semaksimal mungkin adalah logo UI dengan warna kuning menyala yang terletak di pojok kiri atas dari tampilan web SIMAK, logo makara UI itu seakan memberi semangat dan memanggil saya untuk bekerja keras agar suatu saat menjadi keluarga besar pemilik logo tersebut. Saya pun mengerjakan semua subtest dengan tanpa beban sedikitpun, karena bisa dibilang sebenarnya saya sudah punya cadangan, dan ini hanya sekadar usaha dan ikhtiar yang saya lakukan demi mewujudkan mimpi masa kecil saya, “jika terkabul bersyukur, jika engga ya dijalani saja,” kurang lebih begitu yang terbersit di pikiran saya. Ternyata setelah saya menyelesaikan ujian SIMAK tersebut, saya bisa menjawab cukup banyak soal meskipun beberapa diantaranya ada yang meragukan. Setelah ujian SIMAK, perjuangan saya pun berakhir, ujian-ujian untuk masuk PTN telah selesai saya lakukan, dan sekarang saatnya untuk beristirahat sejenak dan kembali berdoa agar mimpi masa kecil saya bisa tercapai, dan saya ingat sekali malam hari setelah ujian SIMAK, di akun twitter @SIMAK_UI, ada tweet yang berbunyi “Sapalah ayah & bunda, lalu bercengkramalah dengan bahagia bersama orang-orang tersayang. Sambil menata hati, istirahatkan diri, dan berbaik sangka bagaimanapun hasillnya nanti.” Tweet itulah yang menjadi semangat dan membangkitkan rasa optimisme dalam diri saya. Hari demi hari berlalu, dan tibalah hari pengumuman SIMAK UI yaitu pada tanggal 14 Juli 2022, setelah berdoa, bersama kedua orang tua saya, saya buka pengumuman yang berisikan informasi bahwa saya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sontak saya menangis terharu dan bahagia bersama kedua orang tua saya, saya tatap mata mereka seraya berkata “yah, mi, Hakim masuk di tempat yang Hakim bilang sebagai dongeng, Hakim dapat tempat yang bahkan Hakim pun tidak percaya bisa Hakim dapatkan, Hakim diterima yah, mi di tempat yang udah jadi impian Hakim sejak kecil.” Ketika saya melihat raut wajah kedua orang tua saya, rasanya saya sangat senang karena sepertinya baru pertama kali saat itu mereka bisa tersenyum dan memeluk saya sebahagia dan seerat itu. Momen itu akan menjadi momen terindah dan tak terlupakan dalam hidup saya, kala kepesimisan saya, ketidakpercayaan diri saya, seketika hilang dan berubah menjadi sebuah rasa bangga akan diri saya yang telah mampu bertahan dan berjuang selama ini demi mengejar mimpi masa kecil saya, dan sekali lagi logo Universitas Indonesia, universitas terbaik di negeri ini, dengan warna kuning menyala beserta tulisan “veritas, probitas, iustitia” yang terpampang besar di website penerimaan UI adalah hal yang membuat saya sekali lagi terharu dan merasa bahwa perjuangan saya selama ini terbayarkan sudah, bahwa ternyata Tuhan itu adil, bahwa ternyata Tuhan itu berkuasa, bahwa ternyata Tuhan itu Maha Mendengar hamba-Nya, dan tentunya bahwa Tuhan punya rencana besar dan indah yang telah disiapkan untuk hamba-Nya, dan kita hanya perlu menunggu dan percaya bahwa rencana Tuhan akan indah pada waktunya, dan sekaligus ini menutup “petualangan mencari ptn idaman” saya.


Berikutnya, terkait komitmen perubahan yang akan saya lakukan selama di FKUI adalah bahwa saya ingin melakukan banyak perubahan dalam diri saya, selama ini saya mungkin terkesan masih terlalu kekanak-kanakan dalam menghadapi masalah dan untuk itu saya ingin mulai dari sekarang saya dapat berubah, ditambah lagi saya ingin menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin selama menjalani pendidikan di FKUI. Selama ini saya juga terkesan kurang aktif dan kurang mampu untuk bersosialisasi ataupun bekerja sama dalam sebuah organisasi atau perhimpunan, hal itu ingin saya ubah karena saya ingin selama saya menjalani pendidikan di FKUI, saya menjadi pribadi yang berkontribusi besar dan bisa ikut berorganisasi serta membawa dampak untuk FKUI dan seluruh keluarga di dalamnya.


Harapan dari diri saya untuk saya pribadi adalah bisa cepat beradaptasi, survive dan menjalani pendidikan dengan sebaik-baiknya selama di FKUI ini. Selain itu, dengan seluruh dosen FKUI yang merupakan dosen-dosen terbaik di negeri ini, saya ingin bisa menangkap dan menerima semua ilmu yang mereka berikan. Saya juga ingin mengikuti beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang saya rasa cocok dengan kemampuan serta minat dan bakat saya. Saya juga berharap agar saya bisa menjadi mahasiswa yang berprestasi baik akademik maupun non-akademik, dimana salah satu cita-cita dan keinginan saya adalah memenangi suatu lomba yang mewakili Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Selain itu, saya berharap semoga semua ilmu dan kemampuan yang saya pelajari di FKUI ini akan dapat bermanfaat bagi orang banyak, saya sangat berharap kelak ketika saya telah lulus menjadi dokter dan kemudian sudah bisa praktek, saya ingin bisa berkontribusi besar terutama kepada masyarakat Indonesia, ditambah lagi saya memiliki harapan agar kelak suatu saat banyak nyawa dan kesehatan pasien yang dapat tertolong oleh kompetensi yang saya miliki. Sedangkan, untuk harapan terhadap FKUI Angkatan 2022, sebelumnya saya yakin dan percaya bahwa seluruh mahasiswa yang telah diterima di FKUI adalah putra putri terbaik bangsa, mulai dari pemilik nilai rapor tertinggi, pemilik prestasi-prestasi terbaik, pemilik nilai-nilai UTBK tertinggi, dan penakluk soal-soal SIMAK yang out of the box. Oleh karena itu, saya yakin dan percaya bahwa dari sisi akademik, kita akan dapat tumbuh bersama dan melewati masa-masa pendidikan ini dengan sebaik-baiknya, saya juga berharap kita semua bisa kompak dan saling bahu-membahu, berpegang tangan, dan bersatu padu untuk menjadi angkatan yang peduli satu sama lain “satu gagal, semua gagal”, itu adalah semboyan singkat namun bermakna sangat dalam yang saya harap ada di hati dan jiwa masing-masing mahasiswa FKUI Angkatan 2022. Di samping itu, saya berharap kita dapat berkontribusi demi kemajuan FKUI, saya berharap semoga kita dapat menyumbangkan segala talenta dan kemampuan yang kita miliki di bidang masing-masing demi kebanggaan angkatan dan tentunya kebanggaan keluarga besar FKUI. Terakhir, saya juga berharap kita harus bisa saling menghargai dan saling menjaga, selalu kompak dan jangan pernah ada konflik antar sesama kita, perjuangan kita akan sangat panjang, mungkin akan menjadi perjuangan seumur hidup, dan perjuangan kita semua akan dimulai dari PSAF ini hingga nanti kita bisa lulus bersama dan menjadi dokter yang dapat mengabdi ke masyarakat nantinya.


Selama masa preklinik, saya ingin sekali untuk bisa memahami seluruh materi yang diajarkan oleh dosen, saya ingin menyerap seluruh ilmu yang akan diajarkan oleh dosen-dosen FKUI nantinya. Di samping itu, saya berharap agar saya selalu bisa fokus dalam menjalani masa preklinik ini dan tidak ada gangguan ataupun aral melintang yang mengganggu fokus saya. Saya juga berharap agar bisa lulus tepat waktu dengan predikat dan nilai yang memuaskan. Besar harapan saya juga untuk bisa memahami seluruh materi yang akan diajarkan ini agar kelak nanti ketika saya sudah mendapat gelar sebagai sarjana kedokteran yang kompeten dan punya ilmu serta kompetensi yang bermanfaat buat orang banyak. Untuk mencapai hal itu, tentu saya sudah mulai merancang apa yang akan saya lakukan selama menjalani masa preklinik ini, mulai dari saya akan memperhatikan selalu apa yang disampaikan oleh dosen baik saat kuliah, praktikum, tutorial, skills lab, dan lainnya. Saya juga akan berusaha untuk belajar dengan menggunakan segala sumber yang saya miliki, baik melalui buku, jurnal, dan sumber lainnya yang kredibel.


Kemudian untuk rencana selama fase klinik adalah saya tentunya berharap saya dapat mengimplementasikan ilmu yang saya miliki kepada pasien. Saya berharap pada fase ini saya sudah mulai bisa berperan maksimal dalam membangun kompetensi saya sebagai dokter nantinya. Saya tahu dan paham bahwa fase klinik adalah salah satu fase terberat selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran, terlebih FKUI yang rumah sakit pendidikan utamanya, yaitu RSUPN-CM, PJN Harapan Kita, dan RSUP Persahabatan, yang semuanya merupakan rumah sakit rujukan nasional dan tentu kasus yang ada di sana sudah merupakan kasus yang cukup berat dan mungkin di luar kompetensi kami. Akan tetapi, saya yakin dan percaya bahwa selama fase klinik, dari setiap stase yang saya jalani nantinya, pasti akan banyak ilmu yang saya dapat yang kelak akan sangat berguna bagi keahlian saya. Oleh karenanya, untuk mencapai hal itu, tentunya saya akan selalu memperhatikan dan akan bersikap proaktif selama menjadi mahasiswa fase klinik, saya akan berusaha untuk menggali ilmu secara langsung, baik dari dokter umum, dokter spesialis, dosen, maupun komponen lain. Sedangkan, ketika saya sudah menjadi dokter nantinya, hal pertama yang akan saya lakukan adalah menjaga sumpah dokter yang nantinya akan saya ikrarkan, saya akan menjaga kehormatan profesi saya, dan tentunya yang paling penting saya akan mengabdi dan berkontribusi banyak kepada masyarakat. Untuk bidang spesialisasi apa yang akan saya ambil kedepannya, saya belum cukup mempunyai ide untuk menetapkannya, meskipun saya sudah mulai berusaha untuk terus mencari informasi dan apa bidang yang cocok untuk saya. Kemudian, saya berharap bahwa kelak saya akan dapat menghasilkan sebuah inovasi yang bisa berdampak besar pada dunia kedokteran Indonesia. Di samping itu, sejak kini saya juga sudah memiliki rencana bahwa nantinya ketika saya sudah lulus dan telah memiliki izin praktek, saya ingin kembali ke kota kelahiran sekaligus kota asal saya, mengabdi di sana dan menggunakan ilmu yang saya miliki untuk kepentingan dan keselamatan masyarakat Riau. Kemudian, saya juga berharap dan berkeinginan agar nanti ketika saya menjadi dokter, saya menjadi dokter yang berorientasi kepada kesembuhan pasien, bukan menjadi dokter yang berorientasi kepada materi atau kepentingan pribadi.


Harapan saya buat masyarakat Indonesia adalah semoga dunia kedokteran Indonesia dapat selalu tumbuh dan berkembang seperti melalui inovasi, dan sebagainya. Saya juga berharap semoga masyarakat di luar sana semakin banyak yang tumbuh minatnya untuk menjadi dokter, karena Indonesia sangat membutuhkan sekali dokter-dokter hebat seperti para dosen dan alumni-alumni FKUI terdahulu. Selanjutnya, kepada masyarakat Indonesia, saya berharap semoga kita masyarakat Indonesia bisa menjadi masyarakat yang pandai, terpelajar, serta mampu berpikir rasional yang didasarkan atas dasar saintifik yang jelas, hal ini terbukti melalui pandemi yang menimpa kita selama beberapa tahun terakhir, dan sekarang juga terbukti ketika kita mau divaksin, mau taat terhadap protokol kesehatan, mengikuti apa yang menjadi arahan para dokter di luar sana, terbukti kita dapat bangkit dan keluar bersama dari puncak pandemi hingga sekarang kita sudah mulai memasuki masa normal baru. Saya harap masyarakat tetap menjaga pemahamannya dan selalu berpikir berlandaskan dasar keilmuan yang jelas. Selain itu, besar harapan saya agar masyarakat kita tidak mudah termakan dengan isu dan hoax yang berhubungan dengan dunia kesehatan, jangan mudah termakan mitos atau menganggap hal yang sering dilakukan sebagai hal yang biasa sekalipun itu bertentangan dengan prinsip-prinsip keilmuan, kita disini punya banyak dokter hebat, mari berkonsultasi dan bertanya kepada mereka agar pemahaman yang kita dapat menjadi jelas dan tidak termakan dengan isu-isu bohong tersebut. Harapan besar saya yang terakhir adalah mari tumbuhkan rasa percaya kepada dunia kedokteran, jangan menganggap dan mulai coba jauhkan stigma-stigma atau pemahaman yang bisa menghambat kemajuan dunia kedokteran kita, saya paham dengan budaya Indonesia yang menganggap beberapa hal di dunia kedokteran sebagai hal yang tabu untuk dilakukan di sini, seperti donor organ, donor darah, operasi, dan sebagainya. Mari tumbuhkan rasa percaya kepada dokter-dokter hebat yang ada di seluruh penjuru nusantara kita ini. Percayalah bahwa orientasi mereka adalah kesembuhan Anda, jadi apapun tindakan yang mereka pilih atau rekomendasikan, itu semua adalah demi kesembuhan para pasiennya. Saya pribadi juga memiliki beberapa anggota keluarga yang tidak terlalu menganggap atau tidak terlalu percaya kepada dunia kedokteran, dan itu telah menjadi salah satu tujuan saya yaitu memperkenalkan, meyakinkan, dan membuat masyarakat percaya kepada dunia kedokteran beserta segala komponen dan keilmuan yang ada di dalamnya.


Sebagai penutup, saya ingin memberikan pesan kepada adik kelas yang ingin masuk FKUI, terutama kepada adik kelas yang mungkin tumbuh atau besar tidak di kota besar atau bukan di daerah ibukota dan sekitarnya. Saya paham bahwa mungkin banyak di antara kalian yang merasa tidak percaya diri, kalian tidak yakin dengan kemampuan kalian, kalian merasa bahwa kalian tidak cukup pintar dengan kemampuan yang dimiliki sekarang untuk masuk FKUI, kalian takut tidak bisa survive disini, tetapi percayalah adik-adikku sekalian, bagi saya, dari dulu sampai kapanpun, bahkan jikalau pun saya tidak berkuliah di FKUI, percayalah bahwa FKUI adalah fakultas atau sekolah kedokteran terbaik di negeri ini, FKUI sangat terbuka kepada kalian yang memang mau dan mampu untuk berkompetisi menaklukkan seleksi masuk menuju FKUI. Percayalah juga adik-adikku bahwa FKUI menerima seluruh bibit-bibit terbaik yang ada di negeri ini, FKUI tidak peduli siapa latar belakang Anda, dari mana Anda berasal, intinya adalah ketika Anda masuk menjadi keluarga besar FKUI, maka Anda adalah salah satu dari putra-putri terbaik bangsa dan kebanggaan ketika masuk FKUI tidak akan Anda dapatkan di fakultas dan universitas manapun di Indonesia ini. Jadi, yang perlu kalian lakukan hanyalah belajar, percaya dengan kekuatan doa, dan mohon restu kedua orang tua, jangan pernah berputus asa, percayalah bahwa Tuhan tahu apa yang terbaik buat kalian dan kapan waktu untuk kalian mendapatkannya, gagal sekali tidak masalah, gagal dua kali juga tidak apa-apa, gagal berkali-kali pun juga tidak masalah, karena dalam hidup, manusia tidak punya batasan gagal, yang menjadi pembeda hanyalah siapa yang mau bangkit dari kegagalannya atau siapa yang hanya bisa hanyut sedih dan berputus asa atas kegagalannya. Terakhir, yang ingin saya sampaikan, jangan takut bermimpi, karena semua berawal dari mimpi, dan ketika kalian sudah bisa memimpikan atau menginginkan sesuatu seperti FKUI misalnya, maka itu tandanya kalian sanggup dan mampu untuk meraihnya.


Sebagai penutup, saya ingin mengutip sebuah perkataan atau motivasi dari Indra Sugiarto, yang menjadi dasar selama ini mengapa pada akhirnya saya bisa bermimpi menjadi mahasiswa di FKUI bersama putra-putri terbaik dari seluruh penjuru negeri ini.


Beranilah bermimpi, seperti luasnya imajinasi anak kecil.

Beranilah bermimpi, seperti riangnya senyum anak kecil.


Kadang, terlalu banyak tahu saat kita beranjak dewasa membuat kita takut bermimpi besar dan membuat kita terlalu takut, bahkan untuk mencoba.


 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page