top of page
Search

Narasi Perjuangan - Rico Trisna Putra

  • Writer: FKUI 2022
    FKUI 2022
  • Aug 14, 2022
  • 10 min read

Catatan Pena Perjuangan Meraih Mimpi


Assalamualaikum Wr. Wb. Perkenalkan nama saya Rico Trisna Putra biasa dipanggil Rico oleh teman-teman dan keluarga. Saya, atas bantuan dan doa dari keluarga dan teman-teman serta atas berkat dan rahmat Allah SWT, sekarang merupakan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia prodi pendidikan dokter reguler. Saya masuk melalui jalur SIMAK. Saya lahir di Kota Bayu, Nganjuk, pada 23 Mei 2003. Sebelum menjadi bagian dari Universitas Indonesia, saya menempuh pendidikan di SMAN 2 Nganjuk, salah satu SMA favorit di Nganjuk.


Menurut pandangan saya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merupakan yang fakultas kedokteran terbaik dan tertua di Indonesia. Sejarahnya sangat panjang dan berdasarkan QS WUR 2022 by subject, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kualitasnya diakui oleh dunia dan merupakan yang terbaik di Indonesia.


Saya termotivasi untuk belajar disini karena disinilah tempat belajar terbaik untuk saya bisa belajar dan menimba ilmu kedokteran. Diajar oleh dosen-dosen terbaik nasional yang sudah sangat ahli di bidangnya, fasilitas yang sangat lengkap, RS mitra yang merupakan rujukan nasional, serta teman-teman yang pastinya merupakan insan terbaik pula. Saya yakin disinilah kebanyakan dokter-dokter berkualitas lahir dan bertumbuh, dan saya pun ingin menjadi salah satunya.


Sebelum bisa menjadi bagian dari mahasiswa makara hijau, saya menghadapi banyak rintangan dan cobaan, saya akan mencoba bercerita mengenai pengalaman saya dan bagaimana saya bisa masuk di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya akan mulai bercerita dengan fakta bahwa saya merupakan 1 dari 2 bersaudara kembar. Nama saudara kembar saya adalah Rici. Kami berdua memang sangat menyukai Ilmu pengetahuan alam atau sains sejak kecil dan memang lebih menonjol di bidang akademik. Kami sangat antusias bila membicarakan tentang sains atau fenomena alam. Kami juga sudah terbiasa berpikir kritis dan banyak menanyakan hal-hal yang tidak kami mengerti.


Sejak kecil, saya memang telah bermimpi untuk bisa menjadi salah satu orang yang beruntung menjadi seorang dokter. Saat SD, Ketika ditanya ingin menjadi apa saat sudah dewasa, saya dulu berpikir untuk menjadi seorang dokter atau tentara. Kalau diingat lucu memang, seorang Rico yang sejak kecil manja, dan tidak memiliki kelebihan di atletik, pernah terbayang untuk menjadi seorang tentara. Saat menginjak masa SMP, saya mulai mencoba mengikuti klub olimpiade IPA, dan mulai dari sinilah saya mulai mengenal pelajaran biologi lebih dalam. Meskipun prestasi saya terbilang tidak begitu banyak, tetapi mulai saat itulah saya memantapkan dan meneguhkan hati untuk berusaha menjadi seorang dokter.


Di masa SMA, saya berencana untuk mengikuti lomba Biologi dan meraih banyak prestasi sehingga saya kembali mengikuti binaan khusus untuk olimpiade Biologi. Namun, mimpi saya tidak bisa terwujud, karena ternyata waktu itu saya diberi amanah dan dipercaya untuk menjadi ketua dari suatu ekskul di SMA saya dan menjadi salah satu pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS. Akibatnya, saya tidak bisa fokus untuk mengikuti perlombaan, dan hanya menjuarai satu perlombaan saja. Bahkan, nilai saya di raport pun ikut turun. Saya juga menjadi lebih malas belajar di bangku SMA ini, ujian-ujian seperti UTS dan UAS yang dulu semasa SMP serasa mudah menjadi sangat sulit bagi saya. Ditambah lagi waktu itu merupakan waktu dimana pembelajaran jarak jauh atau daring karena wabah COVID 19. Semangat belajar saya benar-benar berada di titik terendah. Namun, di masa ini jugalah saya, seorang yang setiap harinya menonton video YouTube, menemukan dokter-dokter dan para mahasiswa kedokteran yang membuat konten di YouTube. Mereka merupakan orang-orang yang sangat produktif dan luar biasa. Sebut saja Ali Abdaal, Nasir Kharma, Zach Highley, dan lainnya. Video-video mereka membuka mata saya lebih dalam seputar dunia kedokteran dan khususnya perkuliahan kedokteran. Meskipun terlihat sangat sulit, dengan beban hafalan yang sangat tinggi, serta komitmen waktu yang sangat lama, saya tetap tertarik dan ingin menempuhnya. Saya malah merasa lebih bersemangat dan berminat untuk menjadi seorang dokter.


Tibalah waktu saya menginjak bangku kelas 12 SMA, masa-masa dimana kegiatan ekskul dan Organisasi Siswa Intra Sekolah telah usai. Namun, beban di Pundak tidak menghilang, justru di sinilah masa-masa memikirkan salah satu beban terberat, yakni menentukan masa depan. Di masa ini, ayah saya yang merupakan seorang PNS mulai sering mewanti-wanti agar saya mendaftar di perguruan tinggi kedinasan. Meskipun tidak tertarik, saya hanya berani mengiyakan saja, jauh di lubuk hati saya, menjadi dokter tetaplah menjadi mimpi terbesar yang saya miliki. Di awal kelas 12 saya tidak terlalu berharap bisa diterima di Fakultas Kedokteran lewat jalur SNMPTN dan terlalu percaya diri bisa diterima melalui jalur SBMPTN. Saat itu, saya terkesan menyepelekan tingkat kesulitan dari soal-soal seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Di masa ini pula saya masih dengan sangat polos dan idealisnya bermimpi bisa masuk di salah satu fakultas kedokteran top three di Indonesia yakni Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada atau Universitas Airlangga.


Namun, karena kesalahan saya yang bermalas-malasan di kelas 10 dan 11 dulu, saya mulai merasakan dampaknya. Saya merasa kesulitan mengerjakan tes setiap saya mengikuti tryout UTBK. Nasi pun sudah menjadi bubur, nilai raport saya juga sudah turun di semester sebelumnya, prestasi pun juga sangat sedikit, sehingga saya tidak bisa berharap banyak di seleksi SNMPTN, tetapi karena panik, bingung, dan entah betapa bodohnya saya waktu itu, saya tetap berusaha menaikkan nilai di semester 5 dan belum terlalu fokus untuk mengejar materi dan belajar untuk seleksi SBMPTN maupun seleksi mandiri PTN.


Tibalah waktu mendekati SNMPTN. Saya mulai mencari-cari info mengenai siapa saja teman saya yang ingin masuk kedokteran, dan jika iya dimana pilihan mereka. Saya juga mulai mencari tahu berapa banyak alumni dari SMA saya dan kakak kelas saya yang diterima di fakultas kedokteran di perguruan tinggi negeri. Waktu itu juga mulai diadakan pemeringkatan bayangan atau pemeringkatan non-resmi yang diadakan oleh Majelis Permusyawaratan Kelas atau MPK, dimana waktu itu saya hanya menduduki peringkat ke-9. Hasilnya sangat mengecewakan, ditambah lagi saya masih merasakan krisis kepercayaan diri dan sangat tidak yakin bisa menghadapi seleksi SBMPTN.


Di masa ini pula saya dan keluarga saya terkena musibah, saya dan saudara kembar saya terkena penyakit demam berdarah hingga Rici, saudara kembar saya, tidak bisa berjalan dan mengeluhkan rasa sakit di bagian kakinya. Berminggu-minggu keluar masuk rumah sakit membuat saudara kembar saya banyak berkontak dengan pasien di rumah sakit, dan pada suatu waktu dia dinyatakan positif COVID 19. Saya dan sekeluarga akhirnya terpaksa melakukan isolasi mandiri. Di waktu ini saya tidak bisa hadir di sekolah dan mengikuti pelajaran selama berminggu-minggu. Tugas-tugas pun semakin menumpuk, ditambah lagi saat itu akan diadakan ujian praktek akhir, ujian sekolah, serta pendaftaran SNMPTN yang sudah dimulai. Mungkin masa-masa inilah yang paling menguji kesabaran saya. Bingung, sedih, dan pasrah.


Waktu itu pendaftaran SNMPTN mulai mendekati akhir. Namun, saya dan Rici, yang masih terbaring di rumah sakit, masih belum menentukan pilihan kami. Kondisi Rici pada saat itu sempat menurun hingga perlu menggunakan alat bantu nafas. Karena orang tua masih sangat terbebani memikirkan kondisi waktu itu, maka saya pun jadi tidak enak hati jika mengambil jurusan kedokteran yang merupakan jurusan paling ketat. Selain karena nilai saya yang tidak terlalu bagus, tapi juga karena saya persiapan saya sangat kurang untuk menghadapi SBMPTN sehingga saya sangat tidak percaya diri bisa lolos di SBMPTN. Bila SNMPTN dan SBMPTN tidak lolos, pastinya seleksi mandiri adalah pilihan terakhir, namun waktu itu sudah terbayang berapa banyak uang yang harus dikeluarkan orang tua saya bila ingin masuk lewat seleksi mandiri. Sempat terbesit di pikiran saya untuk mengurungkan niat saya meraih mimpi saya menjadi dokter. Meski demikian, setelah saya bercerita dan mengobrol dengan orang tua, Alhamdulillah mereka masih mengizinkan dan malah menyuruh saya memilih pilihan sesuai keinginan hati saya, bukan karena paksaan keadaan. Kalau dipikir sekarang, saran kedua orang tua saya merupakan mukjizat dari tuhan yang datang lewat mereka.


Akhirnya saya pun dengan nekat memilih jurusan pendidikan dokter di Universitas Jember, meskipun alumni tahun lalu hanya ada satu yang diterima dan bahkan ada teman dengan ranking di atas saya yang telah memilih jurusan yang sama. Pada waktu ini saya tidak pernah membayangkan dan mengharapkan bisa berkuliah di top three fakultas kedokteran yang telah saya sebutkan di atas, diterima di pilihan SNMPTN saja pastinya sudah sangat bahagia.

Beberapa minggu pun berlalu, Rici mulai pulih dan saya pun akhirnya dapat mulai kembali beraktivitas di sekolah. Tugas-tugas dan ujian-ujian yang semasa sakit telah terlewat mulai saya kerjakan dan tempuh. Meskipun demikian, akhirnya semua terselesaikan. Tibalah waktu pengumuman SNMPTN, saya ingat betul waktu itu saya membuka pengumuman SNMPTN bersama Rici dan teman saya Almas. Saya dengan cemas berharap agar saya dapat masuk di jalur ini, agar hati orang tua saya menjadi tenang. Namun, takdir berkata lain. Merah, warna merah yang keluar di website pengumuman SNMPTN, bukan biru seperti yang diharapkan. Baik saya maupun Rici tidak ada yang lolos seleksi. Dari sinilah saya mulai dibayang-bayangi membayar ratusan juta bila tetap ingin memilih jurusan kedokteran. Persiapan SBMPTN yang belum matang, ditambah lagi bukan hanya saya yang tidak lolos, Rici pun juga bernasib sama.


Belajar dari kegagalan di SNMPTN, saya mulai sangat serius belajar dan mengejar materi yang belum saya kuasai. Tryout demi tryout saya kerjakan. Video-video materi saya pelajari. Belajar di bimbel pun menjadi lebih serius. Alhamdulillah atas kerja keras tersebut, pemahaman saya terhadap materi meningkat drastis, nilai tryout saya pun mulai meningkat. Waktu yang singkat antara SNMPTN dan SBMPTN inilah yang merupakan waktu dimana saya belajar habis-habisan dan mulai mengumpulkan kepercayaan diri saya untuk mengambil jurusan kedokteran di kampus ternama. Waktu itu saya dengan nekat memilih Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan Universitas Jember. Belum terpikirkan sama sekali waktu itu untuk memilih Universitas Indonesia, karena menurut saya terlalu mustahil untuk saya gapai.


Pada 21 Mei 2022, saya ingat betul waktu itu saya mengikuti tes SBMPTN di Universitas Brawijaya, Malang. Setelah berbulan-bulan menyiapkan diri demi tes ini, saya dengan bodohnya malah panik dan tidak fokus saat mengerjakan ujian, mungkin karena masih terbayang-bayang bagaimana bila tidak lolos di seleksi ini, membayangkannya saja sangat mengerikan. Banyak waktu dimana saya terdiam dan sama sekali tidak bisa mengerjakan ujiannya. Subtes demi subtes terlewat. Saya pun semakin panik dan semakin tidak bisa fokus. Hanya subtes Biologi saja yang saya yakin bisa kerjakan dengan baik. Sangat kacau, Mungkin 2 kata itu bisa menggambarkan keadaan saya saat mengerjakan SBMPTN.


Sehabis tes berakhir, saya sangat kecewa dengan bagaimana diri saya pada waktu ujian. Pasrah dan penuh sesal, andai saya bisa lebih tenang dan fokus di waktu ujian. Di sini saya belajar bahwa bukan hanya persiapan fisik dan akademis saja yang perlu dipersiapkan, tetapi yang tidak kalah penting adalah menyiapkan mental. Namun, apa daya, ujian telah selesai dan hal terakhir yang bisa saya lakukan adalah berdoa.


Di masa setelah SBMPTN, saya hanya bisa pasrah dan mulai mencari tahu mengenai jalur mandiri masuk Perguruan Tinggi Negeri. Akhirnya saya pun mendapat informasi bahwa ujian mandiri SIMAK UI dan CBT UM UGM merupakan seleksi mandiri yang tidak membutuhkan uang pangkal. Meskipun tingkat keketatannya sangat tinggi, saya yang waktu itu mencari peluang akhirnya mendaftar. Di waktu itu juga, mungkin karena saking paniknya orang tua saya melihat saya yang begitu pasrah, mereka juga mulai mencari alternatif dan menyodorkan selebaran berkas untuk masuk di Perguruan Tinggi Swasta. Saya pun juga terlambat mendaftarkan diri di seleksi sekolah kedinasan, sehingga pilihan menjadi semakin sedikit. Hampir tiap hari saya menangis dan berdoa memohon kepada Allah SWT agar diberi rezeki bisa lolos di SBMPTN.


Hari pengumuman pun tiba, yakni pada 23 Juni 2022. Hari yang paling mendebarkan. Sholat, doa, puasa semua amalan sudah lengkap. Waktu menunjukkan pukul 15.00, waktu itu saya belum berani langsung membuka pengumuman. Saya sempat menangis sebelum membuka pengumuman, saya dan Rici membuka pengumuman tersebut bersama dan hasilnya, kami semua lolos! Meskipun hanya mendapat pilihan 2, saya sangat lega bisa terbebas dari bayang-bayang membayar uang ratusan juta untuk masuk ke fakultas kedokteran PTN. Rici, disisi lain, berhasil lolos di pilihan 1 di salah satu PTN terbaik di Indonesia yakni Institut Teknologi Bandung. Saya pun terpacu untuk belajar dan memanfaatkan kesempatan saya di SIMAK UI dan UM UGM.


Mulailah periode belajar ke-2 saya, sangat lega rasanya. Serasa tidak ada beban pikiran sama sekali, belajar terasa sangat menyenangkan dan tidak menegangkan seperti sebelumnya. Setelah itu, UM UGM dan SIMAK UI sudah saya lewati, tidak seperti ujian SBMPTN, kali ini saya yakin dan mantap dapat mengerjakan hampir seluruh soal yang diujikan. Hasilnya pun sangat luar biasa, saya lolos di keduanya! Saya berhasil diterima di dua Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia! Setelah berdiskusi panjang dengan keluarga, dan melakukan sedikit riset, saya akhirnya melabuhkan takdir saya untuk menjadi salah satu mahasiswa makara hijau Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Harapan saya selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia adalah dapat mengembangkan potensi akademik maupun non-akademik saya. Saya berharap bisa memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan belajar dengan dosen yang luar biasa, serta teman-teman yang pastinya merupakan insan-insan terbaik di Indonesia. Saya juga berharap dapat menyelesaikan studi saya dengan nilai yang memuaskan dan tepat waktu. Untuk Angkatan saya FKUI 2022, keluarga baru saya, saya berharap agar angkatan ini menjadi angkatan yang peduli dengan satu sama lain, dan kompak. Dengan adanya kepedulian dan kekompakan tersebut saya harap kita bisa menjadi keluarga besar yang suportif dan membuat kita semakin nyaman belajar dan bertumbuh bersama di lingkungan yang luar biasa ini.


Harapan saya di atas dapat terwujud dimulai dari usaha saya memperbaiki diri saya sendiri terlebih dahulu. Komitmen saya agar saya dapat menjadi lebih baik adalah dengan merubah mindset saya yang sebelumnya selalu ingin berada di zona nyaman. Saya akan berusaha mencoba banyak hal baru dan memperbaiki kualitas diri saya dengan meningkatkan softskill. Berkaca dari pengalaman saya semasa SMA dimana saya banyak membuang waktu dan kurang serius dalam belajar, saya juga akan belajar banyak mengenai manajemen waktu dan produktifitas agar saya dapat meningkatkan kesiapan saya untuk belajar materi kedokteran.

Rencana jangka pendek saya selama pre-klinik adalah membiasakan diri untuk menjalani perkuliahan kedokteran serta apabila memungkinkan mengikuti organisasi seperti CIMSA atau AMSA. Saya tentunya juga berencana untuk menyelesaikan studi saya dengan tepat waktu dan dengan predikat yang memuaskan. Untuk itu, saya, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, akan belajar mengenai manajemen waktu dan cara meningkatkan softskill saya.


Rencana jangka panjang saya selama masa klinik/masa dokter muda adalah mendapatkan pengalaman kerja lapangan yang berkualitas. Saya yakin FKUI dengan banyak RS mitranya bisa menyediakan hal ini. Saya juga berencana untuk melanjutkan ke program spesialis, sehingga saya akan mencoba mengeksplor lebih dalam di setiap rotasi klinik selama masa dokter muda, agar bisa menemukan minat saya yang sebenarnya. Selain itu, saya juga tertarik untuk memberikan dan menyebarkan wawasan kesehatan pada masyarakat awam. Untuk itu saya perlu mengikuti organisasi-organisasi sosial.


Harapan saya untuk masyarakat adalah agar masyarakat lebih sadar dan peduli dengan sains dan terutama kesehatan. Tidak jarang diantara masyarakat awam terutama di daerah terpencil masih percaya dengan takhayul dan hal mistis. Sebut saja kepercayaan pada dukun. Banyak orang yang apabila sakit lebih memilih berobat ke dukun daripada dokter. Padahal hal tersebut adalah hal yang salah dan berpotensi membahayakan. Untuk itulah diperlukan sosialisasi yang lebih ekstensif ke daerah pelosok Indonesia.


Terakhir, saya akan berikan beberapa wejangan untuk para pejuang FKUI di mana pun kalian berada. Jangan pernah berkecil hati dan minder, saya pun awalnya tidak pernah menyangka bisa diterima dan menjadi bagian dari FKUI, saya yakin asalkan ada usaha dan niat yang kuat apapun pasti bisa kalian taklukkan. Saya akan tutup dengan kata-kata dari lagu kesukaan saya yakni “Tomorrow Never Knows”. Tidak ada yang tahu besok akan seperti apa, maka dari itu teruslah bermimpi yang tinggi dan kejarlah mimpi kalian tersebut. Sekian dari saya, Wassalamualaikum Wr. Wb.






 
 
 

Recent Posts

See All

Comments


Find Us On!

  • Instagram
  • Twitter
  • Youtube

© 2022 FKUI Brilian

bottom of page