Narasi Perjuangan - Kenoah Kovara
- FKUI 2022
- Aug 14, 2022
- 9 min read
Updated: Aug 15, 2022
Ambisi Tertinggi Saya, Makara Hijau
Halo semuanya! Salam sejahtera. Perkenalkan nama saya Kenoah Kovara, tetapi akan lebih akrab jika dipanggil Ken. Lahir pada tanggal 19 Juni 2004 di Jakarta, umur saya telah melewati delapan belas tahun saat waktu penulisan esai ini. Saya merupakan alumni dari SMAK 1 PENABUR Jakarta, sebuah sekolah swasta ternama di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat. Berkat pendidikan yang saya terima di sekolah itu serta semua pengalaman berharga yang saya peroleh, saya, dengan bangga, dapat menyebutkan diri saya sebagai salah satu dari 36 manusia se-Indonesia untuk tembus jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia jurusan Ilmu Kedokteran program reguler tahun 2022. Bagi kalian yang membaca tulisan ini, semoga kalian dapat memberi apresiasi kepada perjalanan saya yang penuh kerja keras, masa-masa bahagia, dan tentunya momen-momen melankolis yang saya harus tempuhi. Selamat membaca!
Sebenarnya, menjadi seorang dokter adalah cita-cita saya yang paling difokuskan sejak saya masih kecil. Keinginan saya untuk mendalami diri dalam profesi ini bertunas dari sifat kakek saya. Beliau adalah seorang dokter gigi dan pendeta yang mempunyai hati yang tulus, murni seperti emas 24 karat. Seiringan dengan karier beliau sebagai dosen di Universitas Indonesia, beliau juga bekerja sebagai dokter gigi di daerah Jembatan Lima, Jakarta Barat. Di situ, banyak pasien yang kurang mampu telah tertolong oleh jasa kakek saya, yang berkali-kali ia berikan secara gratis tanpa memandang jenis orangnya. Tidak hanya itu, beliau juga menolak tawaran pekerjaan di daerah Kuningan, daerah yang berisikan orang-orang golongan elite yang bisa membuat gajinya naik tiga kali lipat. Alasan beliau tolak kesempatan itu adalah karena ia sadar bahwa ia adalah satu-satunya dokter gigi di daerah Jembatan Lima pada saat itu. Ia tahu tidak sedikit orang yang bergantung pada dia untuk menjaga kondisi gigi mereka. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk tetap merawat orang-orang di daerah tersebut. Dari kisah kakek saya, saya menjadi terharu akan jalan hidup yang ia pilih. Timbul juga kesadaran dalam diri saya bahwa tujuan mempunyai profesi sebagai dokter bukanlah untuk mencari untung, melainkan untuk berbakti kepada masyarakat dan menciptakan kesejahteraan kemanapun mereka berjalan. Melihat pasien-pasien kakek saya senang tentu membuat ia senang. Melihat ia senang tentu membuat saya senang. Dari situlah keinginan saya untuk menjadi seorang dokter dikukuhkan.
Walaupun saya sudah memiliki impian untuk menjadi seorang dokter, ambisi saya tidak selalu besar dalam menggapai cita-cita tersebut. Saat masa-masa pertumbuhan di tingkat sekolah dasar, harus diakui bahwa saya tidak sering belajar. Saya lebih mengutamakan kebahagiaan di atas segalanya dan saya menemukan kebahagiaan tersebut saat saya bermain game secara online bersama teman-teman saya. Alhasil, nilai akademis saya tidak terlalu mencolok dan saya tidak mempunyai prestasi selama saya berada di jenjang SD. Hobby itu terus berlanjut hingga saya berada di sekolah menengah pertama. Bedanya, saya harus bertransisi dari yang tadinya menempuh edukasi di sekolah kecil, yaitu SD Kristen Tiara Kasih, ke sekolah yang dikontrol oleh yayasan pendidikan besar dan terkemuka, yakni Penabur. Sebagai siswa yang pertama kali berada di lingkungan yang begitu drastis berbeda dengan sebelumnya, jujur saja, saya merasa sangat terintimidasi. Jumlah muridnya yang banyak dan nama sekolah yang lebih terkenal merupakan faktor-faktor pendorong diri saya untuk lebih semangat belajar agar nilai saya tidak kalah saing dengan murid-murid yang lain, agar saya dapat membuktikan bahwa anak dari sekolah yang kecil dapat menempatkan dirinya di antara yang terbaik dalam sekolah yang besar. Selama tiga tahun di SMP Kristen 7 PENABUR Jakarta, saya mencoba untuk belajar lebih tekun, walau tidak jauh beda dari ketekunan saya saat SD. Saya juga mulai ikut organisasi dan kepanitiaan, seperti OSIS, dengan penuh harapan bahwa mengikutinya dapat mengembangkan keterampilan saya sebagai seorang introvert untuk berbicara dan berkomunikasi lebih baik antar rekan kerja. Pada akhirnya, saat graduasi, nama saya dipanggil karena telah meraih peringkat ke-3 terbaik secara nilai rapor di kelas saya. Ketika saya mendengarnya, saya hanya bisa berdiam diri dengan takjub. Tidak ada yang menyangka bahwa saya akan meraih penghargaan tersebut, bahkan momen itu sungguh terlihat ajaib bagi saya. Beberapa saat kemudian, saya beserta kedua orang tua saya maju untuk menerima piala yang menonjol tingginya. Saya tidak akan lupakan ekspresi teman-teman saya yang duduk sambil melihat saya maju ke depan. Saya juga tidak akan lupakan ekspresi di muka kedua orang tua saya pada saat itu yang dipenuhi oleh rasa bangga dan sukacita. Menurut saya, tentu saya belajar dengan serius, tetapi tidak sampai ke titik yang pantas meraih penghargaan seperti itu. Selanjutnya, saya juga tidak pernah mengikuti bimbingan pelajaran di luar program sekolah saat saya SMP. Oleh karena itu, saya menjadi lebih percaya diri akan kemampuan intelektual saya dan saya menjadi penasaran mengenai batas cakrawala akademis yang saya dapat sentuh bila saya belajar secara maksimal. “Apakah saya dapat diterima di universitas berkualitas dan terkenal? Apakah saya ternyata memiliki kemampuan untuk memenangkan lomba-lomba? Apakah saya dapat membuat orang tua saya lebih riang dari ini?” Semua pertanyaan tersebut membuat saya sadar akan sumber kebahagiaan saya yang terbaru, yaitu mendapatkan hasil dari kerja keras pembelajaran saya. Hal tersebut menandai bahwa semua usaha dan susah payah saya akan membuahkan hasil yang setimpal.
Tibalah masa sekolah menengah atas, di mana saya menginjak kaki saya di SMA Kristen 1 PENABUR Jakarta, sekolah yang paling kompetitif berdasarkan nilai dan prestasi di antara sekolah cabang PENABUR lainnya. Tidak kaget, persaingan di sini jauh lebih ketat dibandingkan sekolah-sekolah saya sebelumnya. Namun demikian, motivasi saya sudah terkonsolidasi saat lulus SMP. Sebagai tindakan waspada, saya mendaftarkan diri di berbagai tempat les bimbingan belajar materi sekolah, spesifiknya pelajaran Fisika, Matematika, dan Kimia. Keputusan untuk mengikuti kursus di luar jam pelajaran sekolah ini merupakan salah satu keputusan terbaik di hidup saya. Tidak jarang saya harus begadang hingga subuh untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan dan ujian. Saat usai mengerjakan ulangan, saya sering tidak fokus dan bahkan ketiduran ketika jam pelajaran biasa. Oleh sebab itu, mengikuti les pelajaran sangat menguntungkan saya dalam memberikan saya kesempatan kedua untuk mempelajari atau mendalami hal-hal yang saya mungkin terlewati saat belajar di sekolah. Saya sangat merasa bersyukur karena kedua orang tua saya berkemampuan untuk mendaftarkan diri saya di tempat-tempat les yang saya ikuti selama tiga tahun ke depannya.
Delapan bulan pertama di kelas 10 merupakan waktu yang sangat menyenangkan, bisa dibilang hidup saya penuh dengan buku, pesta, dan cinta. Kehidupan sehari-hari saya meliputi belajar untuk ulangan, mengikuti kepanitiaan lomba sekolah tahunan dalam divisi hubungan masyarakat, mengikuti ekstrakulikuler paskibra dan basket putra, serta mengikuti kursus pelajaran di luar jam sekolah. Saya juga jatuh cinta kepada seorang perempuan dan sempat juga berpacaran dengan dia, walaupun sekarang sudah tidak putus hubungannya sebagai pacar. Selebihnya, saya membuat teman-teman baru yang sampai sekarang masih sangat dekat dengan saya dan membuat kenangan-kenangan berharga dengan mereka.
Tentu, masa kelas 10 tidak saya lewati dengan mudah, banyak masa kelam yang saya harus taklukan saat itu. Saya ingat momen-momen perjuangan seperti ketika saya begadang hingga jam empat pagi, tiga jam sebelum ujian biologi dimulai, meskipun saya sudah mulai belajar empat hari sebelum hari ujian tersebut. Lalu, sebelum ujiannya dimulai, saya bergegas lari ke toko swalayan untuk membeli minuman berenergi yang mengandung kadar kafein yang tinggi agar saya dapat mengalami sensasi semangat untuk sementara saat mengerjakan ujiannya. Ada juga masa di mana saya dikeluarkan dari kepanitiaan karena tidak bisa menjawab pertanyaan saat wawancara dadakan. Saya juga tidak akan lupa saat saya dibentak dan diceramahi berkali-kali karena saya salah melakukan gerakan ketika berlatih untuk upacara sebagai anggota paskibra sekolah. Saya harus akui, walaupun banyak tantangan yang menyertai saya, setidaknya saya selalu belajar dari semua kesalahan saya dan pada akhirnya saya selalu bersyukur atas semuanya yang telah diberikan. Saya yakin Tuhan berikan itu semua untuk memperkuat karakter saya sehingga saya mampu untuk melintasi perkara-perkara yang lebih penting di masa depan.
Tidak dapat dimungkiri, bulan Maret 2019 merupakan bulan yang membawa sial, di mana semua sekolah harus melakukan transisi dari pembelajaran luring menjadi daring karena pandemi virus Covid-19. Awalnya, pasti semua orang senang akan berita ini karena mereka tidak harus pergi jauh-jauh dan menghabiskan energi untuk ke sekolah secara offline. Namun, pasti makin lama rasa itu makin hilang, rasa rindu masuk sekolah dan bertemu teman-teman pun menjadi salah satu perasaan yang dirasakan mayoritas siswa beberapa bulan setelah itu. Bukan hanya itu, beberapa dari kita juga harus merasakan betapa tidak enaknya mengidap virus tersebut, apalagi untuk melihat orang-orang di sekitar kita yang kita sayangi mengalami kesengsaraan karena virus itu. Untuk saya sendiri, puji Tuhan saya belum pernah terkena coronavirus, tetapi kedua orang tua saya pernah. Saat mereka sakit, itu sangat berpengaruh kepada kesehatan mental saya. Mengingat kembali masa lalu, saya ingat saat saya kelas 11 bahwa saya pernah mengerjakan ulangan harian dengan tidak fokus karena khawatir dengan kesehatan kedua orang tuaku. Tentunya, hal ini merupakan hal yang sangat buruk karena saya pada saat itu sangat mementingkan nilai untuk pendaftaran SNMPTN.
Sebenarnya, saya bukan orang yang selalu teratur dalam mengambil strategi pendaftaran kuliah. Saya hanya menerapkan prinsip utama saya, yakni “Hal yang paling penting adalah nilai. Jika Anda mempunyai nilai yang bagus, Anda bisa diterima di kuliah mana saja. Jadi, pilihan kuliah dipikirkan nanti saja, yang penting nilainya bagus dahulu.” Mengikuti prinsip itu, saya baru memikirkan kuliah saya saat akhir kelas 11. Seiringan dengan meraih nilai rapor yang sangat bagus, saya juga mencoba untuk ikut serta dalam lomba-lomba karya tulis ilmiah. Meskipun saya kalah saing di sekian banyak lomba yang saya ikuti, setidaknya saya masuk ke babak semifinal dalam lomba SejutaCita Youth Innovation Challenge yang diselenggarakan oleh organisasi SejutaCita. Saya cukup bangga dengan pencapaian tersebut karena lomba ini merupakan lomba tingkat nasional yang lumayan terkenal. Tidak hanya itu, alasan saya tidak dapat lanjut ke babak final adalah karena pada waktu itu sedang diselenggarakannya ujian akhir semester dari pihak sekolah dan tentunya saya lebih mementingkan nilai rapor dibandingkan mengerjakan bahan lomba. Mungkin satu hal yang saya sungguh-sungguh kesali selama saya SMA adalah tidak ikut serta dalam klub Biologi sekolah saya yang seharusnya dapat mempersiapkan saya untuk ikut lomba-lomba bertipe olimpiade.
Walaupun keinginan saya untuk menjadi dokter sangatlah besar, ada waktu di mana saya merasa tidak kompeten dan hampir tergoyah untuk pindah jurusan ke peminatan-peminatan saya yang lainnya, seperti arkeologi dan astronomi. Saya memang gampang untuk dibuat khawatir, ada saat di mana saya menangis karena nilai ulangan harian Fisika saya 92. Tentu, di mata orang lain nilai 92 merupakan nilai yang sangat tinggi, tetapi selama di kelas saya ada yang nilainya lebih bagus daripada saya, saya tetap akan merasa tidak tenang dan gelisah. Inilah dampak persaingan SNMPTN pada kesehatan mental saya.
Datanglah saatnya saya berada di kelas 12, di mana semua orang telah mengalihkan fokusnya kepada kuliah-kuliah impian mereka. Saya sendiri mengikuti les persiapan Ujian Tertulis Berbasis Komputer, yakni Bimbingan Tes Alumni 8, untuk mempersiapkan diri saya kalau saya tidak diterima lewat jalur SNMPTN. Saya juga sudah membeli buku persiapan UTBK, seperti buku Wangsit, sejak bulan September lalu. Bisa dibilang, saya merupakan salah satu murid terniat
Tadinya, saya bingung perihal ingin memilih jurusan kedokteran di universitas mana. Sudah menjadi fakta bahwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menempati peringkat pertama dari semua fakultas kedokteran lainnya. Meskipun demikian, saya masih kurang percaya diri atas kemampuan saya untuk tembus ke UI. Saya mencoba memasuki pilihan kedua saya di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Namun, datanglah kabar gembira yang menyatakan bahwa dari semua orang yang mendaftarkan diri ke jurusan Ilmu Kedokteran di UI, saya lah yang nilainya paling tinggi. Maka dari itu, saya menghapus pilihan kedua saya dan saya rutin berdoa untuk diterima sebagai mahasiswa UI. Menjelang pengumuman SNMPTN, saya banyak melakukan latihan soal dan tryout dari berbagai institusi untuk memastikan bahwa saya kompeten dalam mengikuti UTBK. Bahkan, saya hampir tidak melakukan persiapan untuk menghadapi Ujian Sekolah dan Ujian Praktik demi mempelajari materi UTBK lebih dalam.
Pada akhirnya, semua kerja keras saya membuahkan hasil dan semua doa-doa saya terkabulkan. Sekarang, saya dapat menyebutkan diri saya sebagai mahasiswa FKUI 2022 dengan bangga! Saya harap saya dapat terus mengembangkan nilai akademis dan nonakademis selama masa pembelajaran di UI, membanggakan almamater ini dimanapun saya berada dari sekarang hingga saya dewasa nanti. Selain itu, saya juga harap agar angkatan 2022 ini tetap saling membantu dalam semua perkara yang akan menjadi tanggung jawab kami hingga kami semua bisa lulus secara aman sentosa.
Kini, saya sudah menjadi anggota divisi Hubungan Masyarakat dari kepanitiaan Bakti Asa UI 2022 yang memiliki tujuan untuk membantu mahasiswa se-Indonesia secara finansial dan peningkatan kompetensi diri. Untuk kedepannya, saya juga ingin mendaftarkan diri di organisasi Asian Medical Students’ Association UI dan organisasi Tim Bantuan Medis FKUI saat mereka buka pendaftarannya. Semoga dengan ini, saya dapat lebih mengembangkan jiwa dan karisma saya sebagai calon dokter serta keterampilan saya di bidang komunikasi.
Setelah lulus dari FKUI, saya memiliki aspirasi untuk menjadi dokter yang dapat membantu teman, keluarga, dan masyarakat dengan hati yang tulus karena saya tahu pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang mulia di depan mata Tuhan. Saya juga ingin membantu mengevolusikan cara-cara pengobatan beberapa penyakit akut tertentu, seperti kanker, di Indonesia sehingga dapat diakses secara lebih mudah di seluruh Indonesia. Sejauh ini, saya belum tahu ingin menjadi dokter spesialis dalam bidang apa, tetapi yang saya yakin adalah saya akan menjadi dokter yang hebat di bidang apa pun yang saya akan pilih nantinya.
Sekian cerita perjuangan dan harapan saya sebagai mahasiswa FKUI 2022! Untuk kalian yang ingin mengikuti jejak saya, berikut adalah saran-saran yang mungkin dapat membantu Anda. Pertama, utamakan nilai. Menurutku, nilai akan selalu lebih penting daripada prestasi lomba, kecuali jika lombanya tingkat nasional dan internasional. Kedua, jika Anda sedang bingung untuk menghabiskan waktu dalam berlomba atau berorganisasi di SMA, pilihlah lomba! Pada bulan Maret lalu, ada berita buruk yang membuat semua orang panik, yaitu sertifikat dari sekolah, seperti OSIS dan kepanitiaan lainnya, tidak sah untuk diunggah saat pendaftaran SNMPTN. Oleh karena itu, lebih baik Anda menghabiskan waktu untuk mengikuti lomba. Terakhir dan yang paling penting dari semuanya, jangan lupa berdoa! Agama merupakan aspek penting di kehidupan manusia. Memiliki kesadaran bahwa ada Tuhan yang selalu menyertaimu di masa-masa gelap akan memberi pengharapan di tantangan-tantangan yang sebelumnya kamu pandang mustahil untuk dilewatkan. Berdoalah kepada Tuhan untuk yang terbaik, jika memang jalannya, pasti akan diberikan.
Terima kasih telah menghabiskan waktu untuk membaca tulisan ini, semangat untuk kalian semua dan salam sejahtera!
留言